beritabernas.com – Pertumbuhan ekonomi DIY dan Indonesia pada tahun 2025 seperkirakan stagnan pada angka sekitar 5,0 persen dan dimungkinkan tumbuh melambat. Hal ini terkait dengan kondisi ekonomi global (ketegangan geopolitik dan tekanan infkasi global.
Pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2025 tersebut akan memperoleh dorongan dari proyek Jalan Tol Solo-Jogja-YIA dan Bawen-Jogja. Data empiris “daya ungkit” proyek infrastruktur (infrastructure led growth) di DIY cukup signifikan (Proyek JJLS, Bandara YIA dan sebagainya).
“Berdasarkan kondisi tersebut pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2025 diprediksi akan sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Prof Didi Achjari PhD Akt CA, Ketua ISEI Cabang Yogyakarta yang juga Dosen FEB UGM, sebagai Keynote Speech dalam Diskusi & Outlook Bisnis dan Ekonomi DIY tahun 2025 di Ruang Istimewa Kantor Pusat Bank BPD DIY Jalan Tentara Pelajar 7 Yogyakarta, Senin 23 Desember 2024.
Dalam acara yang diadakan Kadin DIY dan didukung oleh Bank BPD DIY dan ISEI Cabang Yogyakarta itu, Prof Didi Achjari mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 oleh lembaga domestik/internasional sekitar 4,9% – 5,2% (year on year/yoy). Sementara BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 berada di rentang 4,7% sampai 5,5% persen dan 4,8% sampai 5,6% pada 2025. Proyeksi Kementerian Keuangan RI sebesar 5,2% pada tahun 2025.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi DIY (year on year/yoy) tahun 2024 sekitar 5% (Triwulan I: 5,02%; Triwulan II: 4,95%), Triwulan III: 5,05% dan Triwulan IV: 5,0% – 5,1% (estimasi moderat). Pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2024 diperkirakan sekitar 5,0% dan tahun 2025 sekitar 5,2% – 5,5% (skenario moderat) dan bisa mendekati 6,0% (skenario optimis).
Menurut Prof Didi Achjari, pertumbuhan ekonomi DIY dan Indonesia tahun 2025 tidak terlepas dari adanya ancaman “stagnasi sekuler” yaitu ekonomi tumbuh stagnan (sekitar 5,0%) dan dimungkinkan tumbuh melambat. Kondisi tersebut terkait dengan kondisi ekonomi global (ketegangan geopolitik dan tekanan infkasi global).
Dikatakan, berdasarkan kondisi yang ada pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2025 diprediksi akan sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi kegiatan/aktivitas pariwisata (beserta turunannya) bisa menjadi “motor penggerak” pertumbuhan ekonomi DIY (diperkirakan sekitar 15%-20% dari PDB pada tahun 2022).
BACA JUGA:
- Kinerja Bank BPD DIY Tercatat Baik dan Mampu Mempertahankan Tingkat Kesehatan pada PK-2
- Dian Ari Ani Raih Anugerah IWOLA 2024
Meningkatnya interkoneksi jalan tol Jawa dimungkinkan mendorong peningkatan wisatawan domestik di DIY. Karena itu, perlu ditingkatkan upaya untuk meningkatkan length of stay dan spending, khususnya wisatawan dari Asia dan Nusantara.
Sementara pangsa wisman dari Malaysia dan Singapura ke DIY hingga saat ini masih menjadi yang tertinggi, masing-masing sebesar 39% dan 14% (faktor penerbangan langsung kedua negara ke YIA). Promosi DIY sebagai pilihan tempat MICE (Meeting, Incentive, Conference and Exhibition) harus lebih digalakkan, karena infrastruktur MICE DIY relatif memadai untuk event nasional dan internasional (Bandara YIA, Stasiun Tugu, JEC, The Alana Convention Center dan sebagainya).
Menurut Prof Didi Achjari , DIY perlu menyusun strategi untuk menarik wisman dari negara lain di Asia yang memiliki ketertarikan kebudayaan dan agama seperti India, Tiongkok, Jepang hingga Korea Selatan.
Sedangkan aktivitas pendidikan tinggi (PTN/PTS) di DIY berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi DIY (diperkirakan sekitar 10% – 15% dari PDB padatahun 2022). Hasil studi KPwBI DIY (2024), jumlah rata-rata pengeluaran konsumsi mahasiswa dari luar (kos) DIY sebesar Rp 3.069.216,00 per bulan. Jumlah mahasiswa di DIY sekitar 380.000 (tahun 2022) dan sekitar 70% dari luar kota.
Sedangkan jumlah uang beredar (JUB) yang disumbangkan mahasiswa yang kos mencapai Rp 800 miliar per bulan yang mempunyai efek pengganda terhadap aktivitas ekonomi di sekitar kampus (rumah kos, warung makan, jasa laundry, café dan sebagainya).
Menurut Prof Didi Achjari yang juga mantan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi LLDikti) Wilayah V DIY ini, fFenomena PTS di DIY semakin sulit memperoleh mahasiswa harus mendapat perhatian pemangku kepentingan. Hal ini terkait dengan keberadaan PTS di masa depan dan sudah terbukti aktivitas PTS turut berkontribusi terhadap perekonomin DIY.
“Di tengah kuatnya sektor pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, dan sektor jasa dan pariwisata di DIY, perekonomian DIY memerlukan diversifikasi dari ketiga sektor tersebut. Ketergantungan pada ketiga sektor tersebut menyebabkan risiko seandainya ada guncangan eksternal seperti Covid-19,” kata Prof Didi Achjari.
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) DIY masih di angka 4,91 persen dan TPT lulusan perguruan tinggi adalah yang tertinggi di angka 4,91% diikuti dengan TPT lulusan SMA sebesar 4,54%. Statistik ini perlu menjadi perhatian bersama pemangku kepentingan, terutama perguruan tinggi di DIY.
Tingkat kemiskinan di DIY dalam beberapa tahun terakhir masih relatif tinggi di atas 10 persen, namun terus mengalami pendurunan, bahkan penurunan yang tertinggi diantara provinsi lain di Pulau Jawa. Tingginya tingkat kemiskinan juga berkaitan dengan tingginya ketimpangan di DIY. Tingkat kemiskinan di DIY terutama disumbang oleh rumah tangga lansia dan pedesaan.
Karena itu, menurut Prof Didi Achjari, program-program pemberdayaan masyarakat perlu untuk turut menyasar populasi tersebut. (lip)
There is no ads to display, Please add some