Darurat Kekerasan dalam Dunia Pendidikan

Oleh: Rahma Hairunnisa Regita Putri

beritabernas.com – Kekerasan dalam dunia pendidikan telah menjadi isu serius yang terus mengancam kesehatan mental dan kesejahteraan siswa di Indonesia. Dalam lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman untuk belajar dan tumbuh kembangnya anak, berbagai bentuk kekerasan, termasuk bullying, kekerasan seksua, dan kekerasan mental, terus merusak pengalaman belajar anak-anak kita.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristekdikti (2024), lebih dari 60% siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami atau menyaksikan kekerasan di sekolah. Realitas ini menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang bagaimana lingkungan pendidikan dapat mendukung pengembangan anak yang sehat dan berprestasi.

Dalam artikel ini, penulis akan mengupas lebih dalam mengenai masing-masing bentuk kekerasan tersebut, dampaknya dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi masalah ini dengan serius dan komprehensif.

Bullying: Ancaman yang Mengintai

Bullying sebagai tindakan intimidasi atau pelecehan yang dilakukan secara berulang terhadap individu atau kelompok telah menjadi salah satu masalah paling mencolok di dunia pendidikan. Bentuk bullying dapat bervariasi, termasuk tindakan fisik seperti pukulan dan dorongan, perilaku verbal seperti penghinaan dan ejekan serta bentuk sosial seperti pengucilan dan pencemaran nama baik.

Menurut riset yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2020, sekitar 30% siswa di Indonesia mengalami bullying di sekolah, dengan mayoritas dari mereka adalah siswa yang dianggap berbeda atau tidak sesuai dengan norma kelompok.

BACA JUGA:

Dampak bullying tidak hanya merugikan secara fisik, tetapi juga memiliki konsekuensi yang sangat serius terhadap kesehatan mental korban. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Adolescent Health menunjukkan bahwa siswa yang menjadi korban bullying berisiko lebih tinggi mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan dan bahkan niat bunuh diri.

Dalam jangka panjang, pengalaman bullying dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang lebih serius, mengganggu perkembangan sosial dan akademik siswa. Korban bullying sering kali merasa terisolasi, tidak berdaya dan kehilangan kepercayaan diri, yang pada gilirannya dapat menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan teman-teman dan partisipasi aktif dalam kegiatan sekolah.

Oleh karena itu, tindakan pencegahan dan intervensi yang tepat sangat penting untuk melindungi siswa dari pengalaman traumatis ini.

Kekerasan Seksual: Krisis yang Terabaikan

Kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah isu yang sangat mendesak dan sering kali terabaikan. Menurut laporan dari Komnas Perempuan tahun 2021, sebanyak 60% perempuan yang mengalami kekerasan seksual melaporkan bahwa kejadian tersebut terjadi di lingkungan pendidikan.

Kasus-kasus pelecehan seksual sering kali sulit diungkapkan dan mendapatkan perhatian yang layak, menyebabkan banyak korban merasa terjebak dalam kesedihan dan ketidakberdayaan. Kekerasan seksual di sekolah tidak hanya mencakup tindakan pelecehan fisik, tetapi juga komentar dan perilaku seksual yang tidak pantas yang dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi siswa.

Dampak dari kekerasan seksual sangat mendalam dan dapat mempengaruhi kesehatan mental korban secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Pulih menunjukkan bahwa lebih dari 70% korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mengalami trauma psikologis yang mendalam, termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Korban kekerasan seksual sering kali merasa malu, terasing dan takut untuk berbicara tentang pengalaman mereka, yang dapat memperburuk kondisi mental mereka. Mereka juga sering mengalami kesulitan dalam konsentrasi dan belajar, yang berujung pada penurunan prestasi akademik. Lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk tumbuh dan belajar justru menjadi sumber trauma yang dapat memiliki dampak jangka panjang pada kehidupan mereka.

Kekerasan Mental: Menghancurkan Tanpa Terlihat

Kekerasan mental, meskipun tidak selalu terlihat dan dapat diukur, memiliki dampak yang sama besarnya terhadap kesehatan mental siswa. Bentuk kekerasan ini termasuk penghinaan, pengabaian dan manipulasi emosional yang dapat merusak rasa harga diri dan kepercayaan diri siswa.

Menurut penelitian dari Universitas Indonesia, sekitar 40% siswa melaporkan mengalami kekerasan mental di sekolah, yang sering kali tidak diakui sebagai bentuk kekerasan. Kekerasan mental dapat dilakukan oleh teman sebaya, guru, atau bahkan orang tua, dan sering kali diabaikan atau dianggap sepele oleh orang dewasa.

Dampak dari kekerasan mental dapat merusak harga diri dan kepercayaan diri siswa secara permanen. Mereka mungkin merasa terasing, tidak berdaya, dan kehilangan motivasi untuk belajar. Dalam jangka panjang, kekerasan mental dapat menyebabkan masalah kesehatan mental yang serius, termasuk depresi dan gangguan kecemasan.

BACA JUGA BERITA LAINNYA:

Penelitian yang diterbitkan dalam Child Abuse & Neglect menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami kekerasan mental berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan masalah psikologis di kemudian hari. Kesadaran akan dampak jangka panjang dari kekerasan mental sangat penting untuk membantu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi semua siswa.

Menghadapi darurat kekerasan dalam pendidikan diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Pertama, penting untuk meningkatkan kesadaran tentang isu ini melalui edukasi di sekolah. Program-program anti-bullying, pendidikan seksual yang komprehensif dan pelatihan tentang kesehatan mental harus diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk membantu siswa memahami dan mengenali kekerasan dalam berbagai bentuknya. Keterlibatan orangtua dalam program pendidikan juga sangat penting untuk menciptakan dukungan yang kuat bagi siswa.

Kedua, sekolah dan universitas perlu menyediakan layanan konseling yang memadai bagi siswa yang menjadi korban kekerasan. Dukungan psikologis dan sosial sangat penting untuk membantu mereka mengatasi trauma dan memulihkan diri. Peningkatan kapasitas tenaga pendidik dalam mengenali tanda-tanda kekerasan dan memberikan dukungan emosional kepada siswa juga harus menjadi prioritas.

Ketiga, pemerintah dan lembaga pendidikan harus lebih tegas dalam menangani pelanggaran dan menyediakan saluran pelaporan yang aman bagi korban. Penegakan hukum yang kuat terhadap pelaku kekerasan, serta pembentukan kebijakan yang mendukung perlindungan siswa, sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Selain itu, penting untuk melibatkan masyarakat luas dalam menciptakan kesadaran dan dukungan terhadap upaya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan.

Kekerasan dalam dunia pendidikan, termasuk bullying, kekerasan seksual dan kekerasan mental adalah masalah serius yang perlu ditangani dengan segera. Semua pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga orang tua dan siswa, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung.

Melalui tindakan kolektif dan kesadaran bersama, kita dapat mengatasi darurat kekerasan ini dan melindungi generasi muda Indonesia agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tanpa takut akan kekerasan yang dapat menghancurkan masa depan mereka. (Rahma Hairunnisa Regita Putri, Mahasiswa Universitas Cendekia Mitra Indonesia Yogyakarta)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *