beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengajak para lulusan untuk merenung apa sebenarnya tujuan pendidikan yang sudah dijalani. Dengan mengutip pakar pendidikan dari University of Stirling, Skotlandia, Gert Biesta (2009), ia menyebut ada 3 fungsi utama pendidikan yaknui kualifikasi (qualification), sosialisasi (socialisation) dan subjektivitasi (subjectification).
Ketiganya sama-sama penting, saling berkaitan dan membentuk fondasi manusia yang utuh. Namun, meski tidak sama persis, ketiganya sejalan dengan konsep pendidikan dalam Islam: ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib (Halstead, 2004). Kualifikasi sejalan dengan ta’lim, sosialisasi sejalan dengan tarbiyah dan subjektivitasi sejalan dengan ta’dib.
“Tiga konsep ini saling melengkapi, membentuk pribadi yang berilmu, berakhlak, dan berdaya memilih jalan hidupnya,” kata Fathul Wahid dalam acara wisuda lulusan UII periode VI tahun akademik 2025-2026 di Auditorium KH Abdulkahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Sabtu 23 Agustus 2025.
Menurut Fathul Wahid, fungsi pendidikan yang pertama adalah kualifikasi. Fungsi ini membekali seseorang dengan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk menjalani peran tertentu di masyarakat. Inilah pendidikan sebagai proses “mengisi kotak peralatan” yang kelak digunakan dalam dunia kerja dan kehidupan.

Kualifikasi membuat seorang lulusan teknik mampu merancang sistem, seorang lulusan kedokteran mampu menangani pasien, dan seorang lulusan hukum mampu menafsirkan dan menerapkan peraturan. Tanpa fungsi ini, pendidikan kehilangan perannya sebagai pintu menuju kontribusi profesional.
Bayangkan seorang wisudawan informatika yang dulu gagap memprogram, kini dapat membuat aplikasi yang mempermudah transaksi usaha kecil dan menengah (UKM). Atau, lulusan manajemen mungkin dulu hanya mempelajari teori pemasaran di kelas, kini bisa merancang strategi penjualan yang meningkatkan omzet perusahaan. Sementara lulusan kimia yang dulu berjuang memahami reaksi senyawa, kini mampu mengembangkan formula pembersih ramah lingkungan yang aman bagi kesehatan.
“Kualifikasi adalah seperti menyiapkan bekal di tas perjalanan: tanpa bekal ini, kita mungkin berangkat, tetapi tidak siap menghadapi medan yang menantang,” kata Fathul Wahid.
Sementara fungsi pendidikan yang kedua adalah sosialisasi. Fungsi ini membentuk kita mampu menjadi bagian dari masyarakat, budaya, dan tradisi yang kita masuki. Pendidikan tidak hanya mengajarkan isi buku, tapi juga nilai, norma, dan cara hidup bersama. Sosialisasi menanamkan kesadaran bahwa hidup tidak dijalani sendirian, melainkan dalam jalinan relasi yang menuntut rasa hormat, kerja sama, dan empati.
Bayangkan awal perkuliahan ketika Saudara belum terbiasa bekerja dalam kelompok dan berbicara di depan banyak orang. Seiring waktu, Saudara belajar membagi peran saat mengerjakan proyek, menghormati pendapat yang berbeda, bahkan mengalah demi kebaikan bersama.
“Sosialisasi seperti bermain orkestra: keindahan musik muncul bukan dari satu pemain, melainkan dari harmoni semua instrumen yang bekerja sama,” kata Fathul Wahid.
Sedangkan fungsi pendidikan yang ketiga adalah subjektivitasi. Fungsi ini memerdekakan kita menjadi pribadi yang otonom, mampu mengambil keputusan dan menentukan arah hidup sendiri, dengan tanggung jawab penuh atas pilihan itu.
Subjektivikasi adalah saat pendidikan mengajarkan kita bukan hanya apa yang harus dipikirkan, tetapi bagaimana berpikir, dan berani mengatakan “inilah saya” dengan kesadaran akan konsekuensinya.
Contohnya, seorang lulusan ekonomika mendapat tawaran kerja di bank multinasional, tapi ia memilih pulang ke daerah untuk membangun koperasi desa. Atau, lulusan kedokteran yang lebih memilih bertugas di daerah terpencil daripada di rumah sakit besar di kota. Keputusan ini mungkin tidak populer, tapi lahir dari kesadaran diri dan keberanian. Atau, lulusan hukum yang memilih berjalan di rel kejujuran di antara godaan untuk mengabaikannya.
Baca juga:
- Ini Pesan Rektor UII untuk Para Wisudawan
- Rektor UII Fathul Wahid: Hingga Kini UII Telah Menghasilkan 133.378 Lulusan
“Subjektivikasi ibarat kompas pribadi. Ia tidak selalu menunjukkan jalan yang paling mudah, tapi mengarahkan kita ke jalan yang paling bermakna,” kata Rektor UII.
Mengapa ketiganya harus berjalan bersama? Menurut Fathul Wahid, kualifikasi tanpa sosialisasi bisa membuat seseorang cerdas dan cakap tapi egois. Sosialisasi tanpa kualifikasi bisa membuat kita ramah tapi sulit berkontribusi nyata. Subjektivikasi tanpa keduanya bisa menjerumuskan pada cita-cita yang tidak membumi. Ketiganya seperti tiga kaki tripod kamera: hilang satu saja, hasilnya goyah.
“Hari ini, saudara sudah membawa tiga bekal itu yakni pengetahuan, pemahaman hidup bersama dan keberanian menentukan jalan hidup. Saudara sudah dibekali, dibentuk dan dimerdekakan. Tugas berikutnya adalah menjaganya tetap seimbang, sambil menggunakannya untuk memberi manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa,” kata Fathul Wahid seraya mengucapkan selamat melangkah ke babak baru, semoga perjalanan para lulusan UII selalu penuh berkah, makna, dan kontribusi. (lip)
There is no ads to display, Please add some