Ini Jenis dan Modus Fraud atau Kecurangan yang Biasa Terjadi di Lembaga Pergadaian

beritabernas.com – Selama ini tak jarang terjadi fraud atau kecurangan di lembaga pergadaian dengan 3 motif utama, yakni adanya tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan pembenaran (razionalization). Fraud (kecurangan) terjadi ketika ketiga unsur motif tersebut saling mendukung dan muncul secara bersamaan.

Fraud atau kecurangan merupakan tindakan yang disengaja atau penghilangan yang dirancang untuk mengelabui pihak lain, yang mengakibatkan korban menderita kerugian dan/atau pelaku meraih keuntungan.

Menurut Daryanto, Kepala Divisi Koordinasi PVML Regional OJK, ada beberapa jenis fraud yang terjadi di lembaga pergadaian. Pertama, penadahan dengan modus pegadaian menerima barang hasil kejahatan
untuk digadaikan. Barang tersebut diserahkan oleh pelaku tanpa bukti kepemilikan sah. Akibatnya, lembaga pegadai terlibat dalam tindak pidana, reputasi tercemar, barang berpotensi disita
oleh pihak berwenang.

Kedua, penerimaan barang palsu dengan modus nasabah menggadaikan barang palsu seperti emas imitasi atau berlian sintetis. Petugas gagal mendeteksi keaslian karena kurangnya keahlian atau kolusi.
Akibatnya, nilai agunan menjadi tidak sesuai dengan nilai pinjaman. Selain itu, pegadaian mengalami
kerugian besar saat menjual barang agunan.

Edi Setijawan (tengah) bersama Ketua OJK DIY Eko Yunianto dan para narasumber dan peserta sosialisasi, Kamis 10 Juli 2025. Foto: Humas OJK

Ketiga, kredit fiktif dengan modus tidak ada nasabah/barang jaminan dibuatkan SBG. Selain itu, barang jaminan yang dicatat tidak sesuai dan ana dicairkan ke rekening tertentu tanpa transaksi sebenarnya. Akibatnya, kerugian total sebesar nilai pinjaman dan dana keluar tanpa agunannyata.

Keempat, markupe penaksiran dengan modus petugas menaksir harga barang lebih tinggi dari nilai
sebenarnya. Hal ini bisa terjadi karena kolusi dengan nasabah untuk mendapatkan pinjaman lebih besar. Akibatnya, menyalurkan pinjaman melebihi nilai agunan dan nilai penjualan barang tidak menutup
pinjaman.

Jenis fraud kelima adalah penggunaan barang jaminan. Modus yang dilakukan adalah barang jaminan digunakan oleh petugas atau pihak lain sebelum jatuh tempo lelang. Dalam hal ini bisa berupa kendaraan, alat elektronik, dan lain-lain. Akibatnya, risiko kerusakan/kehilangan barang jaminan. Selain itu, terjaid pelanggaran etika & hukum dan menurunkan kepercayaan nasabah.

Kemudian, keenam, lelang fiktif dengan modus barang jaminan nasabah dicatat telah dilelang padahal lelang tidak pernah dilakukan. Dokumen dilelang dipalsukan atau dimanipulasi oleh pegawai. Akibatnya, barang nasabah disalahgunakan sehingga terjadi kerugian finansial bagi perusahaan dan nasabah.

Ketujuh, penyajian laporan dengan modus data atau informasi dalam laporan keuangan atau operasional dimanipulasi untuk menutupi kerugian, mempercantik laporan atau menyesatkan manajemen/auditor.
Akibatnya, keputusan bisnis menjadi tidak akurat dan hilangnya kredibilitas perusahaan serta terjadi potensi sanksi pidana.

Jenis fraud lainnya (kedelapan) adalah penggelapan dana angsuran (gadai skema angsuran) dengan modus dana angsuran yang dibayarkan nasabah tidak disetorkan ke kas perusahaan atau dana disalahgunakan oleh oknum pegawai.

Akibatnya, kerugian langsung pada keuangan perusahaan dan ketidaksesuaian catatan angsuran nasabah. Hal ini juga berpotensi adanya tuntutan hukum dari nasabah.

Menurut Daryanto, sampai akhir tahun 2024 tercatat ada 2 Pergadaian yang memiliki kasus dugaan fraud yang dilaporkan. Salah satu kasusnya berkaitan dengan penggunaan rekening pribadi untuk transaksi keuangan perusahaan.

BACA JUGA:

Dampak dan kerugian yang dialami karena adanya fraud kehilangan kas atau aset yang berdampak langsung pada likuiditas dan keberlangsungan operasional pergadaian. Selain itu, penggelapan dana nasabah, pencurian kas atau manipulasi laporan dan penyaluran kredit fiktif.

Selain itu, rusaknya reputasi & kepercayaan publik terhadap lembaga pergadaian. Padahal kKepercayaan adalah aset utama pergadaian. Sekali tercoreng, sangat sulit dipulihkan. Selain itu, terjadi penurunan jumlah nasabah, sulit mendapatkan pendanaan eksternal dan ditinggalkan oleh partner/mitra, misalnya bank.

Kerugian lainnya adalah gangguan operasional perusahaan. Fraud dapat menyebabkan kekacauan internal, konflik antar karyawan dan penghentian layanan. “Fokus manajemen tersita untuk penanganan
kasus, penurunan produktivitas staf serta ketakutan dan ketidaknyamanan kerja,” kata Daryanto.

Sementara dampak sosial ekonomi karena fraud yang terjadi di pergadaian tidak hanya pada institusi, tapi juga pada masyarakat yang dilayani. Selain itu, potensi peningkatan tindak kejahatan karena para
oknum merasa memiliki tempat penadahan serta menimbulkan keresahan di masyarakat.

Menurut Daryanto, fraud bisa menjerat pergadaian dan/atau pengurus/pegawai pergadaian dalam proses hukum. “Pidana (penjara dan/atau denda), adanya sanksi dari OJK, penurunan TKS (aspek manajemen) dan track record,” kata Daryanto.

Strategi pencegahan fraud

Daryanto mengatakan, ada 4 pilar integral strategi pengendalian fraud. Pertama, pencegahan. Dalam hal ini dilakukan dengan cara membangun sistem, budaya dan kontrol internal yang kuat untuk mencegah peluang terjadinya fraud sejak awal.

Edi Setijawan (kedua dari kanan) saat diwawancara wartawan. Foto: Humas OJK

Selain itu, melakukan edukasi dan pelatihan anti-fraud bagi seluruh karyawan, prosedur operasional yang jelas dan terdokumentasi, pemisahan tugas (segregation of duties) dan sistem rekrutmen yang selektif dan kredibel.

Kedua, deteksi. Dalam hal ini dengan menerapkan sistem pemantauan dan pelaporan yang memungkinkan deteksi cepat terhadap aktivitas mencurigakan. Kemudian, audit internal dan eksternal berkala, mekanisme whistleblowing yang aman, monitoring transaksi secara real-time dan analisis tren dan pola transaksi tidak wajar.

Ketiga, investigasi, pelaporan dan sanksi. Proses pengumpulan bukti dan penelusuran fakta secara objektif ketika fraud terindikasi. Kemdian, tim audit investigatif independen, dokumentasi lengkap atas temuan dan proses, koordinasi dengan aparat hukum jika diperlukan serta kepatuhan terhadap asas keadilan dan kerahasiaan.

Strategi keempat adalah pemantauan, evaluasi, & tindak lanjut. Dalam hal ini, langkah tegas dan berkeadilan dalam menangani pelaku, serta pemulihan kerugian organisasi. Selain itu, sanksi disipliner hingga proses hukum, perbaikan sistem untuk menutup celah, pemulihan aset atau kerugian yang terjadi dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengendalian. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *