beritabernas.com – Guru Besar Ilmu Komunikasi yang juga Kepala Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Prof Dr rer.Soc Masduki S.Ag MSi menilai laporan terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ke polisi terkait materi wawancaranya di televisi mengancam kemerdekaan berbicara warga negara dan kemerdekaan pers secara luas.
Karena itu, Prof Masduki mengingatkan bahwa hal ini harus menjadi perhatian dari kepolisian untuk tidak mengulangi hal yang sama (pemanggilan terhadap seseorang berdasarkan laporan terkait wawancara di media, red).
“Bayangkan sekelas Hasto saja bisa dipanggil, apalagi rakyat biasa atau aktivis biasa tentu akan dengan mudah dipanggil-panggil seperti ini. Ini akan mengancam kemerdekaan berbicara dan kemerdekaan pers secara lebih luas lagi,” kata Prof Masduki ketika dihubungi beritabernas.com, Selasa 4 Juni 2024.
Prof Masduki dimintai tanggapan terkait pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto oleh Polda Metro Jaya atas laporan seseorang terhadap wawancara Hasto di stasiun televisi SCTV dan Kompastv. Laporan tersebut menuduh Hasto telah melakukan penghasutan yang mengakibatkan keresahan dan kerusuhan di masyarakat. Namun, usai memenuhi panggilan Polda Metro Jaya, Selasa 4 Juni 2024, Hasto mengaku tidak tahu pernyataan mana yang disampaikannya dalam wawancara itu yang dianggap menghasut seperti dituduhkan pelapor. Karena semua yang ia sampaikan dalam wawancara itu juga sdauah pernah disampaikan oleh para akademisi dan sejumlah pakar sebelumnya.
BACA JUGA:
- Mengapa Wawancara Mas Hasto di Televisi Harus Dipolisikan?
- UII Dirikan Pusat Studi Agama dan Demokrasi
- Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Ingin Melantangkan Pesan Adanya Pembajakan Demokrasi
- Prof Ma’ruf Cahyono: Etika dan Pancasila Landasan Penting dalam Berbangsa dan Bernegara
Menurut Prof Masduki yang juga mantan Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) DIY, bila dalam program talkshow di televisi ada pihak-pihak yang berkeberatan maka pihak yang merasa keberatan itu bisa meminta kepada media tersebut untuk diberi panggung yang sama guna mengajukan keberatan atau hak jawab, bukan malah melapor ke polisi.
Sebab, bila dikaitkan dengan UU Pers maka materi wawancara Hasto Kristiyanto itu sudah menyangkut konten yang disiarkan media dan menjadi hak eksklusif media. Dengan demikian, laporan ke polisi terkait konten yang disiarkan media, dalam hal ini wawancara Hasto Kristiyanto, sudah tidak tepat.
Kalau mematuhi asas kebebasan pers dan kebebasan berbicara, menurut Prof Masduki, maka harus mengikuti mekanisme yang diatur dalam UU Pers. Dalam hal ini, orang yang merasa keberatan bisa meminta media tersebut untuk diberi panggung yang sama untuk menyampaikan keberatan atau hak jawab, bukan malah melapor ke polisi.
Sementara bila dikaitkan dengan UU KUHP, menurut Prof Masduki, ada persoalan dengan Pasal 27 dan 28 menyangkut kebebasan berekspresi. Apa yang dilakukan Hasto merupakan wujud kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai warga negara. Dengan demikian, kritik yang disampaikan dalam wawancara itu harus dibalas dengan argumentasi, bukan kritik ditanggapi dengan laporan ke polisi.
Menurut Prof Masduki, pasal terkait pencemaran nama baik, pernyataan yang menimbulkan kegaduhan, pernyataan yang memicu eskalasi dalam UU KUHP dan ITE merupakan pasal karet yang masih bermasalah. Hal ini menjadi agenda ke depan untuk memperbaiki pasal-pasal tersebut. (lip)
There is no ads to display, Please add some