beritabernas.com – Untuk semakin memperkuat industri Fintech P2P Lending atau pinjaman daring (Pindar) dan meningkatkan perlindungan konsumen, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan langkah-langkah penguatan pengawasan dan penyelesaian kasus terkait Lembaga Jasa Keuangan (LJK), termasuk di industri Fintech P2P Lending atau pinjaman daring (Pindar).
Bahkan selama tahun 2024, OJK telah mengeluarkan 661 sanksi terhadap penyelenggara Pindar dan empat surat keputusan cabut izin usaha (CIU) yang terdiri dari dua penyelenggara karena sanksi administratif dan dua penyelenggara mengajukan permohonan pengembalian izin usaha.
Menurut M Ismail Riyadi, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, dalam rilis yang diterima beritabernas.com, Senin 3 Pebruari 2025, sesuai mandat UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) di industri Pindar, OJK telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023-2028.
Peluncuran roadmap ini merupakan komitmen OJK untuk mewujudkan industri Pindar yang sehat, berintegritas, dan berorientasi pada inklusi keuangan dan pelindungan konsumen serta berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Ismail Riyadi menambahkan, sesuai amanat UU P2SK, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, sebagai penyempurnaan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022.
BACA JUGA:
- Dalam 3 Bulan, Satgas Pasti Blokir 543 Entitas Pinjaman Online Ilegal
- Konsumen Perlu Menjaga Karahasiaan Data Pribadi untuk Menghindari Penipuan Eksternal
- OJK Menerima 1.672 Pengaduan Berindikasi Pelanggaran oleh Petugas Penagihan Utang
Penerbitan POJK tersebut, menurut Ismail Riyadi, bertujuan antara lain untuk memberikan pelindungan secara maksimal terhadap Pemberi Dana (Lender) dengan ruang lingkup antara lain pengaturan yang mewajibkan Penyelenggara untuk menampilkan penilaian kredit dan informasi yang terkait pemberian dana, kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum Pemberi Dana dan penyampaian risiko Pendanaan yang melekat kepada Pengguna.
Selain itu, OJK juga telah menerbitkan beberapa POJK lain terkait dengan penerapan tata kelola yang baik, pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan penerapan manajemen risiko. Saat ini OJK juga tengah melakukan penyusunan Rancangan Surat Edaran (RSEOJK) perubahan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI, yang mengatur penguatan penyelenggaraan kegiatan usaha LPBBTI.
Materi perubahan ketentuan antara lain mengenai penguatan pemahaman mengenai risiko Pendanaan dan analisis risiko Pendanaan, sebagai upaya mitigasi risiko dan pelindungan lender. Penanganan PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) & PT Investree Radhika Jaya (Investree) OJK melakukan penegakkan hukum (law enforcement) berupa pencabutan izin usaha terhadap TaniFund dan Investree karena kedua Pindar tersebut tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK.
Dalam perkembangannya untuk TaniFund, pasca-pencabutan izin usaha, Tim Likuidasi PT Tani Fund Madani Indonesia telah mengumumkan pembubaran perseroan melalui beberapa surat kabar pada 1 Agustus 2024 dan diumumkan melalui Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Nomor 062 pada 2 Agustus 2024. Sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024, OJK menerima 7 pengaduan terkait TaniFund.
Sementara itu, saat ini telah terbentuk Tim Likuidasi TaniFund sehingga masyarakat yang akan menyelesaikan hak dan kewajibannya dapat menghubungi Tim Likuidasi TaniFund sebagaimana informasi yang tersedia di situs resmi TaniFund. Terkait dengan dugaan tindak pidana yang terjadi di TaniFund, telah ditindaklanjuti dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan.
Sedangkan untuk Investree, sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024, OJK menerima 85 pengaduan terkait Investree. Rapat Umum Pemegang Saham Investree telah memutuskan penunjukkan Tim Likuidasi yang akan bekerja menyelesaikan hak dan kewajiban Perusahaan sesuai ketentuan.
OJK juga telah melakukan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap Sdr. AAG selaku Direktur Utama Investree sesuai POJK Nomor 34/POJK.03/2018 tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 14/POJK.03/2021 dengan hukuman maksimal. Hasil PKPU tersebut tidak menghapuskan tanggung jawab serta dugaan perbuatan Pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree.
Menurut Ismail Riyadi, penyidik OJK secara intensif telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penanganan secara efektif. Melalui kerja sama dengan Polri telah dilakukan permohonan red notice oleh Interpol RI kepada Interpol Pusat di Lyon dan permohonan pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
Kemudian, melalui kolaborasi antara Penyidik OJK dengan Polri, dua tersangka diharapkan dapat segera dihadirkan untuk kelanjutan proses penegakan hukum atas tindakan tersangka dan memberikan kejelasan atas nasib investor di Investree.
“Berkenaan dengan kasus eFishery, OJK menegaskan bahwa entitas tersebut bukan merupakan lembaga jasa keuangan dan tidak berada di bawah pengawasan OJK. Namun demikian, OJK terus memantau perkembangan terkait penyelesaian permasalahan di eFishery dan dampaknya terhadap LJK,” kata Isamil Riyadi. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some