beritabernas.com – Pada Rabu 18 September 2024, terjadi gempabumi berskala 5,0 (4,9) di wilayah Bandung dengan kedalaman 10 kilomoter. Dari persitiwa itu, Prof Ir H Sarwidi MSCE Ph, IP-U ASEAN Eng, Guru besar senior bidang rekayasa kegempaan bangunan tahan gempa UII yang juga Pengarah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) RI, menyebut ada pelajaran berharga dari peristiwa tersebut.
Menurut Prof Sarwidi, dari data sementara yang diperoleh di lapangan, gempabumi yang terjadi di daratan dengan sumber yang dangkal tersebut telah menyebabkan beberapa bangunan rusak ringan, rusak sedang dan rusak berat hingga roboh.
Prof Sarwidi mengatakan, dari hasil studi dan tinjauan lapangan di wilayah kerusakan gempabumi yang diperolehnya sejak tahun 1998, ada tiga istilah yang terkait dengan konsep bangunan yang telah mengakomodasi guncangan gempa.
Pertama, bangunan tahan gempa, yakni bangunan yang elemen struktur dan non strukturnya sudah diperhitungkan terhadap guncangan gempa maksimum di wilayah tersebut. Bangunan semacam ini banyak disebut sebagai bangunan yang memenuhi syarat minimal.
Kedua, bangunan aman gempa yakni bangunan yang bukan hanya elemen struktur dan non-struktur yang dipertimbangkan, tetapi segala yang menempel pun pada bangunan juga sudah diperhitungkan terhadap guncangan gempa maksimum di wilayah tersebut.
Ketiga, bangunan dan lingkungan ramah gempa yakni bangunan yang ideal, yang tidak hanya elemen struktur, non-struktur, dan segala yang menempel pada bangunan yang sudah diperhitungkan terhadap guncangan gempa maksimum di wilayah tersebut, tetapi akses jalan penghuni dan lingkungan yang ada di luar atau di sekitar gedung, seperti pagar, tiang, dan menara, di sekitar gedung pun sudah diperhitungkan ketahanannya.
Pada konsep bangunan tahan gempa, analisis ketahanan bangunan terhadap gempa lebih diberikan pada elemen struktur sebagai sistem penahan utama bangunan. Pada bangunan teknis bersistem rangka, elemen struktur meliputi rangkaian fondasi, kolom, balok, dan pelat lantai. Pada bangunan rumah non-teknis dan semi-teknis tembokan, elemen strukturnya adalah rangka pengekang dan dinding tembok. Pada konsep bangunan aman gempa, maka semua bagian di dalam bangunan harus diperhitungkan untuk melindungi penghuni di dalam gedung.
Pada konsep bangunan dan lingkungan ramah gempa, tidak hanya bangunan atau rumah yang sudah mengakomodasi keamanan gempa, tetapi akses jalan dan benda-benda yang berada di sekitarnya bangunan pun sudah diperhitungkan bagi keselamatan penghuni saat evakuasi sampai berada di luar bangunan.
Pelajaran yang diperoleh
Dengan ukuran gempa dan sumber gempa yang dangkal tersebut diperkirakan intensitas guncangan dapat mencapai maksimum IV- V MMI (Modified Mercalli Intensity). Pada intensitas guncangan V MMI, getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti.
Dari dokumentasi visual yang sudah diperoleh, dapat diklasifikasikan bangunan rumah yang roboh total atau roboh dindingnya, dari situ dapat diindikasikan bahwa bangunan tersebut tidak mengakomodasi konsep bangunan tahan gempa.
Selain itu, terdapat beberapa bangunan yang gentingnya jatuh dan plesterannya lepas. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun bangunan masih dapat menahan gempa tersebut, namun dapat membahayakan penghuni bangunan apabila tertimpa genting yang jatuh dan pelesteran yang lepas. Dengan demikian, bangunan tersebut belum mengakomodasi konsep bangunan aman gempa.
Apabila ditemukan tiang, pagar, atau menara di sekeliling bangunan yang roboh, maka lengkungan tersebut belum mengakomodasi konsep lingkungan yang ramah gempa.
BACA JUGA:
- Refleksi 18 Tahun Gempa Bumi 27 Mei 2006, Prof Sarwidi: Banyak Pelajaran yang Berharga
- SIMUTAGA, Karya Inovasi yang Dikembangkan oleh Prof Sarwidi Selama Lebih dari 25 Tahun
Dari dokumentasi yang diperoleh, telah terjadi kerusakan bangunan, yang menunjukkan bahwa seharusnya pada intensitas guncangan IV-V itu bangunan belum ada yang rusak apabila bangunan sudah mengadopsi konsep bangunan tahan gempa. Semua bangunan yang berada di wilayah yang terancam gempa seharusnya dibangun dengan standar bangunan tahan gempa. Bangunan rumah non-teknis tembokan yang dibangun dengan konsep tahan gempa dari uji matematis, uji laboratorium, dan indikasi di lapangan dapat menahan guncangan gempa hingga VIII-IX MMI, bahkan lebih apabila dikehendaki.
Langkah ke Depan Secara Nasional
Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah merupakan wilayah yang rawan akan ancaman guncangan gempa bumi. Mendekati 90% an penduduk Indonesia menetap dan pengunjung wilayah yang rawan gempa tersebut. Padahal, hampir setiap tahun terjadi bencana gempa di Indonesia.
Selama ini, bencana gempa di luar wilayah pesisir hingga pedalaman umumnya disebabkan oleh dominasi kegagalan bangunan rumah masyarakat. Dari pengamatan, kesadaran masyarakat umum sebagai pemilik rumah tentang potensi bencana gempa yang dapat terjadi sewaktu-waktu secara mendadak di wilayah-wilayah rawan gempa harus ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Bersama dengan masyarakat umum, masyarakat konstruksi selaku perencana dan pelaksana pembangunan rumah masyarakat di wilayah rawan gempa perlu pula ditingkatkan kesadarannya akan potensi gempa di wilayah kerjanya. Dengan demikian, kesadaran mereka akan potensi gempa di wilayah kerjanya akan tumbuh untuk dasar kesadarannya tentang sangat pentingnya membangun bangunan yang berkonsep aman gempa. Demikian juga, mereka perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang risiko yang dihadapi apabila tidak mempunyai pengetahuan dan melaksanakan konsep tersebut.
Wilayah Jawa Barat mempunyai potensi kegempaan yang tinggi, baik disebabkan oleh sumber megathrust di lepas pantai maupun dari sumber sesar-sesar gempa di darat. Dalam pendekatan terkini, antisipasi bencana adalah menggunakan cara penanggulangan bencana yang terukur, yaitu menggunakan pendekatan pengurangan risiko bencana (PRB).
Dalam upaya PRB, antar unsur penta-helix (lima unsur: pemerintah, masyarakat, dunia/pelaku usaha, media massa, dan akademisi) harus bersinergi untuk mempercepat mendapatkan hasil yang maksimum. Pemerintah menjadi penanggung jawab utama penanggulangan bencana disertai dengan dukungan penuh dari unsur-unsur penta-helix lainnya, karena dampak bencana akan dirasakan oleh semua unsur. Dengan demikian, upaya penanggulangan bencana menjadi kewajiban bersama pula.
Gubernur Jawa Barat baru saja membuat surat edaran Nomor : 128/PB.01.03/BPBD tanggal 2 September 2024 Tentang Meningkatkan Kewaspadaan Dan Kesiapsiagaan Gempa Bumi Megathrust Selat Sunda. Surat edaran tersebut langsung mendapatkan respons dari unsur masyarakat, akademisi, dan dunia usaha yang ingin melakukan kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam program “WISATA EDUKASI KEGEMPAAN & KEBENCANAAN (WEGB)”. Kegiatan WEGB di wilayah Jawa Barat dipusatkan di Wahana Wisata Kampung Batu Malakasari (KBM), Baleendah, Bandung, selaku elemen dari pelaku usaha. Dalam melakukan WEGB, KBM bekerja sama dengan
Komunitas Museum Gempa Prof Dr Sarwidi (MUGESA), selaku unsur masyarakat dan unsur akademisi. Semoga kerja sama dalam upaya antisipasi bencana tersebut dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat luas, atas dukungan dari pemerintah dan unsur-unsur penta-helix lainnya.
“Semoga situasi dan kondisi di wilayah kerusakan gempa cepat terkendali dan segera kondusif lagi,” kata Prof Sarwidi dalam rilis yang diterima beritabernas.com, Rabu 18 September 2024. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some