beritabernas.com – Olivia Lewi Pramesti, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), mengatakan, media massa, baik cetak, elektronik dan online, menghadapi tantangan dengan kehadiran teknologi Artificial Intelligence (AI) yang berkembang cukup masif dalam 10 tahun terakhir.
Di satu sisi, kehadiran teknologi AI memberikan peluang yang cukup besar bagi media massa, sementara di sisi lain, AI juga bisa menjadi ancaman bagi eksistensi media.
Namun, bisa saja kehadiran AI bukan menjadi ancaman serius atau bahkan bisa menjadi peluang bagi media massa untuk berkembang. Menurut Olivia Lewi Pramesti, media bisa tetap eksis dan bertahan bila mampu melakukan beberapa hal ini.
Baca juga:
- Penggunaan AI dalam Jurnalisme Berpotensi Bias Informasi yang Mengancam Kredibilitas Media
- Dewan Pers Membuat Pedoman Pengelolaan Akun Media Sosial Perusahaan Pers
Pertama, meningkatkan kspasitas jurnalis dalam hal kompetensi digital. Dalam hal ini, media men-supprot berbagai pelatihan untuk meningkatkan keahlian jurnalistik tentang teknologi AI. Kedua, melakukan pendekatan kemanusiaan atau human approach. Dalam hal ini liputan lapangan masih sangat penting dilakukan oleh para jurnalis untuk verifikasi data.
“Karena sense of human akan sangat berbeda dibandingkan teknologi apapun,” kata Olivia Lewi Pramesti dalam acara media talks dan workshop dengan tema Masa Depan Jurnalisme di Era Artificial Intelligence di Hotel Harper Malioboro Yogyakarta, pada Senin 6 Oktober 2025.
Acara yang diikuti oleh 95 jurnalis dari media lokal, homeless media dan pers mahasiswa ini diadakan oleh Dewan Pers dan Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dan Tirto.id.

Selanjutnya yang dilakukan media (ketiga), menurut Olivia Lewi Pramesti, adalah mendukung konten lokal dan ciri khas yang spesifik. Sebab, AI tidak bisa memberikan support data soal konten lokal. Keempat, memetakan kebutuhan audiens atau pembaca. Sebab, generasi Z pengguna internet terbanyak lebih menyukai konten visual, tidak banyak kata dan ringan.
Olivis Lewi mengatakan, selain kehadiran teknologi AI tantangan lain yang dihadapi media massa saat ini dan ke depan adalah menjaamurnya konten kreator dan kesukaan generasi Z pada mereka (konten kreator). Selain itu, maraknya homeless media dan lebih disukai oleh generasi Z. “Ancaman yang paling serius adalah penuruan kepercayaan pada media mainstream,” kata Olivia Lewi Pramesti.
Sementara itu, Rosarita Niken Widiastuti, Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga dan Infrastruktur Dewan Pers yang juga tampil sebagai narasumber dalam acara tersebut, mengatakan, saat ini media memasuki era media morfosis sehingga perkembangan teknologi menyebabkan transformasi media.
“Dengan adanya AI sekarang ini, maka inovasi media tidak pernah berhenti. Sehingga hanya media yang bisa beradaptasi yang bisa hidup. Tantangan yang dihadapi media dari perkembangan teknologi ini adalah bagaimana kita beradaptasi. Kita bisa memilih dan memilah karena AI seperti pisau bermata dua,” kata Niken.
Niken mengatakan bahwa AI hanyalah alat dan tidak akan menggantikan peran jurnalis. AI membawa tantangan serius karena sangat bergantung pada data yang diinput oleh jurnalis. “Semakin banyak jurnalis memasukkan informasi yang benar, valid dan terverifikasi, maka AI akan memproduksi berita yang valid pula. Sebaliknya, semakin banyak berita sampah yang masuk (diinput) oleh media maka makin banyak pula berita sampah yang keluar dari AI. Jadi, konten AI tergantung apa yang diimput,” kata Niken.
Karena itu, Niken mengajak semua jurnalis untuk membuat informasi yang terverifikasi, agar teknologi AI tidak berisi hoax maupun konten sampah.

Sementara Agung DH, Wakil Pimpinan Redaksi tirto.id, mengatakan, dalam industri media, teknologi AI berpengaruh pada tiga hal yakni dari sisi bisnis, algoritma hingga mempengaruhi bagaimana pembaca mempersepsikan media.
“AI mengubah kebiasaan mencari informasi. Dulu di generasi saya yang dicari langsung merujuk pada situs berita, namun di era AI generasi Z bertanya dan langsung dikasih jawaban,” kata Agung seraya menambahkan bahwa hal itu juga mempengaruhi algoritma google sebagai ekosistem digital yang penting bagi media online.
Menurut Agung, semua informasi yang terverifikasi dan valid bersumber dari media mainstream. Dengan demikian, dalam industri media, teknologi AI bukan sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan harus dipahami agar para jurnalis dapat menentukan peran dan posisi mereka di era digital.
“Menurut saya, ini justru kesempatan buat kita para jurnalis untuk memberikan sesuatu asupan informasi yang benar,” kata Agung dalam sesi talkshow. (lip)
There is no ads to display, Please add some