beritabernas.com – Sebagai bagian dari perekonomian nasional dan global, DIY juga terpengaruh dampak dari ketidakpastian dan perlambatan ekonomi nasional dan global. Meski saat ini ekonomi DIY masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,11% (year on year) pada kuartal I 2025, namun dilihat dari kinerja neraca perdagangan DIY saat ini mengalami penurunan.
Menurut Amirullah Setya Hardi PhD dari ISEI Cabang Yogyakarta, tiga pilar penting yang menjadi penopang ekonomi DIY di bidang jasa yakni perdagangan, pendidikan dan pariwisata. Sumbangan sektor perdagangan dan jasa pendidikan relatif cukup besar pada kisaran 8%. Sementara kegiatan pariwisata yang diproxy melalui sektor akomodasi dan makanan minuman juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi DIY yaitu sebesar 10,65% pada kuartal I 2025.
Adanya dinamika internal di dalam negeri yang dipicu oleh kebijakan pemerintah daerah yang mempengaruhi kinerja pariwisata juga dirasakan oleh DIY. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya jumlah wisatawan dan tingkat penghunian kamar hotel sebesar 2,89% poin pada Maret 2025 dibanding Maret 2024.
Hal ini berdampak pada kemampuan sektor akomodasi dan makanan minuman dalam menyerap tenage kerja. BPS DIY melaporkan bahwa pada Februari 2025 terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor ini sebesar 0,92% poin dari Februari 2024. Artinya telah terjadi pengurangan tenaga kerja di sektor tersebut.

Dikatakan, pada Maret 2025 BPS DIY mencatat neraca perdagangan sebesar 31,73 juta dolar AS atau lebih rendah dibandingkan dengan posisi neraca perdagangan pada Februari 2025 sebesar 32,6 juta dolar AS atau mengalami penurunan 2,6% (month to month).
“Kinerja perdagangan DIY semakin terlihat keterpurukannya bila dibandingkan dengan Maret 2024 yang tercatat sebesar 34,04 juta dolar AS yang berarti telah terjadi penurunan sebesar 6,78% (year on year). Hingga saat ini, perdagangan internasional masih menjadi tulang punggung perekonomian DIY untuk meningkatkan nilai tambah dari produk strategis di sektor industri pengolahan,” kata Amirullah Setya Hardi dalam acara launching Komite Ketangguhan Ekonomi Yogyakarta (Jogja Economic Resilient Committee) di Punokawan Cafe & Galery Yogyakarta, Rabu 14 Mei 2025.
Menurut Amirullah, sektor industri pengolahan hingga kuartal I 2025 masih menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian DIY yang disusul oleh sektor pertanian dan sektor akomodasi & makanan minuman. Di antara produk yang dihasilkan sektor industri dan memiliki kemampuan ekspor adalah produk minuman jadi, pakaian jadi bukan rajutan, barang dari kulit dan kertas karton. Sektor industri pengolahan ini tercatat sebagai sektor dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi ketiga di DIY.
Data BPS DIY kuartal 2025 menyebutkan bahwa distribusi penduduk bekerja tertinggi ada di pertanian sebesar 24,,82%, disusul sektor perdagangan dengan penyerapan tenaga kerja 18,31%, serta sektor industri pengolahan sebesar 15,10%. Ketiga sektor ini hingga Februari 2025 tercatat memiliki pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja yang berarti masih memiliki kemampuan untuk menambah jumlah tenaga kerja meskipun dengan persentase yang relatif kecil.
BACA JUGA:
Dari 2,17 juta orang yang bekerja di DIY, terdapat 42,21% yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai dan sekitar 18,37% yang berusaha sendiri. Artinya terdapat lebih dari 1 juta tenaga kerja yang memiliki potensi terganggu aktifitas pekerjaannya ketika ketidakpastian dan perlambatan ekonomi benar-benar mempengaruhi perekonomian DIY.
Pusat budaya dan pendidikan
Menurut Amirullah, DIY merupakan pusat budaya dan pendidikan yang menjadi salah satu motor penggerak ekonomi kreatif (ekraf) di Indonesia. Sektor ekraf di DIY yang mencakup pariwisata, jasa konstruksi,dan revitalisasi vokasi, menunjukkan dinamika positif dengan memanfaatkan kekayaan budaya, kreativitas sumber daya manusia dan inovasi teknologi. Artikel ini menguraikan perkembangan ekraf di DIY dan nasional, dengan data statistik relevan untuk 2024 dan 2025, serta merinci 18 subsektor ekraf yang menjadi pilar pertumbuhan.
Dikatakan, pariwisata adalah tulang punggung ekraf di DIY, didorong oleh destinasi seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Keraton Yogyakarta dan Malioboro. Secara nasional, sektor pariwisata menyumbang 4,01-4,5% terhadap PDB pada 2024, dengan target meningkat menjadi 4,6% pada 2025.
Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) nasional mencapai 11,09 juta pada November 2024, naik 7,27% dari tahun sebelumnya, dengan target 14,6–16 juta pada 2025. Pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 1,08 miliar perjalanan pada 2024, dengan target serupa untuk 2025.
Sementara di DIY, pariwisata menyumbang 70% pendapatan daerah pada 2024, dengan kunjungan wisman ke destinasi utama seperti Borobudur mencapai 250.000 orang dan wisnus sekitar 8 juta perjalanan. Pariwisata di DIY juga mendukung subsektor ekraf seperti kuliner (gudeg, bakpia), kerajinan (batik, keramik), dan seni pertunjukan (wayang kulit, tari tradisional).

Kawasan Prioritas Pariwisata (KSP) seperti Parangtritis dan Kasongan-Tembi, sebagaimana ditetapkan dalam SK Gubernur DIY Nomor 193 tahun 2017, menjadi pusat pengembangan pariwisata berbasis ekraf. Kasongan menghasilkan 60% produk keramik DIY, dengan nilai ekspor Rp 50 miliar pada 2024. Namun, tantangan seperti kurangnya infrastruktur digital dan kolaborasi antar-stakeholder masih menghambat potensi maksimal. Pemulihan pasca-Covid-19 menunjukkan tren positif, dengan kunjungan wisatawan di DIY naik 15% pada 2024 dibandingkan 2023.
Sementara itu, jasa konstruksi mendukung ekraf melalui pembangunan infrastruktur pariwisata dan sentra industri kreatif. Secara nasional, sektor konstruksi tumbuh 6,2% pada 2024, didorong oleh proyek infrastruktur seperti Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), yang diprediksi selesai pada triwulan III 2024. Di DIY, jasa konstruksi berkontribusi pada revitalisasi Malioboro, pengembangan desa wisata, dan pembangunan sentra kerajinan di Bantul, dengan nilai proyek mencapai Rp 1,2 triliun pada 2024.
Kabupaten Bantul, yang menghasilkan 70% produk kerajinan DIY, mendapat manfaat dari pembangunan fasilitas produksi dan pemasaran, seperti sentra keramik Kasongan dan batik Imogiri.
Tantangan sektor ini meliputi mahalnya peralatan dan kurangnya tenaga kerja terampil dalam desain berbasis kearifan lokal. Untuk 2025, DIY menargetkan peningkatan investasi jasa konstruksi sebesar 10%, dengan fokus pada pengembangan KSP dan desa wisata. Kolaborasi dengan institusi vokasi diharapkan menghasilkan tenaga kerja yang mampu mendukung proyek-proyek kreatif. (lip)
There is no ads to display, Please add some