Oleh: Andre Vincent Wenas
beritabernas.com – Pada peringatan HUT ke-58 Partai Golkar, Jumat 21 Oktober 2022, residen Joko Widodo menyampaikan pidato yang mengundang berbagai penafsiran. Dan yang pasti pidato tersebut menohok banyak pihak, terutama tokoh politik.
Meski pesannya melingkar tapi sangat menohok, khas gaya Jokowi. Dalam bagian pidatonya, Presiden Jokowi mengingatkan Partai Golkar agar dalam mencalonkan figur Capres dan Cawapres 2024 memilih tokoh yang ‘bener”. Ia menambaha: silahkan menafsirkan sendiri. Maka kalau kita menafsirkan kata ‘bener’ ya antitesa atau lawan dari kata ‘gak bener’.
Lantas, siapa lagi asosiasi publik tentang tokoh yang ‘Gak Bener’ itu? Semua sudah tahu sama tahu. Begini cuplikan pidato Presiden Joko Widodo:
“Golkar sebagai partai yang sudah matang, punya pengalaman malang-melintang, sudah 58 tahun, ini pengalaman yang sangat panjang. Banyak makan asam garam dalam perpolitikan Indonesia. Oleh sebab itu saya yakin Golkar akan dengan cermat, akan dengan teliti, akan dengan hati-hati, tidak sembrono dalam mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden 2024…”
“Dan saya juga meyakini bahwa yang akan dipilih oleh Partai Golkar, capres maupun cawapres, ini adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’. Silahkan terjemahkan sendiri!” lanjut Presiden Jokowi.
Apakah ini sebuah sindiran halus yang bikin ketawa atau malah sebuah sinisme politik seperti silet yang telah mengiris perasaan sementara pihak?
Bahwa untuk menentukan calon pemimpin bangsa memang disyaratkan suatu ‘wisdom’ (kebijaksanaan) lewat pengalaman malang-melintang serta telah makan asam garam perpolitikan Indonesia jadi mampu untuk tidak sembrono! Mampu cermat, teliti dan hati-hati!
Maksudnya tidak sembrono itu ya mampu cermat, teliti serta hati-hati? Kenapa? Supaya, “…yang dipilih…adalah tokoh-tokoh yang ‘bener’.” Lalu disambung, “Silahkan terjemahkan sendiri!”
Tersirat nada kegundahan, yang akhirnya terumuskan dalam kata perintah (imperative sentence) yang dengan sopan diartikulasikan, “Silahkan terjemahkan sendiri!”
Baik, kita terjemahkan sendiri: bahwa lawan kata dari “yang bener” tentunya adalah “yang gak bener”. Betul khan? Dan, siapa yang dimaksud dengan tokoh yang “gak bener” itu? Silahkan terjemahkan sendiri! Kalau masih perlu bantuan gugel, silahkan ketik: gabener.
Belum selesai, Jokowi masih cerita perumpamaan tentang 2 calon pilot yang bakal direkrut. Pilot pertama berjanji akan mematuhi semua aturan penerbangan, sedangkan pilot kedua mengumbar janji bakal memberi kelas bisnis plus diskon tiket bagi penumpang.
Mana yang bakal kita pilih? Yang disiplin taat aturan, atau yang mengumbar janji tak masuk akal? Kita tafsirkan, kalau membiarkan semua masuk kelas bisnis dengan tiket diskon (ini seperti membiarkan bancakan berjamaah APBD misalnya, yang penting tidak saling usik, tak peduli korporasi itu bakal bangkrut).
Semiotika politik Jokowi dalam pidatonya kali ini terlalu gamblang. Mungkin itu yang membuat Surya Paloh tersipu-sipu. (Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP) Jakarta)
There is no ads to display, Please add some