Peran dan Kompetensi Guru Menentukan Hasil Belajar Peserta Didik

beritabernas.com – Pada dasarnya proses belajar-mengajar dan hasil belajar peserta didik sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan mengelola kelas sehingga hasil belajar peserta didik berada pada tingkat optimal.

Karena itu, para guru diajak untuk meningkatkan peran dan kompetensi. “Para Guru Pendidikan Agama Katolik menjadi bagian dari pengemban amanah tersebut. Kita mempunyai kesempatan untuk membuat gerakan sebagai wujud pembumian moderasi beragama melalui pembelajaran dan pengalaman hidup di sekolah,” kata Dr Sri Prihartini Yulia MHum, Pengawas Sekolah Madya Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, dalam acara Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah di Java Village, Jlamprang, Pandowoharjo, Sleman, DIY, pada Selasa (21/6/2022).

Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah di Java Village, Selasa (21/6/2022). Foto: Istimewa

Dalam yang diadakan oleh Penyelenggara Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman itu, Sri Prihartini mengajak para guru untuk mengetahui, mendalami dan menerapkan moderasi beragama dalam konteks Pendidikan Agama Katolik.

(Baca juga: Guru Perlu Mengimplementasikan Moderasi Beragama)

Sementara Dr Lukas S Ispandriarno, Dosen Ilmu Sosial Politik Universitas Atmajaya Yogyakarta, yang juga tampil sebagai narasumber dalam acara tersebut mengatakan, moderasi beragama dalam Pendidikan Agama Katolik dapat diterapkan dengan mengacu pada diskusi dimana anak dapat saling berbagi, saling mendengarkan dan menghargai pandangan temannya dalam suasana kekeluargaan, persahabatan dan keakraban.

“Hal terpenting dalam komunikasi iman adalah menciptakan suasana bebas dari ketakutan pada anak,” kata Lukas S Ispandriarno yaag membawakan materi tentang Guru Pendidikan Agama Katolik dan Konsep Berpolitik.

Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah di Java Village, Selasa (21/6/2022). Foto: Istimewa

Menurut Lukas, politik dalam pengertian lebih luas merupakan aktivitas membuat, melestarikan dan mengubah aturan-aturan umum dalam kehidupan. Pemahaman ini menunjukkan bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengubah situasi sekitar kita, misalnya sekolah, rukun tetangga, pemerintahan. Dengan demikian, politik tidak selalu terkait dengan pemilihan kepala negara dan atau kepala daerah.

Dalam sesi ini, para guru berdialog secara aktif dengan narasumber terkait pencanangan Tahun Toleransi 2022 dan penerapannya di tataran sekolah dan masyarakat.

Dalam paparan tentang Guru Pendidikan Agama Katolik di tTngah Budaya Multikultur, Romo F Purwanto SCJ mengungkapkan, saat ini kita berada dalam situasi peralihan dari monokultur menjadi multikultur. Multikultur membawa efek beragam.

Moderasi menjadi jalan tengah dalam arus kebangsaan. Kita gagap ketika menghadapi dunia digital dan budaya berubah dengan sangat cepat, termasuk dalam model beragama di dunia maya; tekstualis: memahami, menafsirkan dan menjalankan agama sesuai dengan bunyi harfiyah nash-teks sumber ajaran agama dengan tanpa membuka celah penafsiran yang terkait erat dengan semangat zaman serta kesejarahan.

Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah di Java Village, Selasa (21/6/2022). Foto: Istimewa

“Liberal cenderung menjauh dari naskah-teks, bersikap lebih longgar serta mengikuti perilaku dan pemikiran dari budaya dan peradaban lain, budaya Barat,” kata Romo F Purwanto menyebutkan pandangan beberapa tokoh terkait moderasi beragama.

Menutip pendapat KH Aburrahman Wahid alias Gus Dur, Romo Purwanto mengatakan bahwa moderasi harus senantiasa mendorong upaya untuk mewujudkan keadilan sosial al-maslahah al-‘ammah. Sementara Abou El-Fadh menyebutkan, moderasi beragama adalah beragama yang cocok untuk setiap tempat dan zaman, bersifat dinamis dan menghargai tradisi-tradisi masa silam sambil direaktualisasikan dalam konteks kekinian.

Menurut Romo Purwanto, Gereja Katolik menyebutkan Nostra Aetate (Terang Bangsa-Bangsa, artikel 1) sebagai dasar pijak moderasi beragama. “Jika kita bicara tentang pendidikan agama Katolik di tengah budaya multikultur maka kita perlu mengembangkan sikap-sikap untuk tidak egois (terlalu memaksakan kebenaran pribadi), tidak berprasangka buruk terkait dengan perbedaan-perbedaan yang ada supaya hidup persaudaraan dapat tercapai,” kata Romo Purwanto.

CB Ismulyadi SS MHum, Penyelenggara Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, mengatakan, kegiatan ini menjadi bagian dari Penguatan Moderasi Beragama (PMB), sebuah agenda yang terus menerus dilakukan. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *