Aneh, Kasus Korupsi Lama Diproses dan Kasus Korupsi Baru Didiamkan

Oleh: Saiful Huda Ems

beritabernas.com – Banyak kasus dugaan korupsi besar yang masih baru dan hangat serta ditengarai merugikan negara hingga triliunan rupiah, seperti kasus dugaan penyelewengan dana haji tahun 2024 senilai Rp 7,8 triliun, dugaan kasus korupsi minyak goreng 2021-2022 senilai Rp 6,7 triliun dan lain-lain . Namun, anehnya semua kasus tersebut didiamkan atau tidak dilanjutkan proses hukumnya.

Sementara kasus dugaan penyalahgunaan izin impor gula yang dituduhkan kepada Thomas Lembong sudah lama terjadi yakni tahun 2015 dengan nilai kerugian tidak sampai Rp 400 miliar, langsung secepat kilat diungkap dan orangnya ditahan.

Saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa Thomas Lembong begitu cepat ditangkap dan ditahan, sementara gembong-gembong koruptor lainnya yang kasusnya masih hangat dan segar-segar dibiarkan saja, tidak dilanjutkan proses hukumnya? 

Ternyata anggota Pansus Dana Haji dari Partai Gerindra dalam Raker dan RDP yang membahas soal Evaluasi Haji 2024 di Komisi VIII DPR RI mengaku kasus Kuota Haji 2024 tidak diungkap karena mereka takut dengan Jokowi. 

BACA JUGA:

Apakah hal yang sama juga terjadi pada Kejagung yang tidak juga menuntaskan kasus kelangkaan minyak goreng (2021-2022) karena takut dengan Jokowi?

Jokowi memang sudah tidak lagi menjadi presiden dan sudah digantikan oleh Presiden Prabowo Subianto, namun kita semua juga tahu, banyak posisi atau jabatan penting dan strategis di Kabinet Merah Putih sekarang ini masih diduduki oleh orang-orang Jokowi. 

Mungkinkah karena koruptor-koruptor yang sudah “berbaiat” mendukung Jokowi itu aman dan tidak dipersoalkan lagi?

Penegakan hukum harus adil, tidak boleh memandang siapa pun yang melawan hukum. Jika penegakan hukum hanya diarahkan pada orang-orang yang berani bersikap kritis pada pemerintah, itu artinya hukum hanya menjadi alat penggebuk lawan-lawan politik pemerintah. Ini berbahaya!

Presiden Prabowo Subianto sebaiknya terus mencermati pergerakan politik Jokowi yang tercermin melalui operator-operator politiknya di lingkaran istana. Jokowi yang sudah lama melemahkan KPK dan ingin menggeser peranan penindakan hukum untuk soal pemberantasan korupsi hanya pada Kejaksaan dan Polri, sebaiknya dikaji lagi.

KPK, Kejagung dan Polri adalah tiga institusi yang harus dijaga marwahnya dan dikuatkan fungsi dan perannya, tidak boleh ada salah satu darinya yang dilemahkan. 

Subjek dan objek penegakan hukumnya juga tidak boleh dipilah-pilah hanya pada ranah lawan-lawan politik pemerintah saja. Sebab jika itu yang terjadi, maka hukum akan berubah tujuannya yang tak lagi menjadi alat untuk terciptanya keadilan dan ketertiban serta kesejahteraan hidup bagi masyarakat, melainkan hanya sebagai alat untuk menghantam lawan-lawan politik pemerintah yang harus disikat. Bahaya. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Analis Politik)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *