Akhir-akhir Ini Muncul Gejala Negara Hukum agak Melemah

beritabernas.com – Indonesia sebagai negara hukum harus membangun pemerintahan yang demokratis yang diarahkan dan dikendalikan oleh hukum. Artinya, hukumlah yang harus memerintah dan memimpin penyelenggaraan negara.

Dengan demikian, demokrasi harus dijalankan atas legitimasi hukum, bukan hanya didasarkan atas kekuatan mayoritas dan menang kalah suara. Selain itu, kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi) harus tampil dalam daya tahan yang seimbang.

Namun, akhir-akhir ini timbul gejala pembalikan arah atau ketidakseimbangan hubungan determinasi antara keduanya (demokrasi dan nomokrasi). Negara hukum agak melemah dengan munculnya peraturan perundang-undangan yang berwatak ortodoks dan pelemahan atas lembaga-lembaga politik dan penegakan hukum. Fenomena ini disertai dengan menguatnya watak oligarki, kleptokrasi dan kartelisasi.

Hal ini terungkap dalam kuliah perdana Mahasiswa Program Pasca Sarjana (Magister dan Doktor) FH UII di Auditorium Kampus FH UII, Sabtu, 14 September 2024.

Dalam kuliah perdana dengan tema Daya Tahan Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Prof Moh Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara pada FH UII yang juga mantan Ketua MK dan mantan Menkopolhukam RI, mengatakan, pelemahan atas performansi negara hukum di Indonesia terjadi karena ketaatan kepada ideologi negara hanya terpusat pada produk hukumnya.

Prof Mahfud MD saat menyampaikan materi pada Kuliah perdana Mahasiswa Program Pascasarjan FH UII. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Artinya, hanya bertitik berat pada Pancasila sebagai dasar negara. Padahal, menurut Mahfud MD, di samping fungsi Pancasila sebagai dasar negara masih ada fungsi-fungsi lain selain sebagai dasar negara, misalnya sebagai pemersatu, pandangan hidup, kesepakatan bangsa, jiwa bangsa, mata air kehidupan bangsa, sumber tertib hukum dan sebagainya yang tidak semuanya menjadi aturan hukum.

Dikatakan, Pancasila sebagai dasar negara melahirkan aturan hukum yang tersusun secara hierarkis dalam bentuk peraturan perundang-undangan, sedangkan Pancasila selain sebagai dasar negara bersumber dari agama, kepercayaan, budaya, adat, kesusilaan, kesopanan dan sebagainya yang kemudian menjadi pedoman moral dan etika.

Namun, menurut Mahfud MD, banyak terjadi, orang hanya taat kepada Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar negara yang melahirkan aturan hukum tetapi tidak perduli kepada nilai-nilai moral dan etika yang belum menjadi hukum meskipun sudah menjadi bagian dari penghayatan hidup masyarakat.

Hal ini terjadi karena keberlakuan dan sanksi hukum bisa dipaksakan oleh negara dengan sanksi yang bersifat heteronom atau ditegakkan oleh aparat, sedangkan sanksi dari norma-norma selain hukum bersifat otonom yakni didasarkan pada kesadaran hati nurani sendiri-sendiri sehingga tidak bisa dipaksakan oleh negara.

“Sehingga seringkali muncul tindakan amoral dan tidak etis karena pelanggaran atas pedoman moral dan etika tidak bisa ditindak dan dijatuhi sanksi oleh negara selama norma-norma selain hukum yang menjadi dasar moral dan etika itu belum dijadikan hukum,” kata Mahfud MD.

Negara hukum

Menurut Mahfud MD, istilah negara hukum demokratis mempunyai substansi makna yang sama dengan istilah negara demokrasi konstitusional dan demokrasi berdasar hukum, yakni negara yang didasarkan pada kedaulatan rakyat yang diatur dengan konstitusi dan dilaksanakan berdasar hukum. Karena itu, negara kita sering disebut dengan istilah yang berbeda tetapi artinya sama, yakni negara demokrasi, negara konstitusional, dan negara hukum.

BACA JUGA:

Ketatanegaraan kita yang diatur di dalam konstitusi dan hukum selalu mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan masyarakat yang demokratis. Oleh sebab itu konstitusi dan sistem ketatanegaraan kita selalu berubah sejak tahun 1945 sampai sekarang, baik melalui perubahan normal maupun melalui operasi Caesar yakni desakan publik yang berhasil menggiring lembaga-lembaga demokrasi untuk melakukan perubahan. Yang terjadi bukan hanya dinamika praktik ketatanegaraan tetapi juga sering berubah dalam sistem ketatanegaraannya.

Perubahan-perubahan atau dinamika itu tidak dapat dihindari karena alasan-alasan tertentu yang mendorongnya sehingga selama 79 tahun kita merdeka, selalu terjadi dinamika ketatanegaraan melalui perubahan konstitusi dan sistem ketatanegaraan.

Jika dinamika perubahan itu dihitung pada perubahan keberlakuan konstitusi maka sejak tahun 1945 sampai sekarang sekurang-kurangnya sudah ada delapan kali perubahan keberlakuan UUD, bahkan bisa juga dihitung 11 kali jika perubahan di era reformasi yang 4 tahap dihitung sebagai perubahan sendiri-sendiri.

Dikatakan, jika kita memilih demokrasi sebagai prinsip dan sistem bernegara maka prinsip dan sistem lain yang harus juga dipakai adalah konstitusi. Kita tahu bahwa kalau demokrasi tidak dijaga dan dipagari bisa menimbulkan anarki yang mengancam kelangsungan persatuan bangsa dan keutuhan negara.

Karena itu di negara demokrasi harus ada konstitusi yang merupakan mother of laws, induk dari semua aturan hukum yang diturunkan dalam bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan.

Dalam hal kekuasaan untuk mengatur dan memerintah negara konstitusi membuka pintu lebar untuk diraih secara demokratis tetapi konstitusi membatasi lingkup dan waktunya melalui aturan hukum yang harus dipatuhi.

Menurut Mahfud MD, jika demokrasi berkaitan erat dengan konstitusi dalam satu mosaik ketatanegaraan maka di dalam paket mosaik itu ada juga nomokrasi atau kedaulatan hukum. Demokrasi merupakan pasangan dari nomokrasi sesuai dengan adagium, “Demokrasi tanpa nomokrasi bisa liar dan anarkis, nomokrasi tanpa demokrasi adalah kedzaliman”.

Konstitusi dan nomokrasi juga berkaitan erat sebab nomokrasi sebenarnya mengatur jangkauan yang lebih luas dari konstitusi. Jika konstitusi dipandang sebagai dasar aturan main bagi prinsip dan sistem demokrasi maka nomokrasi merupakan bungkus yang lebih besar dari konstitusi dalam arti bahwa konstitusi itu adalah bagian terpenting dari nomokrasi.

Mahfud MD mengatakan bahwa konstitusi merupakan induk dari berbagai aturan hukum dan segala bentuk peraturan perundang-undangan yang lahir dari nomokrasi. Negara hukum mengasumsikan bahwa semua kegiatan negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh rakyat, harus berdasar dan sesuai dengan ketentuanhukum.

“Hukum yang diberlakukan secara resmi dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yang disusun secara hirarkis (berjenjang) dan konstitusi merupakan induknya atau ada pada level tertinggi,” kata Mahfud MD. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *