beritabernas.com – Maqdir Ismail, salah satu penasihat hukum Hasto Kristiyanto, secara tegas mengatakan bahwa perkara Hasto Kristiyanto bukan murni kasus hukum tapi merupakan balas dendam politik. Karena tuduhan suap menyuap dan menghalangi penyidikan sebagaimana didakwakan sama sekali tidak terbukti.
“Saya ingin tegaskan bahwa perkara ini murni bukan perkara pidana. Perkara ini adalah balas dendam politik yang tidak bisa disangkal setelah kejadian pemecatan Jokowi beserta Gibran dan Bobby (dari PDIP, red) pada 17 Desember 2024 yang lalu,” kata Maqdir Ismail dalam keterangan kepada wartawan seperti dikutip beritabernas.com dari kanalYouTube Gen Banteng yang diunggah pada Jumat 11 Juli 2025.
Menurut Maqdir Ismail, bisa ditarik ke belakang bahwa pada 13 Desember 2024 ada orang yang mendatangi Hasto Kristiyanto yang meminta dia mundur dari Sekjen PDIP dan meminta Jokowi tidak diberhentikan/dipecat dari PDIP. Kalau itu dilakukan maka dia (Hasto, red) akan ditahan dan akan dipidanakan.
Dan itu terbukti karena 3 hari atau 4 hari sesudah itu atau pada tanggal 16 atau 17 Desember 2024, dibuatlah laporan perkembangan penyidikan. Kemudian, pada tanggal 20 Desember 2024 dilakukan serah terima jabatan pimpinan KPK dan pada 23 Desember 2024, Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka.
- Dakwaan KPK Tidak Konsisten, Saiful Huda Ems: Ini Bukti Kasus Hasto Kristiyanto Sarat Kepentingan Politik
- Hukum Memang Berada di Bawah Kekuasaan
“Apa yang mau saya katakan bahwa LPTK yang dibuat oleh penyidik itu memang disiapkan untuk dieksekusi oleh pejabat KPK yang baru. Saudara-saudara jangan lupa, pengangkatan pimpinan KPK yang baru itu dilakukan dengan mengabaikan seluruh peraturan, termasuk dua putusan MK. Sehingga apa yang terjadi, semua orang yang menjadi pimpinan KPK berada di bawah kontrol presiden ketika itu (Joko Widodo),” tegas Maqdir Ismail.
Maqdir Ismail mengatakan, balas dendam politik terjadi setelah mereka tidak berhasil untuk meminta perpanjangan jabatan (presiden) selama 3 tahun atau penambahan menjadi 3 periode dan juga kalau tidak bisa mengambilalih partai (PDIP). Ini yang jadi persoalan kita.
“Kalau hal ini kita aminkan dan kita biarkan, sementara kehidupan demokrasi kita lebih banyak tergantung pada partai lalu partai diacak-acak oleh orang yang ingin memperpanjang kekuasaan, maka tunggulah saatnya keruntuhan,” kata Maqdir Ismail.
Karena itu, Maqdir Ismail memohon dukungan dan doa dari semua pihak agar pintu hati dan pikiran sehat dari Majelis Hakim dalam memandang perkara ini sebagaimana disampaikan dalam pledoi penasihat hukum dan yang disampaikan oleh Hasto Kristiyanto sendiri.
Lebih banyak asumsi
Menurut Maqdir Ismail, seluruh dakwaan dari penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dakwaan berkenaan dengan perbuatan obstruction of justice yakni tindakan menghalang-halangi atau mengganggu proses hukum yang sedang berjalan, itu tidak ada faktanya dan tidak juga ada saksi yang bisa menguatkan fakta itu.

Fakta-fakta yang disampaikan oleh penuntut umum, menurut Maqdir Ismail, lebih banyak sebagai asumsi. Bahkan asumsi itu dibuat oleh penyelidik dan penyidik. Kehadiran penyelidik dan penyidik dalam persidangan sebagai saksi dan sebagai ahli adalah untuk menyampaikan kebenaran-menurut mereka-berdasarkan asumsi-asumsi itu.
“Secara hukum dan dalam praktek hukum asumsi itu tidak boleh digunakan untuk menghukum siapa pun. Kalau asumsi digunakan untuk menghukum maka artinya kedudukan negara hukum itu sudah kita abaikan, sudah kita tinggalkan dan kita akan menjadi negara asumsi, bukan lagi negara hukum,” tegas Maqdir Ismail.
Sementara mengenai perbuatan yang didakwakan berkenaan dengan suap menyuap menurut Maqdir Ismail, baik kuasa hukum dan Hasto sendiri, sudah secara terang benderang menjelaskan fakta-fakta bahwa tidak ada suap menyuap yang dilakukan apalagi diketahui oleh Hasto Kristiyanto.
“Yang melakukan itu adalah Saiful Bahri, orang yang mencari keuntungan. Dan hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa keterangan Saiful Bahri ini berbeda dari keterangan yang dia sampaikan dalam perkaranya sendiri dulu dengan apa yang dia sampaikan dalam perkara ini. Maka kami menduga, seperti disampaikan dalam pembelaan, apa yang terjadi dalam perubahan keterangan itu karena ada tekanan dan ancaman,” tegas Maqdir Ismail serius. (lip)
There is no ads to display, Please add some