beritabernas.com – Teater tari bertajuk The Wounded Cuts akan dipentaskan di Rumah Banjarsari Jalan Syamsurizal, Surakarta, Jawa Tengah, pada Sabtu 22 Juni 2024 mulai pukul 20.00 wib.
The Wounded Cuts merupakan judul versi Inggris sebuah lakon berjudul Luka-luka Yang Terluka yang ditulis Whani Darmawan tahun 1991. Luka-luka Yang Terluka bercerita tentang dua sosok dalam naskah tersebut bernama Mak Gerabik dan Mak Gerabuk, dengan profesi penarik gerobak sampah.
Meski demikian namun naskah yang ditulis oleh Whani Darmawan, aktor pemenang Piala Citra 2019 kategori the best suporting actor ini, bukanlah naskah realis linier. Naskah ini bergaya absurd dengan penulisan dialog model aforisme, melompat dari satu nilai ke nilai lainnya.
Namun demikian jika dicermati intisari dari cerita ini adalah soal refleksi pencarian jatidiri dan identitas manusia sejak di masa tercipta secara spiritual hingga memasuki dunia sosiomaterial yang saling tarik menarik dengan paradigma spiritualitas itu sendiri. Citraaan pikiran penulis melalui kalimat-kalimat dua tokoh tersebut sangat terasa sekali.
“Secara singkat boleh dikatakan bahwa Luka-luka Yang Terluka ini adalah sandiwara aforistik dengan menampilkan tokoh tanpa karakter dalam pemahaman dramaturgis yang linier. Tokoh hadir sebagai titipan wacana penulisnya,” kata Whani Darmawan dalam rilis yang diterima beritabernas.com, Rabu 19 Juni 2024.
Apa yang menarik dari lakon Luka-luka Yang Terluka ini? Menurut Whani Darmawan, yang menarik adalah pada permenungan kalimat-kalimatnya, eksplorasi bentuk dan iramanya. Karena keunikan lakon ini, ia bisa dibebaskan dari pemaknaan tunggal (open-interpretable)
Menurtu Whani Darmawan, sejak ditulis naskah ini telah banyak dimainkan oleh mahasiswa seni maupun kelompok seni pada umumnya di berbagai daerah seperti Yogyakaerta, Solo, Surabaya, Bali dan Bandung. Pada tahun 1998 naskah ini dirangkum menjadi sebuah buku analisa dan jejak perkembangan lakon yang ditulis oleh Eko “Ompong” Santosa yang kala itu diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta.
Buku tersebut lahir dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Demikian pula dengan lakon di dalamnya mengalami transformasi bahasa, sehingga judulnya disesuaikan menjadi The Wounded Cuts.
“Judul versi Inggris inilah yang kemudian dipakai sebagai tajuk pementasan sekarang ini. Penerjemah bahasa secara keseluruhan oleh Abdi Karya, sedang lakon oleh aktor Singapura Rafaat Haji Hamzah,” kata Whani Darmawan.
Pada tahun diterbitkannya buku tersebut, bersamaan itu pula untuk pertama kali Whani Darmawan memainkan naskah tersebut di Singapura, berduet dengan aktor Singapura, Rafaat Haji Hamzah.
Pada April 2024 Whani Darmawan, Danang Pamungkas dan Galuh bertemu kemudian memantikkan ide untuk mengalihwahanakan teks tersebut melalui tubuh tari. Mulai saat itulah The Wounded Cuts dance theatre version berproses dan diproduksi oleh Rumah Banjarsari.
Whani Darmawan sebagai sutradara membuka brainstorming kepada para penari dan seluruh crew artistik yang terlibat untuk mengetahui intisari yang terjadi pada naskah tersebut (reinterpretasi). Dirumuskan dalam part per part (bagian perbagian), kemudian diujicobakan lewat eksplorasi melalui tubuh tari, bunyi (musik), video dan vokal (suara pemain) semua mengacu pada dasar reinterpretasi yang baru tersebut. Seluruh elemen artistik yang ada itu ditata sedemikian rupa menjadi jalinan artistik yang teateral, harmoni, saling melengkapi, saling menguatkan.
Teras publik
Agar seni tak hanya bermakna artistik, tetapi juga bermakna ‘konsolidasi humaniora’ Zen Zulkarnaen pimpinan produksi menggelar acara Teras Publik di pelataran Rumah Banjarsari sebagai pra acara pementasan.
Teras Publik tersebut akan menggelar berbagai karya seni yang diharapkan interaktif antara kreator dengan kreator, antara kreator dan komunikannya. Acara teras publik akan berlangsung dari pukul16.00-22.00 dengan catatan off sound pada saat acara utama, yakni pentas teater berlangsung. Mereka yang ikut terlibat dalam teras publik tersebut adalah Lila Noviastantri yang lahir di Yogyakarta, 20 November.
BACA JUGA:
- Aktor Teater dan Film Whani Darmawan Gelar Pameran Tunggal Lukisan
- Whani Darmawan, dari Pentas ke Kanvas
- Melukis adalah Perayaan Kesenangan
Lila adalah seorang penulis muda. Pada tahun 2019 mengeluarkan sebuah buku berjudul 55281-Sebuah Antologi, yang berisi 12 cerita pendek hasil dari perjalanan-perjalanan kecilnya. Saat ini masih terus menulis dan belajar menarikan tari Jawa klasik. Senang bepergian di alam serta menikmati perjalanan di kota-kota kecil. Sementara ini tinggal di Jakarta dan Yogyakarta serta dapat dihubungi melalui surat elektronik di: lila_noviastantri@yahoo.com dan di Instagram: @lila_noviastantri.
Kemudian, Trio Bekicot adalah sekumpulan teman lama yang dikumpulkan kembali melalui aktifitas ngobrol-ngobrol ringan di Rumah Banjarasari. Dari obrolan itu, Gepeng, Gembur dan Fitri membentuk kelompok dengan berbagai aktifitas diantaranya belajar mencukil bareng serta memberikan workshop cukil di sekolah-sekolah.
Untuk kemudian terlibat di acara Teras Publik ini, mereka seperti kembali ke “titik awal” perjalanan. Kembali ngobrol guyon di Rumah Banjarsari. Mereka akan berbagi cerita disertai nyukil bersama.
Lalu Retno Sayekti Lawu, yang lahir di Ngawi. Biasa dikenal sebagai pelaku seni teater; sebagai pemain, sutradara, kadang menangani produksi, juga menulis teks-teks untuk garapannya sendiri. Selain berteater, Lawu juga menaruh minat pada seni rupa sejak kanak-kanak.
Waktu sekolah dasar, dia mulai tertarik dengan benang, saat mendapat pelajaran ketrampilan dengan materi sulam sederhana. Di rumah, dia juga belajar merajut dan membuat kristik dari ibunya, meski tidak pernah ada proyek rajut dan kristik yang selesai. Sudah bertahun-tahun Lawu mengumpulkan benang, dan berlatih merajut, menyulam, macramé, merangkai manik-manik dengan benang di antara waktu luang. Sejak tahun 2020, tahun pertama wabah corona, Lawu mulai intens bekerja dengan benang, belajar dari banyak tutorial di internet, dan menyulam adalah pilihannya.
Berawal dari sulaman-sulaman sederhana, lalu diaplikasikan pada benda-benda pakai (pin/bros, masker, sapu tangan, dompet, tas) untuk dijual. Tahun 2021 Lawu mulai menggambar dengan benang dan melatih (lagi) hobi menggambarnya; yang dulu dengan cat air atau pensil pada kertas, sekarang dengan benang pada kain.
Program rutin di Rumah Banjarsari yang menyasar sisi keekonomian berupa bazar barang antik lawasan dan klasik yang membawa kita pada kenangan-kenangan masa lalu. Dalam pentas teater ini juga akan dihibur musik akustik dari murid-murid SMKI (SMKN 8) Surakarta. (lip)
There is no ads to display, Please add some