Guru Perlu Mengimplementasikan Moderasi Beragama

beritabernas.com – Dosen IPPAK USD FX Dapiyanta SAg MPd mengatakan bahwa para guru, terutama Guru Agama Katolik, perlu mendalami materi tentang implementasi moderasi beragama dalam Pendidikan Agama Katolik.

Menurut FX Dapiyanta, komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan dapat mengimbas pada kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

“Ada konfik antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, dan juga antara radikalisme dan sekularisme,” kata FX Dapiyanta dalam acara Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah di Jlamprang, Pandowoharjo, Sleman, DIY, pada Sabtu (18/6/2022).

Para peserta Pembinaan Peningkatan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Katolik tingkat Menengah, Sabtu (18/6/2022). Foto: Istimewa

Sementara Dr M.Joko Lelono Pr, Komisi HAK Kevikepan Jogja Timur yang juga Dosen Kajian Agama dan Dialog Fakultas Teologi USD menyutip ungkapan Gus Yahya, Islam dan Kristen atau Islam dan Yahudi mengatakan bahwa agama-agama tersebut memiliki sejarah permusuhan yang bisa dibongkar akar penyebabnya sehingga relasi tegang saat ini bisa diurai dan dipugar ulang.

“Proyek pembangunan tata dunia baru mengharuskan semua pemeluk agama bergandengan dan menyumbang nilai-nilai luhur dari agamanya untuk peradaban dunia yang adil dan beradab. Masalahnya, sebagai orang Katolik, kita justru tidak menyadari jika kita mempunyai masalah,” kata Romo Joko dalam rilis yang diterima beritabernas.com pada Sabtu 18 Juni 2022.

Pembicara lain dalam acara yang diadakan oleh Penyelenggara Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman ini, Listia Suprobo SAg. M.Hum (Pegiat dan Pemerhati Pendidikan di Perkumpulan Pendidik Interreligius/Pappirus), mengatakan, kebenaran yang kita pegang seperti pecahan cermin yang jatuh dari langit.

“Paham keagamaan yang berkembang dalam dunia pendidikan masih eksklusif, berkembang pola relasi kuasa antarkelompok (kecurigaan, prasangka, hoax), banyak pendidik terjebak dalam ekslusivitas dan maraknya intoleransi dan phobia,” kata Listia Suprobo.

CB Ismulyadi SS M.Hum, Penyelenggara Katolik Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, mengatakan, kegiatan ini diikuti para guru Pendididikan Agama Katolik tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.

“Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki 7 program pokok, salah satunya adalah Moderasi Beragama. Program ini terus menerus digaungkan dan dikem­bangkan dalam sikap keberagamaan. Kehadiran sosok guru moderat diharapkan mampu memberikan nilai-nilai moderasi ke peserta didik melalui empat hal yaitu komitmen kebangsaan, toleransi aktif, anti kekerasan serta akomodatif terhadap budaya lokal,” kata CB Ismulyadi. (lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *