beritabernas.com – Wakil Menteri Luar Negeri Muhammad Anis Matta yang biasa dipanggil Anis Matta mengatakan, selama ini negara-negara Islam baru bisa bekerja sama di bidang agama, budaya dan ekonomi. Namun sampai saat ini belum ada kerja sama di bidang politik.
Karena itu, sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, menurut Wamenlu Anis Matta, Indonesia perlu mencarikan satu sistem politik yang pas untuk bisa menyatukan negara-negara Islam di dunia. Kalau pun bukan sistem politik, paling tidak spektrum pemikiran yang bisa menyatukan negara-negara Islam.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Anis Matta dalam kuliah umum bertajuk Menuju Integrasi Indonesia ke Dunia Islam: Kepentingan Nasional dan Realitas Geopolitik yang diselenggarakan oleh Program Studi Hubungan Internasional (Prodi HI) Universitas Islam Indonesia (UII) bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) di Ruang Teatrikal Gedung Kuliah Umum Dr Sardjito Kampus Terpadu UII, Jumat 21 November 2025.

Menurut Anis Matta, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang sebelumnya bernama Organisasi Konferensi Islam belum bisa menjalankan fungsi sebagai organisasi pemersatu. “Kalau kita mau jujur sebenarnya OKI ini masih sebagai tempat silaturahmi negara-negara Islam, belum menjalankan fungsinya sebagai organisasi multilateral yang bisa menjadi pemersatu negara-negara Islam,” kata Anis Matta.
Dikatakan, ini menjadi tantangan bagi kita bagaimana menemukan satu sistem politik yang bisa menyatukan negara-negara Islam. Tidak akan ada lagi model seperti khilafah seperti dulu, tapi kita perlu menemukan sistem politik yang bisa menyatukan.
“Saya bicara dengan teman-teman di Turki, di Teluk, negara-negara Arab dan Iran. Saya bilang di skop Anda yang kecil di Timur Tengah ini konflik terus, apakah tidak mungkin menemukan satu sistem politik yang bisa menyatukan orang Arab, orang Turki dan orang Persi, kata mereka susah, gak ada jalannya,” kata Anis Matta.
Karena itu, kita punya satu tantangan dan saya kira Presiden Prabowo menyadari betul situasi ini. Itu sebabnya, salah satu tujuan dari portofolio ini untuk mengambil peran lebih banyak dalam menyatukan. Kalau tidak dalam satu sistem politik, tapi paling tidak dalam spektrum pemikiran dan visi global yang sama. Itu salah satu tujuan diplomasi yang kita kembangkan ke negara-negara Islam.
Baca juga:
- Mahasiswa Prodi HI UII Perlu Menyumbangkan Pemikiran untuk Mengatasi Masalah Global
- Prodi HI UII Bekerja Sama dengan Kemenlu Gelar Kuliah Umum Politik Luar Negeri Indonesia
- Diplomatic Course 2023, Prodi HI UII Bahas Konflik di Sudan
Menurut Anis Matta, Indonesia memiliki peluang besar untuk berperan secara strategis di dunia Islam. Sebab, Indonesia memiliki tiga elemen utama yang dapat menjadi landasan perencanaan dan penguatan posisinya di kancah global yaitu agama, demokrasi dan kemakmuran. Kombinasi tiga elemen ini merupakan keunggulan strategis yang tidak selalu dimiliki oleh negara-negara lain.
Anis Matta menyoroti bahwa perjuangan dunia Islam yang menempatkan nilai persatuan dan kemanusiaan sebagai landasan bersama dapat menjadi game changer dalam mencari solusi atas krisis kemanusiaan di Palestina.
Sementara Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSC PhD mengatakan kerja sama UII dan Kemlu RI telah berjalan intensif. Ia menambahkan bahwa UII juga aktif membuka ruang dialog global, salah satunya melalui keterlibatan dalam R20 Interfaith Dialogue sebagai bagian dari forum G20 di Bali tahun 2022.
Fathul menekankan bahwa agama memiliki peran penting dalam merespons tantangan dunia, mulai dari krisis energi hingga konflik berkepanjangan. “Kami percaya Indonesia memiliki posisi strategis, dan Islam dipercaya sebagai soft power untuk menyelesaikan masalah global serta menjadi sumber inspirasi,” kata Fathul Wahid.
Ketua tim peneliti Policy Output sekaligus Wakil Dekan Sumber Daya Fakultas Ilmu Sosial Budaya UII Irawan Jati menegaskan pentingnya langkah bertahap untuk mencapai integrasi Indonesia dengan Dunia Islam.
“Peta jalan ini mengajukan beberapa capaian kunci atau key milestones yang didasarkan pada identifikasi SOAR (Strength, Opportunities, Aspirations, Results) dan kapabilitas, serta disesuaikan dengan periode RPJMN dan sasaran utama visi RPJPN 2045”.
Ia menjelaskan bahwa tahapan tersebut menjadi panduan praktis bagi pemerintah untuk mengukur kemajuan dan memastikan bahwa integrasi Indonesia dengan Dunia Islam berjalan terarah serta memberi manfaat jangka panjang bagi kepentingan nasional.

Menutup sesi Kuliah Umum, moderator Rizki Dian Nursita, menyimpulkan bahwa posisi Indonesia di Dunia Islam semakin penting baik secara geopolitik maupun ekonomi. “Indonesia merupakan salah satu pusat dari ekonomi halal global, dengan nilai pasar halal mencapai sekitar USD 279 miliar pada 2023 dan diproyeksikan meningkat menjadi USD 807 miliar pada 2030”.
Ia juga mencatat bahwa dinamika ekonomi Dunia Islam kini dipimpin oleh aktor utama seperti Malaysia, Arab Saudi, Indonesia, dan Uni Emirat Arab, yang membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat pengaruh geopolitik melalui kerja sama ekonomi, industri halal, dan diplomasi kawasan.
Kuliah umum ini menjadi bagian dari rangkaian kerja sama penelitian antara Prodi HI UII dan Kemlu RI dalam penyusunan Policy Output Mengintegrasikan Indonesia dan Dunia Islam: Arah, Kerangka, dan Peta Jalan. Rangkaian kerja sama penelitian dan penyelenggaraan Kuliah Umum ini menegaskan komitmen UII dalam mendukung diplomasi Indonesia di Dunia Islam, baik melalui penguatan riset maupun ruang dialog strategis.
Melalui kolaborasi berkelanjutan dengan Kemlu RI, UII berupaya memperluas kontribusinya dalam membangun pemahaman kawasan, memperkuat jejaring akademik, dan menghadirkan gagasan yang relevan bagi kepentingan nasional Indonesia di tengah dinamika global. (phj)
There is no ads to display, Please add some