Prawirotaman-Tirtodipuran Yogyakarta, Kawasan Bisnis Pertama di Indonesia yang Peduli Kesejahteraan Hewan

beritabernas.com – Prawirotaman-Tirtodipuran Yogyakarta diluncurkan sebagai kawasan bisnis pertama di Indonesia yang peduli kesejahteraan hewan. Di kawasan itu, para pelaku bisnis bersedia menggunakan telur tanpa sangkar (cage free).

Peluncuran Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta sebagai kawasan bisnis yang peduli pada kesejahteraan hewan ini dilakukan oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta yang diwakili Anita Verawati S.Psi MM, Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Kota Yogyakarta, Selasa 23 Juli 2024.

Peluncuran Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta dilakukan atas inisiatif dari Animal Friends Jogja (AFJ), Act For Farmed Animals (AFFA) dan Animals Don’t Speak Human (ADSH) ini menandai satu kawasan bisnis yang peduli dengan kesejahteraan hewan dan kelestarian lingkungan.

BACA JUGA:

“Yogyakarta adalah pionir Cage-Free District di Indonesia dan diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain,” kata Elly Mangunsong, Corporate Outreach Manager Animal Friends Jogja (AFJ), seperti dikutip Dian Erviana, Koordinator Komunikasi AFJ Farmed Animals Advocacy Program, dalam rilis yang dikirim kepada beritabernas.com, Selasa 23 Juli 2024.

Cage-Free District merupakan kawasan yang menggunakan telur bebas sangkar. Sistem ini disebut free-range (diumbar) dimana unggas dapat mengakses area luar ruangan melalui pop hole (lubang kecil tempat keluar masuk.

Menurut Elly Mangunsong, di Indonesia, sebanyak 83 perusahaan telah berkomitmen menggunakan telur bebas sangkar, yang terdiri dari 61 perusahaan global/multinasional dan 22 perusahaan nasional/lokal, dengan 18 perusahaan berasal dari Jogja. Ia berharap lebih banyak lagi pelaku bisnis mengikuti langkah ini.

Peserta acara peluncuran Cage-Free District. Foto: Dok AFJ

Peluncuran Cage-free District Yogyakarta ditandai dengan penyerahan plakat dan stiker penanda Cage-Free District kepada pelaku bisnis cage-free oleh Anita Verawati, yang turut mengapresiasi inisiatif ini sebagai langkah inovatif yang sejalan dengan visi Yogyakarta untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Kami dari Dinas Pariwisata mengapresiasi dan mendukung sekali apa yang dilakukan teman-teman AFJ. Yogyakarta sebagai kota wisata dengan kekayaan budaya dan sejarahnya akan mempunyai nilai tambah wisata terhadap wisatawan yang peduli terhadap isu-isu kesejahteraan hewan dan keberlanjutan, apalagi wisata yang kita usung adalah sustainable tourism,” kata Anita Verawati.

Dengan adanya Cage-Free District di kawasan Prawirotaman dan Tirtodipuran menjadikan area tersebut sebagai destinasi wisata yang mendukung arah kebijakan Dinas Pariwisata dan industri yang lebih ramah dan memberikan kebaikan kepada kita sebagai manusia. Hal ini diharapkan akan mengundang semakin
banyak usaha bisnis di berbagai area untuk beralih ke telur bebas sangkar dalam proses produksinya, sehingga tidak hanya meningkatkan kesejahteraan hewan, diharapkan menambah citra wisata dan juga menjadi bagian dari branding Jogja Istimewa.

Sementara Nino dari ViaVia Bakery sebagai salah satu bisnis yang sudah berkomitmen cage-free menyampaikan alasan mereka berkomitmen bebas sangkar. “Selain karena konsep kami adalah eco-friendly kami juga ingin memastikan produk kami bebas dari kekejaman terhadap binatang. Setelah berkomitmen kami mendapat respons positif dari konsumen, karena mereka mau makan sesuatu yang membuat mereka nyaman dan senang, dan mereka menyukai produk telur cage-free,” kata Nino.

Transisi dari kandang baterai ke bebas sangkar didorong oleh kesadaran pelaku usaha akan pentingnya kesejahteraan hewan, khususnya ayam petelur. Saat ini, 2.500 perusahaan makanan besar di seluruh dunia telah membuat komitmen untuk hanya menggunakan telur bebas sangkar dalam rantai pasoknya.

Sistem kandang sangkar atau lebih dikenal kandang baterai jauh dari lima prinsip kebebasan hewan; ayam di kandang baterai menghabiskan sebagian besar hidup mereka dalam rasa sakit. Riset menunjukkan, mobilitas terbatas ayam petelur dalam kandang baterai memengaruhi perkembangan tulang ayam hingga sakit fisik. Salah satu penyumbang terbesar terhadap rasa sakit dalam sistem kandang baterai adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar bagi ayam, seperti tidak adanya sarang,
tempat bertengger (tempat mereka istirahat dan tidur) atau ruang untuk mencari makan.

Suasana acara peluncuran Cage-Free District di Jalan Prawirotaman dan Tirtodipuran Yogyakarta. Foto: Dok AFJ

Survei-survei menunjukkan mayoritas konsumen dunia termasuk di Asia mengkhawatirkan kesejahteraan ayam petelur. Di 14 negara yang beragam secara budaya, geografis, dan politik, sebagian besar dari 4.292 peserta dalam penelitian ini mengonsumsi telur dan menganggap penting bahwa ayam tidak menderita dalam proses produksinya.

Mayoritas peserta lebih memilih untuk membeli telur dari ayam yang tidak dipelihara dalam kandang baterai. Temuan penelitian ini tidak hanya memberi peringatan kepada produsen telur mengenai preferensi dan tren pasar yang potensial, tetapi juga sebagai kesempatan untuk pengembangan pasar.

Unit usaha yang telah berkomitmen akan dimasukkan ke dalam websitewww.indonesiacagefreedistrict.com dan bisa diakses secara global. Selanjutnya, untuk
usaha yang sudah berkomitmen akan ditempelkan stiker di unit usahanya.

Ke depan, Cage-Free District diharapkan mampu menjadi media promosi dan edukasi tentang telur bebas sangkar kepada masyarakat melalui kerja sama dengan bisnis kuliner di kawasan penting, sehingga menjadikan industri pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai tolok ukur perlindungan hewan dan konsumsi makanan yang welas asih. (lip)



There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *