beritabernas.com – Sebagai langkah penguatan ekosistem, tata kelola dan pelindungan konsumen dalam industri asuransi kesehatan, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global.
Selain itu, mendorong setiap pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi upaya efisiensi biaya kesehatan dalam jangka panjang, mengingat tren inflasi medis yang terus meningkat dan jauh lebih tinggi dari inflasi umum. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga terjadi di seluruh dunia.
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang diterima beritabernas.com, Kamis 5 Juni 2025.
Menurut M Ismail Riyadi, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, dalam surat edaran itu OJK mengatur lebih lanjut mengenai kriteria perusahaan asuransi yang dapat menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan, termasuk penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai bagi perusahaan asuransi dalam menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan.
“Obyek pengaturan surat edaran tersebut ditujukan pada produk asuransi kesehatan komersial dan tidak berlaku untuk skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan,” kata M Ismail Riyadi.
Ismail Riyadi menyebut beberapa substansi pada surat edaran OJK tersebut. Pertama, kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi untuk menyesuaikan fitur produk asuransi kesehatan berupa penerapan pembagian risiko (co-payment) berupa porsi pembiayaan kesehatan yang menjadi tanggung jawab Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan, dengan batas maksimum sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim rawat jalan dan Rp 3 juta per pengajuan klaim rawat inap.
Kemudian, Coordination of Benefit yang memungkinkan koordinasi pembiayaan kesehatan apabila pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan skema JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Ketentuan tanggung jawab Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas serta akan mendorong premi asuransi kesehatan yang affordable atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik.
Dikatakan, berdasarkan pengalaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, mekanisme co-payment atau deductible akan mendorong peningkatan awareness pemegang polis atau tertanggung dalam memanfaatkan layanan medis yang ditawarkan oleh fasilitas kesehatan.
BACA JUGA:
- OJK Terus Mendorong Pelaku Usaha Jasa Keuangan Menerapkan Prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik
- Keju Produksi Yogyakarta Layak Go International
- Konsumsi Rumah Tangga Tetap Menjadi Motor Utama Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Kedua, kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi yang menyelenggarakan Produk Asuransi Kesehatan untuk memiliki tenaga ahli yang memadai, termasuk tenaga medis dengan kualifikasi dokter yang berperan untuk melakukan analisis atas tindakan medis dan Telaah Utilisasi (Utilization Review); Dewan Penasihat Medis (Medical Advisory Board); dan
sistem informasi yang memadai untuk melakukan pertukaran data secara digital dengan fasilitas kesehatan.
“Ketiga hal ini dimaksudkan agar Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, dan Unit Syariah pada Perusahaan Asuransi dapat melakukan analisis terhadap efektivitas layanan medis dan layanan obat yang diberikan oleh fasilitas kesehatan berdaarkan data digital yang dikumpulkan, dan memberi masukan kepada fasilitas kesehatan secara berkala melalui mekanisme Utilization Review,” kata Ismail.
Menurut Ismail Riyadi, surat edara ini merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 3B ayat (3) Peraturan OJK Nomor 36 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan OJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Surat edara tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Sementara pertanggungan atau kepesertaan atas Produk Asuransi Kesehatan yang sudah berjalan pada saat SEOJK 7/2025 ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa pertanggungan atau kepesertaan berakhir. Bagi Produk Asuransi Kesehatan yang dapat diperpanjang secara otomatis dan telah mendapatkan persetujuan OJK atau dilaporkan kepada OJK sebelum SEOJK 7/2025 ini berlaku, harus disesuaikan dengan SEOJK ini paling lambat tanggal 31 Desember 2026.
“OJK akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi SEOJK ini untuk memastikan ketentuan ini berjalan efektif dan memberikan manfaat optimal bagi seluruh pihak, termasuk Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta,” kata Ismail Riyadi. (lip)
There is no ads to display, Please add some