beritabernas.com – Wakil Ketua Satgas Waspada Investasi Wiwit Puspasari mengatakan sejak tahun 2018 hingga Juli 2022 kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi ilegal total mencapai Rp 16,7 triliun. Uang masyarakat tersebut sulit dikembalikan dengan berbagai alasan.
Karena itu, menurut Wiwit Puspasari, masyarakat perlu hati-hati dan waspada agar tidak tergiur dengan investasi yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat maupun iming-iming berbagai kemudahan tanpa resiko.
Baca berita terkait: Mengenal Ciri-ciri Investasi Ilegal
Dalam konferensi pers yang juga diikuti Penyidik Utama DPJK OJK Irjen Pol Suharyono, Kepala OJK DIY Parjiman, Penyidik dari Polda DIY AKBP Tri Wiratmo dan Jaksa dari Kejaksaan Tinggi DIY di Hotel Alana Yogyakarta, Rabu 27 Juli 2022, Wiwit Puspasari mengatakan, dari kerugian Rp 16,7 triliun tersebut dengan rincian tahun 2018 sebesar Rp 1,4 triliun, tahun 2019 sebesar Rp 4 triliun, tahun 2020 sebesar Rp 5,9 triliun, tahun 2021 kerugian sebesar Rp 2,5 triliun dan hingga Juli 2022 kerugian sudah mencapai Rp 2,9 triliun.
Wiwit Puspasari yang juga Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK mengatakan, untuk mengembalikan dana masyarakat tersebut cukup sulit, terutama apabila uangnya sudah digunakan oleh pelaku investasi ilegal atau sudah dibagi-bagikan kepada member-member lama.
Karena itu, Wiwit Puspasari meminta masyarakat agar bila menerima penawaran investasi dengan iming-iming imbal hasil tinggi maka perlu dicek apakah legal dan logis cara mendapatkan keuntungan atau imbal hasilnya.
Penegakan hukum langkah terakhir
Sementara Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Suharyono, Penyidik Utama Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (DPJK) OJK, mengatakan, penegakan hukum pidana pada kasus sektor jasa keuangan merupakan alternatif penyelesaian terakhir di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) OJK adalah mengatur, mengawasi, memeriksa dan menyidik.
“Penyidikan atau penegakan hukum pidana menjadi langkah terakhir untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional. Sementara yang utama atau menjadi prioritas adalah mengembalikan kerugian masyarakat,” kata Irjen Pol Suharyono.
Dikatakan, penyidikan diletakkan di bagian akhir karena masyarakat yang menjadi nasabah atau pihak yang berkepentingan mengharapkan kalau terjadi sesuatu pada entitas tertentu, pengembalian kerugian atau hak-hak yang harus diutamakan.
“Tidak serta merta hukum ditegakkan. Para tersangka kita tangkap, kita tahan, dan ending-nya bagaimana dengan masyarakat bisa terjadi rush, unjukrasa, karena hak mereka belum diterima,” kata Suharyono.
Menurut Irjen Pol Suharyono, penyidik di DPJK beranggotakan 12 orang dan memiliki mekanisme kerja menegakkan hukum di sektor jasa keuangan, baik perbankan, pasar modal maupun industri jasa keuangan non bank, termasuk asuransi yang telah dilimpahkan pengawas kepada DPJK. (lip)
There is no ads to display, Please add some