Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik untuk Mendalami Implementasi Kurikulum Merdeka

beritabernas.com – Untuk mendalami implementasi Kurikulum Merdeka, Penyelenggara Bimas Katolik Kabupaten Sleman mengadakan Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah se-Kabupaten Sleman.

Kegiatan ini dilaksanakan di Java Village, Pandowoharjo, Sleman, DIY, hari Jumat 14 April 2023, dengan tema Merdeka Belajar, Mewujudkan Moderasi Beragama.

Menurut Penyelenggara Bimas Katolik Kemenag Kabupaten Sleman CB Ismulyadi SS, kegiatan ini menghadirkan narasumber FX Dapiyanta SFK MPd (Dosen IPPAK Universitas Sanata Dharma), Drs Sutarta MM (Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman), Murwati Widian, M.Hum (Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman) dan Dr Sri Prihartini Yulia SPd M.Hum (Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman).

CB Ismulyadi mengatakan, Kurikulum Merdeka menjadi model pendidikan kontekstual yang diberlakukan untuk menghadapi pandemi Covid 19. Pada Kurikulum Merdeka Belajar, guru mempunyai kewenangan dalam memilih dan menggunakan perangkat ajar, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

Dikatakan, Kurikulum Merdeka Belajar memberi hak belajar secara merdeka. Pembelajaran pada kurikulum ini mengarah kepada projek sebagai upaya untuk menguatkan profil pelajar Pancasila.

Drs Sutarta MM (Pengawas Pendidikan Dinas Pendidikan Kab. Sleman) menyampaikan materi Pembelajaran dan Asesmen Diagnostik. Foto: Istimewa

“Pelajar Pancasila tidak lain mengarah pada sosok pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif,” kata CB Ismulyadi dalam rilis yng dikirim kepada beritabernas.com, Sabtu 15 April 2023.

Sementara FX Dapiyanta dengan materi Filosofi Kurikulum Merdeka dan Pendidikan Agama Katolik Menengah Atas dan Kejuruan mengawali pemaparan dengan mengutip adagium tokoh Psikologi Humanis Carl Rogers, yakni Anda dapat mengantar kuda ke dalam air, tetapi Anda tidak dapat memaksa kuda itu minum air.

Menurut FX Dapiyanta, Merdeka Belajar relevan dengan filosofi humanisme, konstruktivisme, progresivisme. Humanisme merupakan kebebasan, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri, mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya, seperti Sekolah Mangunan, Sanggar Anak Alam (SALAM), SMP Tohibah Salatiga dan sebagainya.

Sementara konstruktivisme yakni kemerdekaan dalam menggali dan mengonstruksi pengetahuan dan keterampilan. Kemudian, progesivisme yakni kesadaran dalam proses dan perjalanan (sedang menjadi, bukan telah jadi)-kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.

BACA JUGA:

Dapiyanta mengajak para guru berdialog bila para siswa diberi pilihan boleh ikut pelajaran atau tidak, apa pilihan murid? Apa makna belajar bagi murid?  Pertanyaan untuk para guru: apakah para guru suka belajar? Belajar menjadi beban atau sebuah kebahagiaan? Apakah belajar hanya terkait dengan ekonomi (mencari kerja) atau hidup adalah belajar?

Sedangkan Drs Sutarta MM dalam materi Kurikulum Merdeka: Pembelajaran dan Asesmen Diagnostik mengajak para guru menyampaikan pengalaman pembelajaran menggunakan Kurikukulum Merdeka. Sutarta juga mendasarkan materinya pada PerMen 16 tahun 2022 tentang Standar Proses, PerMen 21 Tahun 2022.

Menurut Sutarta, merdeka artinya guru dapat menyusun sendiri sesuai kondisi di sekolah. “Pembelajaran Kurikulum Merdeka mengarah pada proses interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik,” kata Sutarta.

Dikatakan, pemerintah tidak mengatur pembelajarandan asesmen secara detail dan teknis. Namun demikian, untuk memastikan proses pembelajaran dan asesmen berjalan dengan baik, pemerintah menetapkan prinsip pembelajaran dan asesmen.

Murwati Widiani menjelaskan tentang Alat Ukur Tujuan Pembelajaran (ATP). Mengawali materi, Murwati menyampaikan kisah Belenggu Gajah. Dikatakan, anak gajah yang sekian lama dibelenggu, kemudian suatu saat dilepas agar dapat merdeka atau bebas, kira-kira apa yang dilakukan gajah tersebut? Berlari atau tetap berada di sekitar tempat itu?

“Kita perlu meninggalkan beberapa hal terkait pembelajaran, misalnya membuat pembelajaran mengikuti buku dengan mengabaikan kebutuhan peserta didik, interaksi dengan peserta didik hanya memberikan dan menagih tugas, menggunakan hanya satu perspektif misalnya hanya melihat kemampuan kognitif peserta didik, tanpa melihat faktor lain seperti sosial emosi atau spiritual,” katanya.

Menurut Murwati, pembelajaran searah (memberikan pemaparan dalam bentuk ceramah dan instruksi tugas) tanpa adanya pendampingan dan pemberian umpan balik, proses belajar bertujuan tes atau ujian akhir serta pembelajaran dengan kegiatan yang sama dari tahun ke tahun dengan soal tes dan ujian yang sama.

“Pemerintah hanya menetapkan tujuan akhir per fase (CP) dan waktu tempuhnya (fase). Satuan pendidikan memiliki keleluasaan untuk menentukan strategi dan cara atau jalur untuk mencapainya. Agar bisa menentukan strategi yang sesuai, kita perlu tau titik awal keberangkatan para peserta didik,” kata Murwati.

Menurut Murwati, alur strategi yang dapat dilakukan untuk menyusun alur tujuan pembelajaran adalah memperhatikan kompetensi serta materi yang hendak dicapai pada CP tersebut, merumuskan tujuan pembelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi dan lingkup materinya, memastikan kompetensi utama yang termuat dalam CP tercapai.

CB Ismulyadi SS M.Hum (Penyelenggara Bimas Katolik) menyampaikan sambutan dan membuka kegiatan. Foto: Istimewa

Selain itu, mempertimbangkan beban jam pelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran agar selaras dengan beban JP pada mata pelajaran dan menyusun tujuan pembelajaran secara linear dari awal fase hingga akhir fase. Dalam menyusun alur, perhatikan kesesuaian tujuan pembelajaran terhadap kompleksitas dan perkembangan peserta didik.

Sedangkan Sri Prihartini Yulia memulai materi Modul Ajar Pendidikan Agama Katolik dengan pertanyaan, apa yang ingin Saudara ketahui tentang Modul Ajar?

Menurut Yulia, sementara ini  kita lebih sering menggunakan Taksonomi Bloom. Tetapi ada teori Tighe dan Wiggins yang dapat membantu untuk menyusun CP. Terkait dengan Modul Ajar, Yulia menjelaskan,  konsep Modul Ajar meliputi sejumlah alat atau sarana media, metode, petunjuk dan pedoman yang dirancang secara sistematis dan menarik, implementasi dari alur tujuan pembelajaran yang dikembangkan dari capaian pembelajaran dengan profil pelajar Pancasila sebagai sasaran, fase atau tahap perkembangan peserta didik, mempertimbangkan apa yang dipelajari dengan tujuan pembelajaran dan berbasis pada perkembangan jangka panjang dan perlunya guru memahami konsep mengenai modul ajar agar proses pembelajaran lebih menarik dan bermakna.

Tahap penyusunan Modul Ajar, contoh cuplikan Modul Ajar dan tindak lanjut yang bisa dilakukan sebagai pendalaman kegiatan tersebut. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *