beritabernas.com – Sebagai rangkaian kegiatan memperingati Dies Natalis ke-69, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta menyelenggarakan Studiun Generale Bedah Budaya Nusantara di Auditorium Gedung Kampus Pusat UST Lantai 4 Jalan Batikan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Sabtu 28 September 2024.
Studium General memperingati Dies Natalis ke-69 UST tersebut menghadirkan narasumber atau pembicara Putu Supadma Rudana MBA, Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parleman DPR RI yang juga Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI).
Rektor UST KI Prof Drs H Pardimin MPd PhD menjelaskan, Ki Hadjar Dewantara sebagai pendidik, budayawan, wartawan dan politikus sudah tepat memilih perjuangan di bidang pendidikan, karena rakyat masih bodoh di zaman penjajahan kolonial Belanda.
Tamansiswa yang didirikan Ki Hadjar Dewantara pada 3 Juli 1922 telah ikut berjuang mendirikan NKRI. Bahkan semboyan Tamansiswa Tutwuri Handayani menjadi logo Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI dan ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan dan kebudayaan masih relevan. Karena itu, sebagai aset bangsa, Tamansiswa tidak boleh dilupakan dan perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Pendidikan aspek strategis dan penting
Sementara Putu Supadma Rudana mengatakan, pendidikan merupakan aspek yang sangat strategis dan penting bagi kehidupan dan keberlanjutan sebuah negara bangsa. Pendidikan menjadi faktor penentu kemajuan atau kemunduran sebuah bangsa. Sumber daya manusia (SDM) yang terus-menerus ditingkatkan kualitasnya merupakan aset utama dan membangun bangsa dan negara.
Menurut Anggota Komisi VI DPR RI dari Dapil Bali Putu Supadma Rudana, dalam rangka menciptakan SDM sebagai aset utama nasional, sangat tepat bila mengkaji kembali pemikian Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara.
BACA JUGA:
- Konsep Ki Hadjar Dewantara Mewarnai Ciri Khas Gerakan Pramuka di Indonesia Hingga Sekarang
- Makna Kemerdekaan Menurut Ki Hadjar Dewantara
Sebab, konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan yang holistik yakni peserta didik dibentuk menjadi insan yang berkembang secara utuh (rasio, olah rasa, olah jiwa dan olah raga) melalui proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dilaksanakan dalam suasana penuh keterbukaan, kebebasan dan menyenangkan.
Di samping itu pentingnya mengakar pendidik pada budaya yakni peserta didik harus memahami dan menghargai warisan budaya bangsa. Output kedua hal tersebut, menurut Putu Supadma Rudana, SDM Indonesia tidak hanya maju dari segi keilmuan material tetapi juga cerdas secara emosional dan spiritual.
Selanjutnya dalam rangka melengkapi penguasaan ilmu dan teknologi, emosional dan spiritual, Ketua Umum AMI Putu Supadma Rudana mengajak untuk tidak hanya mengunjungi museum, tetapi juga belajar dan memahami sejarah kebudayaan bangsa.
Sebab, sejatinya museum adalah sekolah. Kebudayaan dan seni akan lestari jika dapat dikenal, dipahami dan ditarik intisari ilmu yang terkandung di dalamnya untuk kemudian disesuikan dengan kebutuhan saat ini. “Kearifan lokal dan kebijaksanaan lokal kita, sangat relevan dengan konteks internasional hari ini. Inilah yang dinamakan dengan from local wisdom to global action,” kata Putu Supadma Rudana di depan 385 mahasiswa UST yang mengikuti Studium Generale.
Sebelum menyampaikan materi pada studium generale, Putu Supadma Rudana MBA bersama Muslim, SHI MM (Anggota KBSAP DPR RI), Ki R Bambang Widodo MPd (Wakil Ketua I AMI), Drs Waluyono (Wakil Ketua II AMI), Dr Ari Setiawan S.Sos.I MPd (Wakil Rektor III UST) dan Ki Dr Drs Hajar Pamadhi MA.Hons (Ketua Barahmus DIY) mengunjungi Museum Dewantara Kirti Girya Tamansiswa, Jalan Tamansiswa 25 Yogyakarta. (lip)
There is no ads to display, Please add some