Oleh: Chandra Landomari, Mahasiswa UWM, Presidium Pendidikan dan Kaderisasi PMKRI Cabang Yogyakarta
beritabernas.com – Indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, budaya dan agama yang menjadikannya sebagai negara yang majemuk. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang menjadi landasan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyatukan.
Sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila menjadi landasan pokok dan fundamental bagi penyelenggara negara (Handayani, PA & Dewi DA (2021).
Dalam kehidupan sehari-hari, tentu saja sebagai warga negara Indonesia paham akan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang dapat dilihat dalam lima sila, lambang Garuda dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terpampang jelas dalam bingkai Pancasila sebagai dasar negara. Namun, sering terjadi berbagai polemik yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang disebabkan oleh tindakan para oknum yang intoleransi di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti dan nilai filosofinya menjadi dasar persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” bukan hanya sekedar tulisan yang menghiasi dan melengkapi lukisan burung Garuda Pancasila, namun semboyan ini mengandung makna bagaimana persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di tengah keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa serta perbedaan lainnya.
Pertanyaannya adalah apakah ideologi Pancasila sudah dijalankan dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap warga negara (pemerintah maupun masyarakat)? Tentu saja jawabannya adalah belum.
Kenapa belum? Problematika bangsa hari ini tidak terlepas dari diabaikannya nilai-nilai Pancasila mulai dari sila pertama hingga sila kelima oleh pihak penegak hukum (pemerintah) dan pihak pelaksana hukum (warga negara) itu sendiri.
BACA JUGA:
- PMKRI Yogyakarta Desak Presiden Prabowo Cabut Izin Usaha Pertambangan di Raja Ampat
- PP PMKRI Berkolaborasi dengan Perusahaan yang Fokus pada Pengembangan Digitalisasi
- PP PMKRI Desak Pemerintah Evaluasi Total Program Makan Bergizi Gratis
Hal ini bukan persoalan baru terjadi hari ini atau kemarin di negara ini, namun selalu bahkan akan selalu terjadi jika tidak didalami dan dipahami secara baik oleh setiap warga negara akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Kasus intoleransi yang terjadi di berbagai wilayah bukan hal baru terjadi di negara ini. Kejadian atau tindakan intoleransi sudah menjadi-jadi bahkan menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan bangsa saat ini. Sikap atau tindakan intoleransi yang merupakan ketidakmampuan masyarakat untuk menerima perbedaan dan menghargai keyakinan, pandangan atau kebiasaan orang lain yang berbeda dari diri sendiri atau kelompok tertentu. Karena itu, tindakan intoleran ini tidak boleh dibiarkan atau dipelihara oleh negara karena dapat menimbulkan perpecahan dan konflik yang terus terjadi dalam kelompok masyarakat.
Kasus intoleransi yang terjadi di Padang pada 27 Juli 2025 dan yang terjadi di Desa Tangkil, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat pada 25 Juni 2025 serta kasus-kasus intoleran yang terjadi sebelumnya merupakan contoh ketidakpahaman sebagian masyarakat akan nilai-nilai Pancasila dan makna Bhineka Tunggal Ika. Tindakan intoleran ini memang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang kadang melakukan tindakan tersebut tanpa alasan yang jelas. Yang sangat penting untuk dijadikan evaluasi adalah proses penyelesaian yang kurang diperhatikan oleh negara.
Dari dua contoh kasus intoleran di atas, tindakan atau langkah hukum yang diambil negara belum tegas bagi para oknum yang melakukan tindakan tersebut. Tindakan intoleransi mencederai ideologi bangsa. Karena itu, tanggung jawab dan kewenangan negara harus benar-benar tampak muncul ke permukaan untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindakan intoleran di negara ini.
Dengan penegakkan hukum yang baik dan memberikan efek jera bahkan memberikan trauma bagi pelaku diharapkan mampu memberikan efek jera bagi masyarakat untuk tidak melakukan tindakan intoleran di berbagai wilayah di Indonesia.
Kasus yang sama selalu terjadi dengan motif atau alasan yang sama yaitu miskomunikasi sebagaimana disampaikan Wali Kota Padang seperti dilansir BBC News Indonesia terkait kasus intoleran di Padang. “Tadi saya sudah mendengarkan dari kedua belah pihak dan mereka sudah menyampaikan kronologi kenapa ini bisa terjadi. Kesimpulannya ini karena adanya miskomunikasi. Miskomunikasi yang di maksud adalah adanya keramaian di rumah doa tersebut. Kemudian pihak RW juga tidak mendapatkan informasi menyeluruh sehingga terjadi insiden tersebut,” kata Wali Kota Padang seperti dikutip media tersebut.
Sangat disayangkan bahwa kasus intoleransi seringkali dijustifikasi sebagai akibat dari miskomunikasi, sehingga penegakan hukum tidak dijalankan secara efektif dan terselesaikan sesuai hukum yang berlaku. Kegiatan keagamaan yang seharusnya dipahami dan dihormati oleh semua pihak, bukan tindakan main hakim sendiri dengan merusak fasilitas yang ada. Tindakan ini tidak dapat dibenarkan dan dapat menimbulkan trauma sosial bagi para korban.
Dalam Pancasila tertera sila kedua yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab” yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap warga negara untuk hidup berdampingan secara damai dan menghargai perbedaan. Namun, kasus intoleransi masih sering terjadi, seperti penolakan pendirian gereja, pembubaran doa rosario, kegiatan ret-ret dan kekerasan terhadap kelompok minoritas lainnya.
Sila kedua Pancasila menekankan pentingnya kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, tindakan intoleransi yang melanggar sila-sila Pancasila tidak dapat dibenarkan dan harus diatasi dengan tegas oleh hukum.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yaitu berbeda-berbeda tetapi tetap satu jua merupakan semboyan bangsa yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga negara. Semboyan tersebut mengharuskan warga negara untuk siap dan selalu siap menerima, melihat dan merasakan perbedaan yang ada di sekitar dalam satu wadah NKRI yang majemuk.
Menurut sosiolog Emile Durkheim, intoleransi dapat diatasi dengan membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesadaran kolektif tentang pentingnya toleransi. Selain itu, teori konflik sosial dari Karl Marx juga dapat digunakan untuk memahami bagaimana intoleransi dapat memicu konflik sosial dan bagaimana penegakan hukum dapat membantu mencegahnya.
Karena jika dibiarkan intoleransi terjadi dalam perbedaan dan kemajemukan bangsa hari ini, maka menjadi sebuah ancaman besar bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Oleh karena itu, pemahaman nilai-nilai Pancasila dan mendalaminya adalah dasar bagi setiap warga negara untuk selalu hidup berdampingan di tengah perbedaan.
Selain itu, perlu adanya ketegasan dan penegakan hukum bagi oknum yang melanggar hal tersebut dan jangan biarkan negara merawat dan memelihara tindakan-tindakan oknum intoleran di negara ini. (*)
There is no ads to display, Please add some