beritabernas.com – Orang Dayak, sebagai salah satu kelompok etnis terbesar di Kalimantan, memiliki warisan budaya yang kaya dan unik. Namun, di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, perjuangan mereka untuk mempertahankan identitas budaya, tanah adat dan hak asasi menjadi sangat menantang.
Salah satu isu utama yang dihadapi adalah perampasan tanah adat. Hutan Kalimantan, tempat tinggal dan sumber kehidupan orang Dayak, sering kali dialihfungsikan untuk perkebunan kelapa sawit, tambang, atau proyek infrastruktur.
Kehilangan hutan berarti kehilangan identitas, karena budaya Dayak sangat erat kaitannya dengan alam. Meskipun sudah ada pengakuan hukum terhadap tanah adat, implementasi di lapangan sering kali menemui berbagai hambatan.
BACA JUGA:
- Peran Pendidikan Karakter dalam Menghadapi Krisis Moral di Indonesia
- Keadilan jadi Pondasi Peradaban
Di sisi lain, modernisasi membawa ancaman terhadap tradisi dan kearifan lokal. Generasi muda Dayak sering kali terpapar budaya luar yang lebih dominan, sehingga nilai-nilai tradisional perlahan terkikis. Dalam hal ini, pendidikan berbasis budaya lokal menjadi sangat penting untuk menanamkan rasa bangga terhadap warisan nenek moyang mereka.
Namun, perjuangan orang Dayak tidak hanya soal mempertahankan budaya, tetapi juga adaptasi dengan perubahan. Banyak komunitas Dayak yang kini mengembangkan pariwisata berbasis budaya sebagai cara untuk melestarikan tradisi sekaligus meningkatkan perekonomian. Upaya seperti ini menunjukkan bahwa orang Dayak mampu menghadapi tantangan tanpa kehilangan identitas mereka.
Masyarakat Dayak adalah penjaga hutan dan budaya Nusantara. Perjuangan mereka harus menjadi perhatian semua pihak, bukan hanya demi keadilan bagi mereka, tetapi juga demi keberlanjutan lingkungan dan keragaman budaya Indonesia.
Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat luas harus mendukung upaya mereka melalui kebijakan yang adil dan inklusif. Karena pada akhirnya, keberhasilan orang Dayak dalam melestarikan budaya dan tanah adatnya adalah kemenangan bagi Indonesia. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)