beritabernas.com – Secara keseluruhan fraud atau kecurangan/penipuan yang terjadi di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) hampir pasti melibatkan orang dalam. Bahkan hampir semua atau sekitar 99 persen kecurangan atau penipuan melibatkan orang dalam, baik karena peraturan yang tidak jelas, penerapan aturan yang tidak konsisten dan pengawasan yang lemah.
Karena itu, perlu dilakukan pencegahan fraud atau kecurangan/penipuan di LKM dengan memahami jenis-jenis kejahatan. Karena pencegahan jauh lebih murah daripada mengobatinya. Pencegahan dilakukan untuk menjaga reputasi lembaga tersebut. Sebab, sekali lembaga keuangan bermasalah maka akan merambat ke yang lain dan masyarakat tak akan percaya lagi.
Hal itu disampaikan Edi Setijawan, Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus dan Pengendalian Kualitas Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, dalam acara sosialisasi Memahami dan Mencegah Fraud dan Tindak Pidana pada Lembaga Keuangan Mikro dan Pergadaian di Ruang Indraprastha Lantai 5 Kantor OJK DIY Jalan Jenderal Sudirman Yogyakarta, Kamis 10 Juli 2025.
Menurut Edi Setijawan, apa pun bentuk atau jenis kejahatan di LKM pasti akibat kelemahan tata kelola. Jadi, tidak ada kejahatan di sektor jasa keuangan yang hanya melibatkan orang luar tapi pasti melibatkan orang dalam, bahkan mungkin 99 persen fraud melibatkan orang dalam.

Karena itu, menurut Edi Setijawan, para pengelola, baik pengurus maupun pegawai, perlu menjaga kepercayaan masyarakat. Sebab, sekali kepercayaan hilang maka masyarakat tidak akan menggunakan jasanya.
Deddy Herlambang, Kepala Divisi Pemeriksaan Khusus PVML OJK, juga membenarkan bahwa hampir semua fraud di LKM melibatkan orang dalam, mulai dari direksi, pengawas hingga pegawai.
Menurut Deddy Herlambang, fraud adalah setiap tindakan yang disengaja atau penghilangan yang dirancang untuk mengelabui pihak lain, yang mengakibatkan korban menderita kerugian dan/atau pelaku meraih keuntungan. Dengan demikian, fraud tidak mungkin hanya dilakukan orang luas tapi bisa dipastikan melibatkan orang dalam.
Dikatakan, fraud terjadi karena kurangnya pengendalian internal, adanya penyalahgunaan wewenang, kelemahan akses informasi, tidak ada mekanisme audit dan sikap apatis. Selain itu, fraud juga bisa terjadi karena tekanan keuangan, tekanan pekerjaan dan kebiasaan buruk.
“Alasan melakukan fraud antara lain, misalnya, hanya dipinjam sementara dan akan dikembalikan. Bisa juga karena ketidakpuasan dalam bekerja, misalnya gaji dan beban kerja tidak sesuai serta tidak mengerti atau tidak peduli atas konsekuensi tindakan,” kata Deddy Herlambang dalam sesi pertama sosialisasi.
BACA JUGA:
- Perkuat Tata Kelola dan Karakteristik Keuangan Syariah, OJK Kukuhkan KPKS
- Mulai 31 Juli 2025, Penyelenggara Pindar Wajib Masuk ke Sistem Layanan Informasi Keuangan
- 150 Lebih Pelaku Bisnis Ikuti Innovation Festival 2025 UII
Dedy memberi contoh fraud atau kecurangan/kejahatan di Lembaga Keuangan Mikro. Pertama, dalam hal pendanaan. Dalam hal ini penghimpunan dana dari pihak ketiga tidak dicatat dalam pembukuan. Selain itu, penggelapan dana pihak ketiga/debitur, pencairan/penarikan simpanan tanpa seizin nasabah dan pemberian pelayanan kepada nasabah yang tidak sesuai dengan sop LKM.
Kedua, pembiayaan. Dalam hal ini terjadi manipulasi dokumen pengajuan pembiayaan, pinjaman/ pembiayaan fiktif dan topengan, penggunaan dana pembiayaan tidak sesuai peruntukan, penyalahgunaan atau pelampauan wewenang, penggelapan, rekayasa penerimaan angsuran, tabungan, deposito.
Ketiga, penggunaan data orang lain. Dalam hal ini, terjadi penjualan/pertukaran data nasabah dan menggunakan data nasabah lain untuk mengajukan pinjaman. Keempat, penyajian laporan. Dalam hal ini fraud terjadi dengan rekayasa atau manipulasi laporan keuangan (window dressing), penyembunyian dan/atau pengaburan fakta material, pemalsuan laporan/dokumen pihak ketiga dan penyajian data tidak benar kepada kreditur.
Keempat, pengelolaan aset. Fraud terjadi dalam pengelolaan aset dengan cara penggelapan kas dan aset lainnya, pencurian kas dan aset lainnya, penyalahgunaan aset operasional, penempatan investasi yang tidak sesuai SOP dan marckup biaya atau pencatatan biaya fiktif.
Untuk mengendalikan atau mencegah fraud, menurut Deddy Herlambang, manajemen perlu aktif melakukan pengawasan, melakukan pengendalian dan pemantauan, pengendalian organisasi dan pertanggungjawaban, melakukan edukasi dan pelatihan.

Selain itu, melakukan pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan dan sanksi serta pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut.
Tindak pidana
Sementara berdasarkan ruang lingkup tindak pidana LKM yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang LKM sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yaitu Pasal 34 sampai dengan Pasal 38B, pertama, tindak pidana LKM berkaitan dengan perizinan, dalam hal ini sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kedua, tindak pidana LKM berkaitan dengan kerahasiaan. Dalam hal ini LKM sebagai lembaga kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang berada pada LKM.
Ketiga, tindak pidana LKM berkaitan dengan kegiatan usaha, misalnya membuat pencatatan palsu, menghilangkan atau tidak memasukkan, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan adanya pencatatan dalam pembukuan atau laporan kegiatan usaha, laporan keuangan atau rekening, meminta atau menerima suatu imbalan baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya yang memperoleh fasilitas dari LKM.
Keempat, tindak pidana LKM berkaitan dengan ketaatan terhadap ketentuan, khususnya ketentuan Pasal 37 ayat (2) huruf b UU LKM 1/2013 tentang prinsip kehati-hatian. (lip)
There is no ads to display, Please add some