Oleh: Nisa Salsabila, Mahasiswa Universitas Cendekia Mitra Indonesia, Yogyakarta
beritabernas.com – Budaya adalah ekspresi atau penjelmaan dari bekerjanya jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Malinowski menunjukkan bahwa budaya terutama didasarkan pada berbagai sistem kebutuhan manusia.
Setiap tingkat permintaan menghadirkangaya budaya yang khas. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa aman, muncul budaya perlindungan, yaitu sekelompok budaya dengan bentuk tertentu, seperti lembaga sosial.
Dalam buku Primitive Cultures karya EB Tylor yang dikutip oleh Prof Harsojo (1967), berpendapat bahwa kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moralitas, hukum, adat istiadat, serta kemampuan dan kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan mengacu pada cita-cita bersama secara luas, nilai, pembentukan dan penggunaan kategori, asumsi tentang kehidupan, dan kegiatan (goal-directed) terarah pada tujuannya. yang menjadi sadar diterima sebagai “benar” oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Larson dan Smalley (1972) memandang kebudayaan sebagai blue print yang memandu perilaku orang dalam suatu komunitas dan diinkubasi dalam kehidupan keluarga. Ini mengatur perilaku kita dalam kelompok, membuat kita peka terhadap masalah status, dan membantu kita mengetahui apa tanggung jawab kita adalah untuk grup.
Budaya yang berbeda struktur yang mendasari, yang membuat bulat-bulat masyarakat dan komunitas persegi-persegi. Adapun perbedaan antara agama, suku, politik, pakaian, lagu, bahasa, bangunan, maupun karya seni itu akan membuat terbentuknya suatu budaya.
Menurut Ben Senang Galus, dengan perubahan yang begitu cepat di seluruh lapisan kebudayaan dapat menyebabkan timbulnya gejala disorientasi kultural, yakni lapisan dalam kebudayaan sebagai ethico-mythical nucleus yang merupakan central point of reference, telah mengalami kematian, seperti moral, peradaban, etika.
Baca juga:
- Sumpah Pemuda dan Krisis Identitas Bangsa di Tengah Gempuran Budaya Digital
- Psikologi Gen Z Memaknai Nilai Pancasila di Era Digital
- Tata Kelola Sumber Daya Manusia Indonesia Berbasis Talenta
Dalam masyarakat luas telah terjadi penyimpangan etika dan moral yang serius, mulai dari rumah tangga sampai kantor pemerintah, partai politik, lembaga sosial, kecenderungan mudah terjadi tindakan balas dendam. Demikian pula halnya di sekolah sebagai lembaga penanaman nilai dan iman telah mengalamai anomali.
Faktor kepunahan budaya
Pergeseran bahasa daerah merupakan salah satu ancaman serius terhadap keberlangsungan warisan budaya di era globalisasi. Fenomena ini terjadi akibat dominasi bahasa Indonesia dan bahasa asing dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pendidikan, media massa, dan interaksi sosial. Selain itu, faktor urbanisasi, mobilitas sosial, perubahan pola komunikasi keluarga, serta persepsi negatif terhadap bahasa daerah turut mempercepat proses pergeseran.
Secara umum terdapat tiga faktor penyebab kepunahan budaya: 1) Kurangnya pemberian pemahaman dari orang tua ke anak tentang pentingnya bahasa daerah. 2) Adanya tekanan bahasa mayoritas dalam masyarakat (bilingual) yang menguasai dua bahasa dan (multilingual) yang menguasai lebih dari dua bahasa. 3) globalisasi yang terjadi di berbagai bidang seperti bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Berdasarkan data (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Teknologi Informasi, 2020). Pada tahun 2018-2019 kondisi bahasa daerah di Indonesia dibagi menjadi enam: pertama bahasa daerah berstatus aman, kedua bahasa daerah berstatus stabil tapi terancam punah, ketiga bahasa daerah berstatus mengalami kemunduran, keempat bahasa daerah berstatus terancam punah, kelima bahasa daerah berstatus kritis, keenam bahasa daerah berstatus punah.
Untuk melawan ancaman terhadap budaya dan tradisi lokal akibat globalisasi, kita perlu mengembangkan kesadaran dan rasa bangga terhadap identitas lokal kita sendiri. Dengan cara menjaga, mengembangkan, mempromosikan budaya dan tradisi lokal, kita dapat memperkuat jati diri kita sendiri dan menghargai kekayaan budaya yang dimiliki.
Melestarikan dan menjaga budaya Indonesia dapat dilakukan melalui upaya–upaya terpadu oleh masyarakat khususnya generasi muda dalam menjaga budaya lokal dan mendukung kelestarian budaya menurut Sendjaja (2019), yaitu (1) (Culture Experience) upaya pelestarian budaya, kegiatan ini merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan terjun langsung ke dalam sebuah pengalaman. (2) (Culture Knowledge) pemahaman dalam nilai budaya, kegiatan ini dilakukan dengan membuat suatu informasi mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalkan ke dalam bentuk lain untuk mengedukasi dalam mengembangkan atau mengenalkan budaya itu sendiri.
Kerja sama antara komunitas, pemerintah, dan sektor swasta juga sangat penting. Dengan bekerja bersama-sama, mereka dapat menciptakan program dan proyek yang mendukung pelestarian dan pengembangan budaya dan tradisi lokal. Melalui kegiatan seperti festival budaya, pertukaran seni, dan pengembangan industri kreatif yang berbasis budaya, kita tidak hanya menjaga warisan budaya kita tetap hidup, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan cara ini, kita dapat menjaga dan memperkuat identitas lokal kita di tengah era globalisasi. Tujuannya adalah untuk melindungi dan melestarikan budaya dan tradisi yang sedang terancam punah. Hal ini sangat penting memastikan bahwa generasi mendatang juga dapat menikmati dan mewarisi warisan budaya yang berharga ini.
Dominasi budaya asing
Budaya asing sering dianggap sebagai ancaman bagi budaya lokal. Walaupun persoalan ini terlihat rumit karena menyangkut nilai-nilai yang diyakini suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya kebudayaan selalu bergerak secara dinamis. Setiap budaya akan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan keterbukaan masyarakat. Di era global dan interaktif seperti sekarang, hampir tidak ada satu pun bangsa di dunia yang bisa terlepas dari pengaruh budaya asing.
Menurut Julianty (2022), masuknya budaya asing dapat mengubah gaya hidup dan cara pandang masyarakat, hingga membuat budaya lokal mulai terpinggirkan. Banyak orang, terutama generasi muda, menganggap budaya tradisional sudah ketinggalan zaman atau tidak menarik lagi. Akibatnya, muncul penurunan minat dan apresiasi terhadap budaya sendiri.
Banyak tradisi lama mulai dilupakan, bahkan dianggap tidak penting. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam mempertahankan serta mengembangkan budaya lokal, sehingga warisan leluhur terancam tidak diteruskan kepada generasi berikutnya.
Di Indonesia pengaruh budaya asing, terutama budaya pop dari Amerika Serikat, sudah menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Proses peniruan budaya luar bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, acara “American Idol” diadaptasi menjadi “Indonesian Idol”. Hal ini menunjukkan bahwa budaya asing mudah sekali masuk dan diterima oleh masyarakat Indonesia. Namun, menjadi tidak adil jika budaya asing selalu dianggap berbahaya, karena pada dasarnya budaya asing juga bisa membawa inovasi dan inspirasi jika disikapi dengan bijak.
Budaya asing tidak sepenuhnya berbahaya, asalkan kita tidak kehilangan jati diri dan nilai-nilai luhur bangsa. Kuncinya adalah kemampuan untuk menyaring pengaruh luar dan menyeimbangkannya dengan budaya lokal. Daripada menolak budaya asing secara total, lebih baik kita memperkuat rasa bangga terhadap budaya sendiri, melestarikan tradisi, serta mengenalkannya kepada generasi muda. Dengan begitu, Indonesia dapat tetap terbuka terhadap perkembangan dunia tanpa kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang berbudaya.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman. Namun, di tengah arus globalisasi dan masuknya pengaruh budaya asing, budaya lokal menghadapi tantangan besar untuk tetap bertahan. Pergeseran nilai, menurunnya penggunaan bahasa daerah, serta kurangnya minat generasi muda terhadap tradisi menjadi faktor utama melemahnya warisan budaya bangsa.
Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda, warisan budaya Indonesia dapat terus hidup dan berkembang. Melalui pendidikan, kegiatan seni, serta pemanfaatan teknologi, kita bisa menjaga agar nilai-nilai budaya tetap relevan di tengah perubahan zaman. Dengan demikian, Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang maju dan terbuka terhadap dunia, namun tidak pernah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang berbudaya dan bermartabat. (*)
There is no ads to display, Please add some