Peringati Hari Sumpah Pemuda, PPM Yogyakarta Gelar Dikusi Rutin DESIS: Dengarkan, Ekspresikan dan Suarakan

beritabernas.com – Pusat Pastoral Mahasiswa (PPM) Yogyakarta bekerja sama dengan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang dan Jaringan Gusdurian Yogyakarta menyelenggarakan Diskusi Rutin DESIS: Dengarkan, Ekspresikan, Suarakan!

Diskusi dengan mengangkat tema Sunyi dalam Suara: Mengapa Masih Diam saat Negara Runyam? dilaksanakan di Aula Pusat Pastoral Mahasiswa Yogyakarta pada 28 Oktober 2025 untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda 2025.

Menurut Rm. Martinus Joko Lelono Pr dari PPM Yogyakarta, diskusi diikuti oleh peserta lintas iman dan latar belakang sebagai upaya menumbuhkan kesadaran bersama untuk berani bersuara demi kebenaran dan kemanusiaan.

Baca juga:

Acara diawali dengan upacara Sumpah Pemuda, sebuah momen yang menegaskan kembali ikrar kebangsaan yang diwariskan para pendiri bangsa. Dalam suasana khidmat, para peserta diajak mengingat bahwa sumpah yang diikrarkan pada 1928 bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi panggilan moral untuk terus menjaga persatuan dan keutuhan bangsa di tengah kenyataan sosial yang semakin terpecah. Dari sana, kegiatan berlanjut dalam suasana reflektif dan hangat yang menjadi ciri khas forum DESIS.

Tema Sunyi dalam Suara: Mengapa Masih Diam saat Negara Runyam? diangkat dari kegelisahan akan kondisi sosial-politik yang menunjukkan kecenderungan membungkam suara kritis dan menumbuhkan apatisme. Banyak orang memilih diam, baik karena takut maupun karena kehilangan keyakinan bahwa suara mereka dapat membawa perubahan.

Melalui DESIS, kaum muda diajak untuk belajar mendengar secara lebih mendalam, mengekspresikan secara jujur, dan menyuarakan secara bertanggung jawab. Tiga tindakan sederhana ini-mendengarkan, mengekspresikan, dan menyuarakan-menjadi inti dari pembentukan kesadaran publik yang sejati.

Melukis tokoh sebagai bagian dari kegiatan diskusi rutin DESIS. Foto: Dok PPM

Inspirasi kegiatan ini lahir dari keteladanan dua tokoh bangsa yang menjadi simbol keberanian dan kemanusiaan: Romo Mangunwijaya dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Keduanya dikenal sebagai sosok profetis yang bersuara bagi mereka yang tidak punya suara. Dari tepian Kali Code, Romo Mangun menyalakan harapan bagi kaum kecil melalui karya nyata dan kepedulian yang berakar pada iman dan kemanusiaan.

Sementara Gus Dur, melalui keberanian moral dan kelapangan hatinya, membela hak-hak manusia tanpa membedakan agama, suku, atau ideologi. Dari kedua tokoh ini, DESIS belajar bahwa berbicara tidak harus selalu keras, melainkan jernih; tidak untuk melawan orang, tetapi untuk menegakkan martabat manusia.

Kegiatan ini dikemas secara kreatif melalui pameran karya, pertunjukan teater monolog, penampilan musik, diskusi kelompok, dan sesi refleksi bersama para pembicara utama. Para peserta-yang berjumlah sekitar 70 orang dari kalangan mahasiswa, santri, seminaris, akademisi, dan masyarakat umum, didorong untuk tidak hanya menjadi pendengar, tetapi juga pelaku yang ikut membangun budaya berdialog dan berpikir kritis.

Dua pembicara akan memandu refleksi dalam sesi utama. Romo Martinus Joko Lelono Pr, dosen dan peneliti di bidang studi agama serta Ketua Komisi HAK Kevikepan Yogyakarta Timur, mengulas bagaimana spiritualitas sosial dan humanisme Romo Mangun relevan untuk konteks Indonesia saat ini, terutama bagi generasi muda yang haus akan makna dan keadilan.

Melukis tokoh sebagai bagian dari kegiatan diskusi rutin DESIS. Foto: Dok PPM

Bersamanya hadir Nur Kholik Ridwan, budayawan dan aktivis Jaringan Gusdurian Yogyakarta, yang menelusuri kembali pemikiran dan praksis kemanusiaan Gus Dur sebagai inspirasi untuk merawat kebebasan, keberagaman, dan tanggung jawab moral dalam kehidupan publik.

Melalui DESIS, Pusat Pastoral Mahasiswa Yogyakarta mengajak generasi muda untuk tidak lagi diam di tengah keadaan yang runyam. Dalam kesunyian sekalipun, setiap suara memiliki daya untuk menyalakan harapan; dalam perbedaan sekalipun, setiap dialog dapat membuka jalan bagi persaudaraan.

Dengan mendengarkan, mengekspresikan, dan menyuarakan secara jujur, kaum muda diundang untuk meneruskan jejak Romo Mangun dan Gus Dur-dua sosok yang dengan cara mereka masing-masing menunjukkan bahwa cinta kepada bangsa adalah bentuk paling indah dari iman yang hidup. (*/phj)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *