beritabernas.com – Dr Raden Stevanus Christian Handoko S.Kom MM, Anggota DPRD DIY, menyampaikan kritik tajam terhadap model bisnis platform digital seperti ojek online yang selama ini dibungkus dalam narasi sharing economy.
Menurut Dr Raden Stevanus, praktik yang terjadi justru semakin memperlebar ketimpangan sosial dan menempatkan para pekerja di posisi yang rentan secara hukum maupun ekonomi.
“Ini harus diuji bersama, apakah benar sharing economy atau justru predatory platform? Jangan sampai inovasi digital digunakan sebagai kedok eksploitasi terhadap para pekerja yang tidak dilindungi hukum,” kata Dr Raden Stevanus, Selasa 20 Mei 2025.
Dr Raden Stevanus mengatakan, status para driver ojek online yang disebut “mitra” menciptakan ruang abu-abu dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia.
BACA JUGA:
- Kedaulatan Ekonomi Digital di Genggaman QRIS, Dr Raden Stevanus: DIY jadi Lokomotif Nasional
- Dr Raden Stevanus: Wujudkan SDM Unggul Melalui Sekolah Rakyat Berbasis Digital
- Pemda DIY Raih WTP ke-15, Dr Raden Stevanus Dorong Inovasi Digital Demi Transparansi dan Kinerja Pemerintah yang Lebih Prima
“Istilah ‘mitra’ yang digunakan oleh platform digital adalah bentuk kemitraan semu (false partnership). Dalam hukum ketenagakerjaan, kemitraan sejati seharusnya menyiratkan kesetaraan posisi tawar, otonomi dan pembagian risiko yang adil,” ujar Dr Raden Stevanus
Namun, dalam kenyataannya, para driver tidak memiliki kuasa menentukan tarif, tidak bisa menawar kontrak dan tunduk pada sistem rating serta suspend akun sepihak. Ini adalah subordinasi digital yang disamarkan.
Ia menyebutkan bahwa ketiadaan kepastian hukum ini mencerminkan kelambanan negara dalam merespons perubahan struktur tenaga kerja di era digital. “Fenomena pekerja platform seperti driver ojol telah menciptakan kelas pekerja baru yang disebut precariat, yaitu pekerja dengan tingkat ketidakpastian tinggi,” ujar Dr Raden Stevanus.
Dikatakan, ini merupakan bentuk deregulasi terselubung. Kita melihat munculnya pasar kerja fleksibel tanpa perlindungan. “Negara seperti memberi ruang pada pasar untuk mengatur nasib pekerja sendiri. Ini harus dihentikan,” kata Dr Raden Stevanus.
Menurut Stevanus, kita menghadapi praktik penghindaran tanggung jawab hukum yang sistematis. Platform digital ingin menikmati keuntungan seperti perusahaan, tetapi menolak kewajiban sebagai pemberi kerja. Ini bukan hanya pelanggaran etika bisnis, tetapi celah hukum yang harus segera ditutup oleh regulasi negara.
Raden Stevanus mengingatkan bahwa perlu adanya Revisi UU Ketenagakerjaan dan UU terkait dengan business model sharing economy. “Kita perlu Undang-Undang yang adaptif dengan zaman. Bukan hanya untuk melindungi pekerja, tapi juga untuk menciptakan kepastian hukum, menciptakan keadilan dalam pertumbuhan ekonomi digital,” kata politisi muda DIY dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini. (lip)
There is no ads to display, Please add some