Oleh: Dr KRMT Roy Suryo
beritabernas.com – Saya (sengaja) memilih diksi “membludak” bagaikan air bah untuk pilihan kata sangat banyak Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan). Sebab, sepanjang sejarah perkara di Indonesia, apalagi di MK, baru saat ini jumlah masyarakat/kelompok yang mengajukan diri sebagai Amicus Curiae sangat banyak. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa perkara yang sedang ditangani MK memang mendapat perhatian serius dan berpengaruh terhadap masyarakat.
Sampai dengan Rabu 17 April 2024 tercatat tak kurang dari 22 Amicus Curiae telah masuk Sekretariat MK. Amicus Curiae dari Brawijaya (Barisan Kebenaran Untuk Demokrasi), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, Organisasi Mahasiswa UGM-UNPAD-UNDIP-UNAIR, Megawati Soekarnoputri, Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI), Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN), Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), Stefanus Hendriyanto, Indonesian American Lawyers Association (Lia Sundah Suntoso dkk) dan Reza Indragiri Amriel.
Kemudian dari Pandji R Hadinoto, Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL), TOP Gun, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social Justice) LSJ Fakultas Hukum UGM, Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan, Burhan Saidi Chaniago, Gerakan Rakyat Menggugat,Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub sampai Habib Rizieq Shihab, Din Syamsudin, Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Martak dan Munarman semuanya telah mengajukan Amicus Curiae.
Membludaknya pengajuan Amicus Curiae ini sempat membuat Hakim MK keheranan dan menyatakan bahwa baru kali ini ada sebuah perkara yang sangat menyedot perhatian masyarakat. Jelas, karena apa yang akan diputuskan oleh MK pada 22 April 2024 akan sangat berpengaruh terhadap nasyarakat, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya 5 tahun ke depan tetapi bahkan mungkin berlanjut sampai puluhan tahun berikutnya bila modus semacam ini tidak diakhiri. Nepotisme dengan menabrak segala aturan dan merusak tata nilai etika, moral dan hukum akan semakin parah jika dibiarkan.
Inilah waktu yang tepat bagi para punggawa hukum di MK tersebut untuk membuktikan kejujuran dan kebenaran hakiki kepada masyarakat Indonesia. Karena keputusan yang akan dihasilkan benar-benar akan menjadi tonggak sejarah hukum di Indonesia laksana kalimat populer to be or not to be, that’s question.
Kalimat tersebut adalah solilokui terkenal dari drama “Hamlet” karya William Shakespeare, khususnya dari Adegan 1, Babak 3. Solilokui ini disampaikan oleh Pangeran Hamlet yang membahas tema-tema tentang kematian, bunuh diri dan dilema eksistensial antara penderitaan dalam hidup dan ketidakpastian apa yang ada setelah kematian. Jadi para Hakim MK memang bagaikan Hamlet dalam drama tersebut.
Di sisi lain mungkin saja ada kekhawatiran tekanan oleh pihak-pihak tertentu (bahkan “guyuran” dari tangan-tangan kotor) yang bisa mempengaruhi keputusan para “wakil Tuhan” di ranah MK tersebut namun kita tentu semua percaya bahwa kehidupan manusia tidak akan kekal di alam fana. Karena pertanggungan jawab setelah di alam baka justru yang akan dialami oleh para Hakim MK tersebut bilamana mereka nekad untuk melakukan hal-hal di luar etika, kejujuran, nurani dan kebenaran sesungguhnya. Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT tentu tidak sare dalam melihat apa-apa yang sedang terjadi saat ini.
BACA JUGA:
- Apa Itu Amicus Curiae?
- Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia Kirim Amicus Curiae kepada Mahkamah Konstitusi
Jadi selaku masyarakat yang menginginkan supremasi hukum kembali di Indonesia dan marwah Mahkamah Konstitusi bisa kembali setelah dirusak oleh perbuatan curang dan jahat yang sempat terjadi kemarin, tentu semua berharap ketok palu dari kawasan merdeka barat tersebut benar-benar bisa menyelamatkan Indonesia dan tidak semakin dalam terpuruk ke jurang kolusi dan nepotisme yang sudah terjadi.
Apa jadinya kata the Founding Fathers yang sudah memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi sejak tahun 1945 bahkan di era sebelumnya, kalau tahun 2024 dirusak oleh kelakuan segelintir oknum yang memperdaya rakyat dengan ulahnya.
Film dokumenter
Itulah yang saat ini juga sedang dikerjakan oleh APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia), karena selain sudah mengirimkan Amicus Curiae pada hari Selasa 16 April 2024, aliansi yang beranggotakan para pakar IT Independen, TPDI, Perekat Nusantara, IA-ITB, KAPPAK dan KIPP saat ini sedang merampungkan sebuah Film Edukasi-Dokumenter yang memotret Perjalanan Pemilu 2024 di Indonesia.
Sembari menyatakan salut kepada Film “Dirty Vote” yang diproduksi oleh sutradara Dandhy Dwi Laksono & sudah dirilis 11 Pebruari 2024 lalu, film yang menampilkan tiga pakar hukum tata negara Indonesia, Bivitri Susanti, Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar tersebut telah menunjukkan kepada masyarakat bagaimana mensrea sekaligus trik-trik jahat pelaksanaan Pemilu dan akhirnya memang terjadi.
Sedikit berbeda dengan “Dirty Vote”, film yang dibuat oleh APDI ini berupa edukasi-dikumenter yang mengajukan fakta sejarah yang tidak terbantahkan disertai dengan kajian Ilmiah Komprehensif dari pelaksanaan demokrasi Indonesia, khususnya pasca pelaksanaan Pemilu 2024 dan masih menunggu hasil putusan MK untuk memutuskan to be or not to be-nya tersebut. Jadi film terbaru ini bukan hanya berisi dokumentasi tetapi juga edukasi untuk bangsa ini ke depan agar kondisi yang terjadi saat ini Insyaa Allah tidak terulang lagi..
Dishooting di kawasan yang sangat asri di seputaran Tangerang Selatan yang pernah jadi kawasan candradimuka para Aktivis 1998, diiringi suara burung-burung alam dan belasan hewan sebagai makhluk hidup yag dikonservasi dengan baik, talent yang berperan di film ini saling mengisi dan melengkapi berdasar referensi dan background kepakaran dan pengalamannya masing-masing.
Dimulai dari saya, kemudian Dr Ir Leony Lidya MT, Erick S Paat SH MH, Petrus Selestinus SH, Paulet Stanly Jemmy Mokolensang SH, Ir Hairul Anas Suaidi, Ir Akhmad Syarbini, Akhmad Akhyar Muttaqin ST dan diakhiri Kaka Suminta, semua memaparkan dengan sangat komprehensif dan disertai bukti faktual. Masing-masing talent juga dengan santai namun tetap ilmiah memberikan analisis berbasis sains terhadap apa yang dikemukakan, karena film ini bukan fiksi tetapi fakta.
Tema khusus yang diangkat dimulai dari curang menuju kebohongan hingga kejahatan, MK ungkap fakta-fakta Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Kepala Negara, anomali Presiden, MK dan penyelenggara Pemilu 2024, integritas vs klaim Sirekap hanya pepesan kosong, detail Amicus Curiae APDI dan kecurangan vs integritas Pemilu.
Film ini dikemas secara filmogis dan sinematografis yang apik, dengan pengaturan lighting memenuhi kaidah standar broadcast (ada main light, side light, rim light bahkan fill-in light), Insyaa Allah film ini akan nyaman dipirsa dan ramah bagi indra kita. Ditake menggunakan sistem multi camera dipadukan inserting bukti-bukti dan fakta sesuai topik yang dibahas secara sistematis membuatnya kronologis dan terstruktur, meski bukan TSM sebagaimana perilaku kecurangan dan kejahatan Pemilu yang sudah terjadi.
Jadi, kita tunggu saja release resmi film dari APDI ini. Judul pasti silakan ditunggu saja saat diumumkan mulai tayang di social media, termasuk tentu saja YouTube sebagai platform utamanya. Bisa “Dirty Election” atau “Memang Curang” bahkan kata lain yang menggelitik, semua memang (sengaja) masih disimpan sebagai parodi dari data-data babon atau sumber data Pemilu yang sempat mau disembunyikan oleh KPU beberapa waktu lalu (sebelum KIP akhirnya memerintahkan agar data-data publik tersebut dibuka).
At last but not least, Amicus Curiae akan semakin membludak dan diharapkan penayangan dan dampak dari Film Edukasi-Dokumenter APDI ini juga akan meledak. Semoga. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen, termasuk salahsatu Talent di Film Edukasi-Dikumenter APDI)
There is no ads to display, Please add some