Oleh: Saiful Huda Ems
beritabernas.com – Kegaduhan yang terjadi pada bangsa ini tidak akan pernah berhenti, selama Jokowi masih terus menerus secara brutal menginjak-injak etika dan moral hukum, yang berlaku dan dijunjung tinggi oleh bangsa ini.
Karenanya ungkapan, negoro arep diuntal dewe (negara mau ditelan sendiri) itu semakin populer di kalangan masyarakat Jawa yang intens mencermati prilaku politik Jokowi.
Bagaimana tidak, semenjak menjadi Presiden sampai tidak lagi menjadi presiden, Jokowi masih saja selalu turut campur dalam persoalan politik di Tanah Air, bahkan dalam level Pilkada sekalipun.
Tindakan Jokowi seperti ini memang tidak melanggar Undang-Undang, akan tetapi jelas melanggar etika dan moral hukum serta menginjak-injak tatanan negara dan demokrasi. Kenapa demikian? Karena putra Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka, saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden.
Keterkaitan hubungan darah antara Jokowi dan Wapres Gibran ini serta tindakannya ikut campur dalam kontestasi Pilkada, sangat berpotensi terjadinya abuse of power. Orang-orang mungkin masih belum sadar akan hal itu, namun filosofi Jawa: becik ketitik olo ketoro (perbuatan baik akan terlihat, perbuatan buruk akan ketahuan) pasti suatu ketika akan disadarinya.
BACA JUGA TULISAN LAINNYA:
Sebagai politisi yang lahir dari Jawa, Jokowi pun seharusnya mengerti dan mengingat filosofi Jawa: Ngunduh wohing pakarti (setiap orang akan mendapat akibat dari perbuatannya sendiri), atau Melik nggendong lali (mengambil sesuatu yang bukan miliknya karena kelekatan dengan sesuatu yang disenanginya). Atau juga Eling lan waspada (sadar dan waspada itu kunci kebijaksanaan) dan lain-lain.
Namun Jokowi tetaplah Jokowi, yang tidak pernah merasa kenyang mendapatkan harta dan kekuasaan. Maka yang terjadi, sekarang di daerah Jawa, dengan ambisi kekuasaan Jokowi yang begitu besar, muncul ungkapan baru: Jokowi ora Njawani.
Jadi Jokowi ini lali karo sangan paraning dumadi alias lupa pada asal usul keberadaannya, dan darimana dia berasal, “seperti kacang lupa pada kulitnya”.Tindakan lupa dengan ucapan dari mulutnya yang pagi kacang ijo sore es campur. Subuh makan singkong, maghrib makan timah, emas, perak, nikel dan lain-lain.
Jadi baru pada konteks kebijaksanaan leluhur saja begitu banyak yang dilanggar oleh Jokowi, apalagi kalau menggunakan ajaran agama dan tuntunan budi pekerti, pokok’e jeblok kabeh!!!
Sekarang ini masalahnya sudah jauh lebih besar dari pada sekadar Pilkada. Ini gelombang kerusakan demokrasi bangsa dan kerusakan negara hukum, yang pada akhirnya ini semua adalah kerusakan tatanan tentang kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ada 3 alasan mengapa Jokowi begitu percaya diri dengan endorsement terhadap calon-calon dalam Pilkada. Pertama, ambisi kekuasaan. Gibran jadi Wapres ternyata belum cukup. Kedua, memegang hukum. Polisi yang semula untuk Merah Putih, telah didowngrade hanya menjadi alat politik Jokowi.
Ini implikasinya akan sangat luas. Sebab sejarah peradaban manusia mengajarkan, bahwa hakekat manusia itu akan menolak penjajahan dan penindasan. “Jangankan sebuah bangsa, cacing yang diinjak-injak pun, akan kluget-kluget melakukan perlawanan,”ujar Bung Karno.
Ketiga, dengan memegang hukum, Jokowi mengendalikan logistik. Maka tak heran Dr Sukidi menggambarkan karakter “Hitler Jawa” dan “Pinokio Jawa”.
Dengan memperhatikan perangai politik Jokowi yang semakin brutal dan bar-bar mengacak-acak tatanan hukum dan etika demokrasi seperti itu, saya pikir sebagai rakyat kita harus memiliki ketegasan moral untuk menghentikannya.
Dengan cara apa? Ya dengan cara tidak mendukung apalagi memilih orang-orang yang didukungnya dalam Kontestasi PilkadaA 2024. Pilih Pramono Anung-Rano Karno untuk Jakarta, pilih Andika Perkasa-Hendi untuk Jawa Tengah dan pilih Bu Risma-Gus Hans untuk Jawa Timur serta pilih Edy Rahmayadi-Hasan untuk Sumatera Utara.
Rontokkan semua calon Gubernur, Walikota atau Bupati yang didukung Jokowi dimana pun berada. Ini bukan sekadar soal Pilkada melainkan soal perebutan kembali kedaulatan rakyat yang telah dirampas oleh Jokowi. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Petarung Politik)
There is no ads to display, Please add some