Refleksi Kritis atas Kondisi Bangsa

Oleh: Andreas Chandra

beritabernas.com – Indonesia, negeri yang kaya akan sumber daya alam dan budaya, sering kali menghadirkan paradoks yang menyedihkan. Di satu sisi, kita bangga dengan keberagaman, pertumbuhan ekonomi dan potensi besar yang dimiliki. Namun, di sisi lain, berbagai permasalahan seperti korupsi, kesenjangan sosial, penegakan hukum yang lemah dan eksploitasi sumber daya alam masih menghantui bangsa ini.

Dalam tulisan ini, saya ingin mengajak pembaca untuk merefleksikan realitas yang ada dengan penuh kejujuran. Air mata yang tumpah bukan sekadar ungkapan emosional, tetapi cerminan dari kegelisahan terhadap kondisi bangsa yang terus diuji oleh berbagai tantangan.

Salah satu penyakit kronis yang masih menghantui Indonesia adalah korupsi. Hampir setiap tahun, kita menyaksikan pejabat publik, mulai dari tingkat daerah hingga pusat, tersandung kasus korupsi. Bahkan, lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi justru dilemahkan oleh berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melemahkan independensi lembaga tersebut adalah bukti nyata bagaimana kepentingan politik sering kali mengalahkan perjuangan melawan korupsi.

Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY. Foto: Dok pribadi

Ketika korupsi merajalela, yang menjadi korban adalah rakyat. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan malah masuk ke kantong segelintir elit. Akibatnya, pembangunan berjalan timpang, dan kesejahteraan rakyat tetap menjadi impian yang sulit terwujud.

Kesenjangan sosial yang kian lebar

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi. Data menunjukkan bahwa sebagian besar kekayaan nasional dikuasai oleh segelintir orang. Sementara itu, jutaan rakyat hidup dalam kondisi serba kekurangan. Di kota-kota besar, kemewahan dan kemiskinan berdampingan dengan kontras yang menyakitkan. Apartemen mewah berdiri megah di tengah perkampungan kumuh yang penghuninya kesulitan mengakses air bersih dan listrik.

Pemerintah sering mengklaim bahwa ekonomi Indonesia tumbuh positif. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak otomatis berarti kesejahteraan bagi semua. Jika kekayaan hanya berputar di kalangan atas dan tidak didistribusikan secara adil, maka ketimpangan sosial akan semakin mengakar. Tanpa kebijakan redistribusi yang jelas dan nyata, jurang antara kaya dan miskin akan semakin dalam.

Sementara sistem hukum di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Kasus-kasus hukum sering kali memperlihatkan ketimpangan yang menyakitkan. Rakyat kecil dihukum berat untuk pelanggaran kecil, sementara elit penguasa yang terbukti melakukan korupsi miliaran rupiah sering kali mendapat hukuman ringan.

Kasus-kasus yang melibatkan pejabat tinggi sering berakhir dengan vonis yang mengundang tanda tanya, seolah hukum hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan politik dan finansial. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum pun semakin tergerus. Jika hukum tidak bisa memberikan keadilan bagi semua, maka masyarakat cenderung mencari cara lain untuk mendapatkan hak mereka, yang sering kali berujung pada konflik sosial. Tanpa reformasi hukum yang serius dan komitmen untuk memberantas mafia peradilan, hukum di Indonesia hanya akan menjadi alat kepentingan bagi mereka yang berkuasa.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, mulai dari hutan tropis, tambang mineral, hingga laut yang kaya akan biodiversitas. Namun, kekayaan ini sering kali dieksploitasi tanpa memperhitungkan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Deforestasi besar-besaran terjadi demi membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Akibatnya, bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan menjadi semakin sering terjadi.

BACA JUGA :

Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merampas hak masyarakat adat yang telah lama hidup berdampingan dengan alam. Perusahaan besar sering kali mendapatkan izin eksploitasi dengan mudah, sementara masyarakat yang berusaha mempertahankan tanah leluhur mereka justru dianggap sebagai penghambat pembangunan.

Tanpa kebijakan yang lebih berorientasi pada keberlanjutan, Indonesia akan kehilangan warisan alamnya. Krisis lingkungan bukan hanya masalah bagi generasi saat ini, tetapi juga ancaman bagi anak cucu kita di masa depan.

Meski berbagai permasalahan masih membelenggu bangsa ini, harapan tidak boleh padam. Indonesia memiliki modal besar untuk bangkit, baik dari sisi sumber daya alam maupun kualitas manusia. Anak-anak muda yang kritis dan inovatif menjadi harapan bagi perubahan. Gerakan sosial yang semakin aktif, media yang lebih bebas dan kesadaran masyarakat yang meningkat adalah tanda bahwa perubahan masih mungkin terjadi.

Namun, perubahan tidak akan datang dengan sendirinya. Dibutuhkan kesadaran kolektif dan keberanian untuk melawan ketidakadilan. Pemerintah harus lebih serius dalam menegakkan hukum, memberantas korupsi, serta memastikan bahwa kekayaan negara digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir elit. Masyarakat pun harus lebih aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan tidak mudah terbuai oleh janji-janji politik yang kosong.

Air mata yang menetes untuk Indonesia bukanlah tanda kelemahan, tetapi refleksi dari kecintaan yang mendalam terhadap negeri ini. Semoga dari tangisan ini, lahir semangat untuk terus berjuang demi Indonesia yang lebih adil, makmur dan bermartabat. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *