PSHK FH UII Desak Presiden Mematuhi Konstitusi dengan Melarang Wakil Menteri Merangkap Jabatan

beritabernas.com – Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) FH UII mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera mematuhi mandat konstitusi yakni Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 dengan melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan.

Kepatuhan atas Putusan MK tersebut, menurut PSHK FH UII, sejalan dengan kebiijakan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk menguatkan manajemen BUMN yang profesional dan berintegritas serta bebas dari kepentingan politik praktis.

Hal itu disampaikan Rahmadina Bella Mahmuda dan M Erfa Redhani, keduanya adalah Peneliti PSHK FH, UII, dalam siaran pers berisi pernyataan yang diterima beritabernas.com, Jumat 25 Juli 2025.

Menurut PSHK FH UII, larangan Wakil Menteri (Wamen) secara terang ditemukan di dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang berbunyi:…maka wakil menteri haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri. Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri …, berlaku pula bagi wakil menteri. Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.

Menurut PSHK FH UII, tafsir Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap larangan wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagaimana tercantum dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 tersebut adalah termasuk tafsir konstitusional dan menjadi erga omnes yakni berlaku bukan hanya bagi pemohon melainkan bagi seluruh warga negara, sebagaimana keberlakuan konstitusi itu sendiri.

BACA JUGA:

Dengan demikian, menurut PSHK FH UII, dalill yang menyebutkan bahwa pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengikat karena bukan merupakan amar putusan adalah dalil yang sangat lemah. Hal ini juga sekaligus membantah pernyataan Ketua MPR yang menyatakan bahwa MK tidak mengeluarkan larangan Wakil Menteri di Kabinet Merah Putih untuk merangkap jabatan sebagai Komisaris.

Menurut PSHK FH UII, secara filosofis, dengan mengharuskan wakil menteri hanya memegang satu jabatan publik, MK menegakkan prinsip akuntabilitas, menghindari potensi penyalahgunaan wewenang dan memastikan wakil menteri dapat berkonsentrasi penuh pada fungsi pemerintahan tanpa gangguan kepentingan bisnis.

Selain itu, secara manajemen birokrasi, larangan rangkap jabatan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi aparat pemerintahan dan publik serta mendorong birokrasi yang efisien dan efektif, tanpa munculnya subordinasi ganda antara jabatan eksekutif dan komersial yang dapat mempersulit koordinasi internal kementerian.

Sedangkan secara sosiologis, data dari Transparency International Indonesia, terdapat lebih dari separuh wakil menteri/Presiden Communication Office (PCO) atau Kantor Komunikasi Presiden merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni 34 dari 56 wakil menteri menjabat komisaris BUMN.

“Fakta ini telah menyimpangi mandat konstitusi dan kebijakan reformasi tata kelola pemerintahan sebagaimana dimuat dalam Asta Cita, yang menyebut menguatkan manajemen BUMN yang profesional dan berintegritas serta bebas dari kepentingan politik praktis,” tegas PSHK FH UII.

Karena itu, PSHK FH UII menyatakan dan/atau menyampaikan rekomendasi. Pertama, kepada seluruh Lembaga Negara untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan terkait penyelenggaraan ketatanegaraan yang kontroversial yang dapat memicu kegaduhan politik dan sosial, dan untuk tetap taat pada mandat konstitusi.

Kedua, kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera mematuhi mandat konstitusi di dalam Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019 yang melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan. Kepatuhan atas Putusan MK tersebut juga sejalan dengan Kebiijakan Asta Cita Presiden untuk menguatkan manajemen BUMN yang profesional dan berintegritas serta bebas dari kepentingan politik praktis.

Ketiga, kepada Wakil Menteri yang merangkap jabatan untuk memilih salah satu jabatan agar dapat fokus tanpa munculnya subordinasi ganda antara jabatan eksekutif dan komersial yang dapat mempersulit koordinasi internal kementerian. (*/lip)


    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *