Aspek Sosial Praktik 5S Berdampak Langsung Terhadap Peningkatan Kinerja Keberlanjutan

beritabernas.com – Pengaruh aspek sosial praktik 5S memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keberlanjutan. Sementara aspek teknis tidak memiliki pengaruh langsung secara signifikan terhadap peningkatan kinerja keberlanjutan.

Meski demikian, melalui peranan mediasi koordinasi relasional dengan berbagai pemangku kepentingan, integrasi kedua aspek, baik sosial dan teknis, dalam praktik 5S memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keberlanjutan.

Dengan demikian, mekanisme sosial seperti koordinasi relasional merupakan variabel mediasi yang sangat penting dalam menjaga kesinambungan praktik 5S agar berkontribusi terhadap peningkatan kinerja keberlanjutan pada UKM manufaktur khususnya di Pulau Jawa Indonesia.

“Untuk meningkatkan nilai strategis dari model konseptual praktik 5S yang telah dicapai, perlu dilakukan pengembangan penelitian ke depan melalui berbagai pendekatan yang berbeda baik dari sisi metodologi penelitian yang lebih bersifat kualitatif longitudinal maupun ruang lingkup pengujian industri dalam skala geografis yang lebih luas dari sektor manufaktur dan jasa,” kata Nashrullah Setiawan ST MSc PhD, Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII, dalam jumpa pers secara daring melalui zoom, Selasa 11 Maret 2025.

Nashrullah Setiawan ST MSc PhD, Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII. Foto: tangkapan layar zoom

Hal itu disampaikan Nashrullah Setiawan terkait hasil penelitiaannya bertajuk The Relationship of Socio-Technical 5s Practices on Sustainability Performance Through Relational Coordination In Java Island Manufacturing SMES (Hubungan Sosio-Teknis Praktik 5S terhadap Kinerja Keberlanjutan melalui Koordinasi Relasional pada UKM Manufaktur di Pulau Jawa). Penelitian tersebut dilakukan untuk mendapatkan gelar Doktor di Faculty of Industrial and Manufacturing Technology and Engineering, Universiti Teknikal Malausia Melaka pada 27 Juni 2024.

Praktik 5S adalah Seiri (singkirkan barang yang tidak terpakai), Seiton (atur letak dan penyimpanan barang-barang), Seiso (bersihkan semua barang dan area kerja), Seiketsu (semua praktek kerja harus berjalan dengan konsisten dan terstandar) dan Shitsuke (memelihara dan meninjau hal-hal yang lebih terstandar secara berkala).

Menurut Nashrullah Setiawan yang didampingi Dr Drs Imam Djati Widodo M.Eng.Sc, Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UII, secara konseptual, praktik 5S cenderung dipahami sebagai pendekatan langkah prosedur yang lebih bersifat teknis operasional. Ketidakseimbangan antara sudut pandang aspek sosial dan teknis tersebut merupakan salah satu kesenjangan penelitian yang ditemukan oleh peneliti yang merepresentasikan hambatan untuk kesinambungan praktik 5S dalam jangka waktu panjang.

BACA JUGA:

Di samping itu, berdasarkan kajian lapangan pada UKM manufaktur diperoleh fakta bahwa praktik 5S seringkali diabaikan ketika karyawan di seluruh lini departemen kerja mengalami peningkatan beban kerja dan kompleksitas tugas. “Fenomena ini mengindikasikan bahwa praktik 5S belum menjadi prioritas sebagai dasar proses perbaikan operasi manufaktur secara berkelanjutan,” kata Nashrullah Setiawan.

Nashrullah Setiawan mengaku bahwa temuan tersebut juga menjadi gap penelitian dimana secara teknis seharusnya praktik 5S dapat berintegrasi dengan sistem manajemen standar seperti manajemen mutu (ISO 9001), manajemen lingkungan (ISO 14001), manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (ISO 18001) dan berbagai platform sistem manajemen lainnya.

Oleh karena itu, ia membangun hipotesis dalam bentuk model konseptual 5S yang mengintegrasikan antara aspek sosial dan teknis dalam praktik 5S sebagai upaya peningkatan kinerja keberlanjutan melalui mekanisme koordinasi relasional diantara para pemangku kepentingan yang terdiri dari pimpinan, karyawan, pemasok dan pelanggan.

Dr Drs Imam Djati Widodo M.Eng.Sc, Ketua Jurusan Teknik Industri FTI UII. Foto: tangkapan layar zoom

Konsep mediasi koordinasi relasional menitikberatkan pentingnya intensitas komunikasi dan kualitas hubungan diantara para pemangku kepentingan. Pengembangan model tersebut didasari oleh pemikiran teoritik yang komprehensif meliputi Socio-technical System Theory, Change Management Theory, Lean Management, Performance Measurement and Management dan Relational Coordination Theory.

Menurut Nashrullah Setiawan, peningkatan kinerja keberlanjutan (sustainability performance) menjadi salah satu parameter penting dalam memperkuat daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sektor manufaktur, khususnya di Pulau Jawa. Parameter tersebut menunjukkan adanya upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara capaian kinerja keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sosial.

Dalam kerangka pencapaian tujuan ini, banyak UKM yang mulai mengadopsi praktik 5S sebagai sebuah pendekatan yang telah terbukti efektif dalam memperbaiki efisiensi dan kualitas kerja. Namun demikian, dalam tinjauan kajian empiris, peranan faktor sosial seperti komitmen pimpinan, keterlibatan karyawan, dukungan pelatihan, sikap dan budaya kerja masih menjadi tantangan dalam penerapan praktik 5S secara berkesinambungan.

antangan tersebut dapat dilihat dalam bentuk resistensi social dalam lingkungan kerja akibat minimnya internalisasi nilai, sinergitas dan totalitas dukungan dari para pimpinan, karyawan serta pemangku kepentingan lainnya. (lip)



There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *