beritabernas.com – Ketua Yayasan Tunas Sejati Zuhartina SPd mengatakan, pendidikan pertama kali dimulai dari rumah, terciptanya kondisi yang kondusif, nyaman, komunikasi yang baik, perhatian dan kasih sayang antar keluarga, penanaman nilai moral, budi pekerti dan agama.
Hal ini dapat membentuk karakter anak-anak sejak dini dari keluarga, sehingga dapat membentengi diri dari pengaruh lingkungan yang mungkin akan menjerumuskannya ke dalam kondisi yang tidak aman. Untuk mendidik anak-anak remaja gen Z dan gen Alpha, orangtua tidak boleh dengan cara keras, tetapi dengan cara “tarik ulur seperti main layangan”.
Hal itu disampaikan Zuhartina SPd dalam acara Bincang-bincang di Podcast SSO (Susilawati Susmono Official) sebagai rangkaian kegiatan pameran Serat Holistik Kehidupan Susilawati Susmono bertajuk Hamemayu Hayuning Sarira di Gedung Saraswati Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta, pada Sabtu 2 Agustus 2025 sore.

Selain Zuhartina SPd, tampil sebagai narasumber di Podcast SSO (Susilawati Susmono Official) adalah Ki Nanang Rekto Wulanjaya SPd MSi (Anggota Pembina Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa) dan dr Risa Rianita (Kepala Galerry Susilawati Susmono Bangka) dengan moderator Ki Bambang Widodo SPd MPd (Pj Kepala Museum Serat Holistik Kehidupan Susilawati Susmono).
Dalam acara Bincang-bincang dengan tema Apakah Masih Halu? Dunia Terus Berjalan. Siapkanlah Dirimu yang membahas berbagai fenomena yang berkembang di era teknologi informasi dan digital, pengaruh lingkungan bagi dunia pendidikan dan perkembangan jiwa anak, Zuhartinah SPd mengatakan bahwa mendidik anak-anak masa kini tidak bisa dengan cara mengekang.
Karena ketika mereka ada kesempatan lepas, bisa dua kemungkinan terjadi, yaitu akan tidak terkontrol dan kemungkinan lain akan merasa minder karena kurang bergaul. Sedangkan di lingkungan pendidikan formal, dapat mengondisikan peserta didik belajar dengan baik untuk mengembangkan potensi kodratinya. Selanjutnya lingkungan masyarakat sekitar ikut mempengaruhi perkembangan anak, yaitu akal pikiran, hati, perasaan dan jiwa anak secara mental, spiritual dan perbuatan.
BACA JUGA:
- Yayasan Riyadhatul Ihsan Gelar Pameran Tunggal Serat Holistik Kehidupan Susilawati Susmono
- Merti Umbul, Salah Satu Cara Warga Padukuhan Wonorejo-Ponggo Bersyukur kepada Tuhan
- GKR Hemas: Kebaya Merupakan Warisan Sejarah dan Identitas Perempuan Nusantara
Sementara Ki Nanang Rekto Wulanjaya SPd MPd menggarisbawahi pendapat Zuhartina. Dikatakan, ketiga alam lingkungan yang mempengaruhi pendidikan anak atau Tri Pusat Pendididkan yang dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, pendiri Perguruan Tamansiswa, yaitu Lingkungan Keluarga, Perguruan (Sekolah), dan Masyarakat.
Menurut Cucu Ki Hadjar Dewantara ini, deep learning atau pembelajaran dalam kontek dimensi individu yang berkarya Memayu Hayuning Sarira bertumpu kepada Tri-Nga: Ngerti, Ngrasa, Nglakoni di mana orangtua atau guru aktif memberikan keteladanan, memberikan inspirasi, edukatif, inovatif, memerdekakan jiwa anak untuk menemukan makna pembelajaran penuh kasih sayang dan kelembutan keindahan budi, dalam atmosfer pembelajaran yang menyenangkan bagaikan taman indah asri.
Pendidikan yang berbudaya, mendorong anak membentuk lingkungan pergaulan yang produktif dan memberikan bagi mereka ruang kreasi yang diapresiasi secara positif dan bermakna
“Penyalahgunaan napza dapat membawa anak kepada lingkaran adiksi, salah satunya akibat dari respon psikologis pengasuhan yang menekan, kering dari kasih sayang dan kurangnya penerimaan diri, rendahnya tingkat apresiasi dari orangtua yang didapat anak dapat mendorong anak kepada perilaku tidak normatif salah satunya usaha mencoba penggunaan napza,kemudian meningkatkan penggunaanke arah adiksi hanya dapat dicegah melalui penguatan tripusat pendidikan dimana pemerintah, unit pendidikan dan keluarga sinergis menciptakan lingkungan,” kata Ki Nanang Rekto Wulanjaya yang juga Koordinator Pekerja Sosial bagi PPKS eks Psikotik Dinsos DIY.

Narasumber lainnya, dr Risa Rianita menginformasikan, Galery Susilawati menjadi tempat kegiatan pengabdian masyarakat, dengan melakukan terapi melalui karya-karya Susilawati Susmono, yaitu terapi qalbu sebagai alternatif sangat efektif untuk klien penyalahgunaan napza.
“Beberapa karya Susilawati Susmono, berupa tari dan lagu Kosongkan, puisi dan lagu memiliki kekuatan seni yg tinggi. Dari riset yg dilakukan tersebut, mereka tergugah untuk mengenal potensi diri yg selama ini tidak pernah dikenali dan digali. Angka kekambuhan yg rendah menggugah para terapist utk melakukan secara rutin,” kata dr Risa yang juga menjadi Pengurus GSB.
Ia berharap generasi muda penerus bangsa dapat memanfaatkan masa mudanya dengan memanfaatkan tekonologi informasi yang semakin canggih untuk membuat karya yang bernilai dan bermakna dan dapat menemukan jati diri, berjuang mengisdi kemerdekaan dengan hal-hal yang berharga dan rasa optimis demi mencapai Indonesia emas.
Acara bincang-bincang diakhiri pemberian doorprize kepada 4 orang penanggap di antaranya Ki Sutikno, mantan Dosen Ketamansiswaan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta. (lip)
There is no ads to display, Please add some