Warga RW 01 Kelurahan Bausasran Menghadapi Ancaman Penggusuran

beritabernas.com – Warga RW 01 Tegal Lempuyangan, Kelurahan Bausasran Kecamatan/Kapanewon Danurejan, Kota Yogyakarta menghadapi ancaman penggusuran setelah menerima Surat Peringatan (SP) 1 hingga SP 3 dari PT KAI Daop 6 Yogyakarta. Sesuai SP 3 tertanggal 12 Juni 2025, warga diminta mengosongkan/ membongkar rumah atau bangunan secara mandiri paling lambat 7 hari setelah SP 3 itu diterima.

Menurut Antonius Fokki Ardiyanto, juru bicara warga Tegal Lempuyangan, sampai Kamis 19 Juni 2025, tinggal 1 warga yang belum menandatangani surat pernyataan. “Hari ini 4 dari 5 warga yang masih bertahan setelah 8 warga yang menyerah duluan juga dengan terpaksa menandatangani pernyataan walaupun pasti berbeda narasinya dengan yang 8. Tinggal 1 warga yang masih bertahan dan kami bersama kawan-kawan LBH Yogyakarta akan tetap membersamainya,” kata Fokki Ardiyanto kepada beritabernas.com, Kamis 19 Juni 2025.

Fokki Ardiyanto mengatakan, ancaman penggusuran dilakukan tanpa adanya proses penghitungan ulang kompensasi sebagaimana diminta langsung oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Menurut Fokki, nilai kompensasi yang ditawarkan PT KAI adalah Rp 250 ribu/meter persegi untuk bangunan permanen, Rp 200 ribu/meter persegi untuk bangunan semi permanen, tambahan Rp 10 juta untuk rumah singgah dan masing-masing Rp 2,5 juta untuk ongkos bongkar.

BACA JUGA:

“Tawaran yang bahkan tak sebanding dengan harga bangunan aktual di Yogyakarta yang mencapai Rp 2 juta Rp 3 juta/meter persegi. Artinya, warga diminta hengkang dari ruang hidupnya dengan nilai yang tidak masuk akal dan tanpa dialog,” kata Fokki.

Menurut Fokki, pada 26 Mei 2025 lalu, Sultan HB X dengan tegas meminta agar seluruh bagian rumah warga, termasuk dapur, kamar mandi dan bangunan tambahan, diperhitungkan secara manusiawi. Ia juga menekankan bahwa bebungah dari Kraton senilai Rp 750 juta hanya bentuk empati moral, bukan kompensasi utama. “Namun hingga hari ini, suara itu tak pernah ditanggapi,” kata Fokki.

Mantan Anggota DPRD Kota Yogyakarta menilai proyek beautifikasi Stasiun Lempuyangan memperlihatkan wajah lain dari modernisasi yakni wajah yang mengabaikan warga dan menutup telinga dari suara pemimpinnya sendiri.

Padahal warga telah menyampaikan keberatan lewat DPRD DIY, forum audiensi hingga perantara GKR Mangkubumi. Tapi tak satu pun menghasilkan itikad baik untuk meninjau ulang pendekatan ini. Yang berjalan hanyalah alat ukur dan prosedur bukan hati nurani dan kehendak baik mensejahterakan tapi gerakan memiskinkan rakyat.

Proyek beautifikasi ini dirancang membawa nuansa kolonial-meets-modern yakni revitalisasi bangunan Belanda, restoran, hotel, hingga plaza publik. Tapi di balik janji keindahan itu, proses sosialnya justru timpang, dan karakter penjajah VOC yang menindas rakyat telah mewarnai relasi ini.

“Dan ironinya ketika Sri Sultan Hamengku Buwono X-pemimpin daerah istimewa ini-meminta peninjauan ulang, BUMN seperti PT KAI tetap melaju tanpa mengindahkan suara tersebut. Kini publik patut bertanya, apakah Badan Usaha Milik Negara lebih berkuasa daripada Sultan di Tanah Istimewa? Apakah “prosedur” kini lebih sakral daripada kebijaksanaan lokal? Panjang Umur Perjuangan,” kata Antonius Fokki Ardiyanto. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *