beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan, buku karya Prof Mitsuo Nakamura berjudul Mengamati Islam Indonesia: 971–2023 bukan hanya memberi potret kontemporer, tetapi pemahaman historis yang mendalam mengenai akar-akar gerakan Islam di Indonesia.
Meskipun tulisan pertama dalam buku karya Prof Mitsuo Nakamura tersebut ditulis pada tahun 1971, namun cakupannya jauh melampaui rentang waktu tersebut. Dengan demikian, Prof Nakamura mengajak kita kembali menelusuri peristiwa-peristiwa penting jauh sebelum itu, termasuk dinamika umat Islam di tahun 1930-an.
“Bagi UII, buku ini memiliki makna yang istimewa. Sebab, salah satu esai penting di dalam buku tersebut mengulas Prof KH Abdul Kahar Mudzakkir, Rektor pertama UII dan tokoh gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Melalui tulisan ini, kita dapat melihat bagaimana gagasan dan perjuangan beliau, baik dalam pendidikan maupun dakwah, menjadi bagian dari arus besar transformasi Islam Indonesia. Irisan ini mengingatkan kita bahwa perjalanan UII bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari ekosistem keilmuan dan gerakan sosial-keagamaan yang turut membentuk wajah bangsa,” kata Rektor UII Fathul Wahid dalam acara peluncuran dan diskusi buku karya Prof Mitsuo Nakamura berjudul Mengamati Islam Indonesia: 1971–2023 di Gedung Kuliah Umum (GKU) Dr Sardjito Kampus Terpadu UII, Selasa 23 September 2025.

Menurut Fathul Wahid, buku ini bukan sekadar kumpulan esai, melainkan sebuah lensa panjang yang memungkinkan kita menengok perubahan sosial, kultural dan keagamaan bangsa ini selama lima dekade terakhir.
Dikatakan, sebagai seorang antropolog yang tekun sekaligus sahabat bagi banyak tokoh Islam Indonesia, Prof Nakamura telah menjadi saksi perjalanan panjang Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan berbagai ekspresi Islam lainnya, dari masa kolonial hingga era reformasi. Perspektif lintas generasi inilah yang menjadikan buku ini berharga: ia membantu kita melihat bagaimana gagasan, konflik, dan rekonsiliasi terbentuk, serta bagaimana itu semua membentuk wajah Islam Indonesia hari ini.
Baca juga:
- Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Ingin Melantangkan Pesan Adanya Pembajakan Demokrasi
- Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII, Tempat Berkumpul untuk Merawat Akal Sehat
- UII Dirikan Pusat Studi Agama dan Demokrasi
Peluncuran buku ini penting bukan hanya untuk mengenang perjalanan, tetapi juga untuk melihat
trajektori: ke mana Islam Indonesia akan bergerak ke depan? Bagaimana kita menjaga warisan keterbukaan, moderasi dan peran sosial-keagamaan yang selama ini menjadi ciri Islam di Indonesia? “Buku ini membantu kita mendesain masa depan dengan memahami akar-akar yang membentuk masa kini,” kata Fathul Wahid.
Rektor UII menambahkan, di tengah dunia yang kian terpolarisasi, kita perlu terus merawat ruang dialog, menjaga integritas akademik dan menghadirkan riset yang jujur sekaligus kritis. Dengan membaca dan mendiskusikan buku ini, kita diajak untuk belajar dari masa lalu, menguji pemahaman kita terhadap masa kini dan merancang langkah-langkah yang lebih bijak untuk masa depan.
“Saya mengajak seluruh hadirin, baik akademisi maupun praktisi, untuk menjadikan buku ini sebagai sumber inspirasi dan pijakan dalam membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadaban. Semoga diskusi yang akan berlangsung hari ini memperkaya wawasan kita semua,” kata Fathul Wahid.

Sementara Prof Mitsuo Nakamura yang hadir langsung dalam acara peluncuran buku tersebut mengaku penerbitan buku ini sebenarnya terlambat. Meski demikian, dengan diterbitkan dan diluncurkannya buku ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberi pemahaman yang mendalam tentang gerakan Islam di Indonesia.
Prof Mtisuo Nakamura, sebagai seorang antropolog, ia menyampaikan keyakinan akademisnya secara jujur dan obyektif tentang gerakan Islam di Indonesia. Ia ingin memberikan pengetahuan yang cukup kepada pembaca tentang gerakan Islam di Indonesia.
“Jujur, saya menulis buku ini sebagai bentuk terima kasih kepada mereka yang telah membantu dalam riset dan penulisan buku ini. Ini sebagai tanda terima kasih saya kepada mereka yang telah membantu saya. Menurut keyakinan akademis saya sebagai seorang antropolog, hasilnya dikembalikan kepada orang-orang yang membantu saya. Itu etikanya,” kata Prof Mitsuo Nakamura yang sangat fasih berbahasa Indonesia. (lip)
There is no ads to display, Please add some