Oleh: Aloysius Soni Bl de Rosari
beritabernas.com – Tahun 2023 yang baru hampir dua minggu kita tapaki adalah tahun politik. Janji kampanye pun dipastikan akan bertebaran didengungkan para politisi. Pertanyaan menggelitik dari sisi hukum, bisakah janji kampanye yang tidak ditepati digugat ke meja hijau atau pengadilan?
Gerak-gejolak aktivitas bangsa di 2023 memang bakal pekat didominasi aroma politik. Bayangkan ada ratusan pilkada hingga pilpres, begitu juga pileg dari DPRD hingga DPR RI yang pasti akan mulai dipacu dengan kalkulasi, penggalangan dana, permainan hingga trik politik dilakukan untuk meraih kemenangan di 2024.
Imbasnya pasti ke mana-mana. Tidak sekadar politik an sich. Sektor ekonomi misalnya bisa mengeruk cuan dalam pengadaan alat peraga kampanye seperti spanduk, poster, kaos hingga pernak pernik alat peraga kampanye lainnya.
Tim sukses mulai beraksi. Dari membangun koalisi, image dan narasi untuk galang elektabilitas sampai bisa jadi ada yang mulai memainkan kampanye hitam terutama mamanfaatkan media sosial.
Kalau sektor sosial apalagi Kamtibmas, tidak perlu dipaparkan panjang lebar, pasti akan muncul riak hingga bentrok yang vatal.
Janji Kampanye
Satu yang pasti bakal seru adalah janji kampanye. Para calon akan berkampanye memaparkan visi-misi dan program kerja karena ini adalah tahapan yang memang diberikan KPU.
Pertanyaan yang muncul, apakah janji kampanye yang tidak ditepati bisa digugat secara hukum? Katakankah si A yang ikut dalam kontestasi Pilbup berjanji meningkatkan kesehatan masyarakat berupa pembangunan pos kesehatan di setiap desa kalau terpilih menjadi bupati. Dan ternyata dalam perhitungan suara, si A menang. Apakah janji ini bisa ditagih atau digugat oleh masyarakat jika tidak dipenuhinya?
Saya akan mulai dari Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal ini disebutkan empat syarat sahnya suatu perjanjian. Dan karena sah tentu saja membawa serta konsekuensi hukum bagi para pihak.
Empat syarat tersebut adalah: 1) Adanya kesepakatan; 2) Adanya kecakapan para pihak; 3) Adanya suatu hal tertentu; 4) Adanya sebab yang halal. Adapun para pihak yang bersepakata adalah: Pihak pertama Si A sedangkan Pihak Kedua adalah Masyarakat.
Untuk syarat pertama, adakah kesepakatan diantara kedua pihak? Jelas ada. Si A berjanji bangun Poskes jika terpilih. Masyarakat yang merasa membutuhkan poskes tertarik dan lantas setuju memilih si A dan akhirnya menang. Maka jelas ada kesepakatan.
Adakah kecakapan para pihak? Sudah pasti unsur kedua Pasal 1320 KUH Perdata ini terpenuhi karena pilkada, pileg dan pilpres menyaratkan adanya kecakapan hukum (telah dewasa) bagi pemilih dan yang dipilih.
Bagaimana dengan unsur ketiga “adanya suatu hal tertentu”. Unsur inipun ada. Pembangunan poskes adalah bukti adanya unsur “suatu hal yang ada”.
Sedangkan unsur keempat “sebab yang halal” juga terbukti. Tidak ada sama sekali kesepakatan ini yang melanggar ketertiban umum, norma sosial ataupun kesusilaan. Jadi jelas unsur “sebab yang halal” terpenuhi.
Dus dengan demikian janji kampanye jelas bisa ditagih atau digugat jika pihak yang berjanji wanprestasi (ingkar janji). Betulkah demikian? Bagi saya, ya betul! (Aloysius Soni Bl de Rosari, Advokat dan Konsultan Hukum, tinggal di Sleman)
There is no ads to display, Please add some