Oleh: Ali Mansur Monesa
beritabernas.com – Mendidik pikiran tanpa mendidikan hati itu bukan pendidikan sama sekali (Arietoteles).
Tantangan yang mendasar dalam pendidikan adalah merawat semangat untuk melakukan inovasi. Inovasi terkadang digambarkan sebagai suatu hal yang sangat sulit karena itu berarti melakukan sesuatu yang untuk sebagian besar orang adalah tidak mudah.
Problemnya ialah melakukan transformasi adalah tirani akal sehat. Hal yang biasa tidak bisa dilakukan harus dilakukan dengan cara lain tanpa melanggar kaidah-kaidah umum yang sudah ditetapkan bersama. Intinya kita harus memerdekakan diri kita sendiri, sebelum memerdekakan institusi dan membuat bangga negara kita. Arti dari memerdekakan individu adalah berani untuk melakukan inovasi dari ide-ide, yang lahir dari tatanan alam biasa dan telah dibentuk menjadi sesuatu hal yang bukan untuk memenuhi keadaan sekarang tetapi untuk mengatasi problem sebelumnya yang masih belum terselesaikan.
Studi filsafat membantu guru dan siswa dalam mengembangkan kapasitas, kualitas dan kecenderungan mereka untuk berpikir kritis. Melalui disiplin ilmu membantu dalam memenuhi fungsi ini, tetapi filsafat memberikan kontribusi yang unik, intensif dan ekstensif terhadap kemampuan siswa untuk berpikir kritis.
Seperti pemikiran Plato tentang teori ide adalah bahwa pengetahuan, proses dan hasil merupakan sebuah garis lurus dimana ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dalam sebuah sistem yang komprehensif (Plato) bahwa sebagai induk dari seluruh ilmu dengan karakter berpikir filsafat, peran filsafat dalam pendidikan sangat memenuhi syarat untuk menemukan dasar folosofi serta hakikat pendidikan.
Filsafat pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia, karena pada dasarnya manusia dalam melaksanakan kehidupannya tidak lepas dari pendidikan. Pendidikan berfungsi sebagai peningkat kualitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat, sebab Pendidikan bertujuan untuk mengubah individu melalui perubahan perilaku, pikiran, paradigma sikap tindaksn, dan keterampilan manusia, yang pada akhirnya pengembangan individu tertinggi sebagai anggota masyarakat. s
Seperti Plato memandang pendidikan sebagai sarana untuk mencapai keadilan, baik keadilan individu maupun keadilan sosial . Menurut Plato, keadilan individu dapat diperoleh ketika setiap individu mengembangkan kemampuannya secara maksimal. Dalam pengertian ini, keadilan berarti keunggulan. Bagi orang Yunani dan Plato, keunggulan adalah kebajikan
Pendidikan organik
Teori organik adalah gagasan bahwa negara berperilaku seperti organisme yang mencari nutrisi untuk bertahan hidup, peryataan ini menjawab persoalan tentang pendidikan. Dalam filsafat pendidikan organik adalah sebuah upaya melalui praktek pendidikan yang memfokuskan pendidikan sebagai nutrisi bagi negara melalui warga negara pada umumnya maupun masyarakat akademis serta generasi muda para cendikiawan dan calon cendikiawan dapat bertahan untuk merawat menjaga melaestarikan lokal sutau bangsa serta menjadi nutrisi untuk kelangsungan peradaban, meminjam kata filsafut yunani.
Menurut Plato di dalam negara idealnya pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia yang harus diselenggarakan oleh negara.
BACA JUGA:
- Filfafat Pendidikan Reabilitanisme
- Filsafat Guru Sebagai Upaya untuk Melahirkan Pendidik yang Inspiratif
Maka pemerintah harus memahami sistem pendidikan sebagai sesuatu yang organik yaitu pendidikan berbasis pada lokal wisdem. Pendidikan organik sebagai nutrisi serta menjadi pembudayaan ide untuk merawat mempertahankan eksistensi budaya lokal melalui nutrisi pendidikan organik
Pendidikan ibara suatu yang organik yang tumbuh dan berkembang tergantung dengan upaya serta carrying capacity dari semesta di mana dia berada. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membangun sistem pendidikan adalah masalah kesesuaian, di mana sadar atau tidak sadar kita telah membangun sistem pendidikan model makanan cepat saji atau sistem pendidikan toko kelontong, memproduksi barang massal.
Wajar kalau di negara maju seperti Jepang, misalnya, mencoba merevolusi sistem pendidikan mereka model pendidikan manufaktur atau industri yang didasarkan pada linearitas dan konformitas ke model yang lebih didasarkan pada prinsip-prinsip pertanian atau organik.
Jepang sangat sadar bahwa manusia berkembang bukanlah melalui proses mekanis tetapi lebih kepada proses organik. Mereka yakin tidak dapat memprediksi hasil dari pembangunan manusia secara instant tetapi menciptakan kondisi di mana mereka akan dan bisa berkembang sesuai gairah masing-masing dengan dukungan semesta.
Belajar dari cara mereka mengelola dan menjalankan sistem pendidikan, sejatinya sistem pendidikan kita juga tidak menerapkan kloning system, di mana suatu model yang baik tidaklah serta merta bisa di kloning pada tempat lain. Kesesuaian dan gairah menjadi kata penting untuk menggambarkan bahwa perlunya sebuah gerakan dalam pendidikan di mana orang bisa mengembangkan gairah-gairah dengan kesesuaian dukungan semesta.
Semua orang adalah intelektual, tapi tidak semua orang menjadi intelektual bagi masyarakatnya. Intelektual bukan hanya mereka yang ‘bicara’ berbusa-busa di gedung, tentang hasil pikirannya ditulis, sehingga dipahami orang alur pikirannha. Lebih jauh lagi, mereka adalah orang-orang yang secara aktif mengartikulasikan, mendorong, dan memobilisasi gagasannya di masyarakat. Masyarakat di sini mengandaikan organik. Pengertian organik di sini adalah keaslian, keotentikan, bukan kepalsuan.
Dari sinilah kemudian muncul pendidikan organik. Artinya pendidikan itu tidak dibangun di menara gading, tapi melekat dengan sistem oragnik masyarakat. Sistem pendidikan organik menghasilkan intelektual organik. Intelektual organik adalah individu atau kelompok yang secara aktif berkontribusi dalam pembentukan ide-ide dan pemahaman yang mendominasi dalam masyarakat (Ben Senang Galus, 2024)
Tujuan pendidikan organik
Pendidikan organik adalah konsep pendidikan yang mencoba mengembalikan serta mengarahkan orientasi pendidikan lebih kepada kesadaran sosial pada linkungan dimana peserta didik berasal, tumbub dan berkembang serta menjadi generasinya merupakan penjaga budaya melalui proses pendidikan yang organik
Model ini sebagai upaya rasional untuk menjaga nalar kebudayaan di setiap generasi, apa pentingnya suatu sistem pendidikan yang menjaukan manusia dari budaya bahkan amnesia terhadap fonomena sosial, konflik publik bukan lagi menjadi wacana kritis bagi perhatian generasi, generasi hanya di desain lewat doktrin siap pakai, dengan imin-imin lapangan pekerjaan, jika model pendidikan seperti tetaplah hidup melalui praktek pedagogik hitam maka sangat jelas, bahwa pendidikan kita mengalami defisit moral, intelektual serta disorientasi yang sangat jauh dari hakikat pendidikan.
Pendidikan sebagai sarana menuntun, membangun kemampuan (fitra) jiwa/nafsu, akal dan kemauan manusia tentang nilai (baik dan benar) melalui proses dialektis pada guru dan siswa agar menjadi aktif sebagai individu merdeka dalam upaya mewujudkan ilmu pegetahuan baru kepada generasi, masyarakat yang pantas dan adil pada situasi zamannya tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya lokal.
Maka terlahir fungsi pendidikan yakni; 1) Mempersiapkan generasi mudah cerdas, bijak serta masyarakat yamg mampu meradapsi dengan perkembangan jaman, 2) menjadi cahaya bagi gelap artinya membangun dan mengembangkan kreatifitas minat, bakat setiap manusia sesuai kodratnya untuk kermerdekaan pribadi serta menjaga kepentingan umum sebagai zoon politicon, 3) menjaga ,merawat serta melaksanakan pelestarian budaya lokal, dengan memberikan inovasi-inovasi sosial dalam masyarakat.
Semua orang punya fungsi intelektual (tak peduli apapun pekerjaannya). Namun, tidak semua intelektual itu punya fungsi sosial. Ada intelektual yang mengabdi untuk kepentingan kuasa, dan ada yang mengabdi untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan kita harus dirancang dengan model sistem pendidikan organik, artinya pendidikan sebagai sebuah proses enculturation, proses pembudayaan. Dalam proses pembudayaan itu pendidikan tidak boleh berjalan sendiri, ia harus mengakar atau berjangkar kepada masyarakat sebagai sebuah sistem organik pendidikan itu (Ben Senang Galus, 2024). (Ali Mansur Monesa, Alumni UPY Yogyakarta)
There is no ads to display, Please add some