beritabernas.com – Ada hubungan yang erat antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tingkat kejahatan di bidang bisnis. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memicu pertumbuhan jenis-jenis kejahatan tertentu karena setiap perkembangan budaya manusia selalu diikuti oleh perkembangan kriminalitasnya, sehingga tepat apa yang digambarkan para ahli bahwa kejahatan adalah cerminan dari peradaban manusia (crime is a shadow of civilization).
Hal itu disampaikan Prof Dr Hanafi Amrani SH MH LLM, Profesor bidang Ilmu Hukum Pidana FH UII, dalam pidato pengukuhan Guru Besar di hadapan Sidang Terbuka Senat UII di Auditorium Kampus Terpadu UII, Selasa 30 Juli 2024.
Pada kesempatan dan tempat yang sama, Prof Dr Winahyu Erwiningsih SH M.Hum Not, Profesor bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pajak FH UII, juga menyampaikan pidato pengukuhan dengan judul Politik Hukum Kebijakan Pemanfaatan Tanah sebagai Agenda Reforma Agraria.
Dalam pidato pengukuhan dengan judul Pergeseran Paradigma Hukum Pidana dalam Merespon Perkembangan Ekonomi dan Kejahatan Bisnis, Prof Hanafi Amrani yang merupakan Profesor bidang Ilmu Hukum Pidana, mengatakan, ada pendapat lama dari para kriminolog dan ahli hukum pidana yang menyatakan bahwa salah satu sebab timbulnya kejahatan adalah buruknya keadaan ekonomi.
Artinya, apabila keadaan ekonomi memburuk maka kejahatan akan naik. Demikian juga sebaliknya, bilamana keadaan ekonomi membaik maka kejahatan akan turun.
Sementara itu pendekatan yang baru melihat gejala kriminalitas merupakan kelanjutan dari kegiatan dan pertumbuhan ekonomi. Semakin maju perkembangan dan pertumbuhan ekonomi, seiring dengan itu semakin meningkat pula kejahatan di bidang bisnis, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
“Pertumbuhan ekonomi seringkali disalahgunakan melalui praktik bisnis curang untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akibatnya adalah beberapa pihak dirugikan, seperti masyarakat konsumen pada umumnya, perusahaan lain dalam bentuk persaingan tidak sehat, maupun kerugian negara dalam bentuk pajak yang tidak dibayar,” kata Prof Hanafi Amrani.
Menurut Prof Hanafi, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dalam bentuk pelaksanaan bisnis seperti produksi, distribusi maupun pemasaran barang dan jasa seringkali disalahgunakan melalui praktik bisnis curang untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Akibatnya, beberapa pihak dirugikan, seperti masyarakat konsumen pada umumnya, perusahaan lain dalam bentuk persaingan tidak sehat, maupun kerugian negara dalam bentuk pajak yang tidak dibayar.
Bentuk lain dari perilaku bisnis yang menyimpang adalah memproduksi barang dan jasa dengan bahan baku di bawah standar sehingga merugikan kesehatan bahkan mengancam jiwa konsumen, pemberian keterangan tidak benar atas suatu produk barang dan jasa, serta iklan yang menyesatkan.
“Perilaku menyimpang di bidang bisnis ininampaknya cenderung meningkat seiring denganpeningkatan kuantitas perusahaan industri itu sendiri,” kata Prof Hanafi Amrani.
BACA JUGA:
- Pidato Pengukuhan Guru Besar UII, Prof Zaenal Arifin: Ada 4 Indikator Kesehatan Keuangan
- Mantan Wartawan yang Menjadi Guru Besar UII Menyampaikan Pidato Pengukuhan
- Prosentase Jumlah Guru Besar UII Jauh di Atas Angka Nasional
Sementara Prof Winahyu Erwiningsih mengatakan, pemerintah melalui instansi ATR/BPN mulai mengintensifkan akses reform atas tanah agar memperoleh pemanfaatan hasil maksimal. Langkah ini sekaligus sebagai bentuk pelaksanaan politik hukum kebijakan pemanfaatan tanah.
Sayangnya, kata Prof Winahyu, sistem hukum tanah di Indonesia belum sepenuhnya mendukung kebijakan itu. Ada beberapa faktor penyebabnya antara lain disharmoni, disorientasi peraturan, kekaburan norma dan implementasi yang gamang.
“Hal itu ditunjukan dengan makin banyaknya tanah terlantar serta penegakannya belum ada solusi yang dapat diterima,” kata Prof Winahyu Erwiningsih.
Karena itu, Profesor bidang Ilmu Hukum Agraria dan Pajak FH UII ini mengusulkan agar dibuat peraturan baru tentang penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan tanah berderajat undang-undang. Peraturan itu dapat menjadi pedoman yang kuat dalam menjalankan kebijakan pemanfaatan tanah.
“Sambil menunggu dasar aturan, saat ini hendaknya instansi ATR/BPN fokus pada upaya penyadaran dan himbauan untuk memanfaatkan tanah. Semisal dengan mencoba alternatif penerapan lembaga hukum kerjasama pengelolaan pemanfaatan tanah sebagaimana banyak dipraktikkan di negara lain,” kata Prof Winahyu. (lip)
There is no ads to display, Please add some