beritabernas.com – Warga Kampung Miliran, Kalurahan Muja Muju, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta mengadakan acara ruwahan di kampung tersebut, Minggu 19 Maret 2023.
Menurut Hartoyo, Panitia Ruwahan, dalam acara tersebut, warga terutama ibu-ibu berama-ramai membuat apem bersama di Pos Ronda RT 13 Kampung Miliran. Kemudian, diadakan prosesi kirab apem keliling Kampung Miliran dilanjutkan doa bersama dan membagikan apem kepada seluruh warga.
Pada kesempatan itu, Mbah Warto, sesepuh Kampung Miliran, menuliskan filosofi tradisi ruwahan. Dalam tradisi yang jamak dilakukan menjelang memasuki bulan Ramadhan (Pasai, ada tiga hidangan dalam menu yang biasa disajikan, yakni ketan, yang dipadankan dengan bahasa Arab “khataan” yang berarti “kesalahan”. Ketan menjadi simbol perekat tali persaudaraan sesama manusia.
Kemudian, kolak, yang diasosiasikan dengan istilah “khalaqa” dalam bahasa Arab, yang berarti “menciptakan” atau “khaliq” yang berarti sang pencipta. Dan pem, yang dihubungkan dengan bahasa Arab “afwan” atau “afuan” yang berarti “pengampunan”.
Ketiga hidangan itu disodaqohkan kepada tetangga, sehingga dapat mempererat tali silaturahim. Laku tersebut dijalankan terutama pada akhir bulan Syaban (Ruwah) Ruwah masuk bulan ke-8 dalam penanggalan Jawa, yang dapat dimaknai sebagai “ruh” atau “arwah”.
BACA JUGA: Nyekar Bareng, Ajakan bagi Warga untuk Memahami Posisi sebagai Warga se-Kampung
Hikmah yang bisa dipetik dari tradisi ini adalah keikhlasan untuk saling memaafkan, sebagai persiapan mental sebelum melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Tradisi Ruwahan, yang biasanya juga diikuti dengan tradisi “nyadran” di makam kampung atau keluarga, mengajak kita untuk terus ingat pada kematian. Ziarah kubur dilakukan untuk mendoakan arwah leluhur. Umat muslim diingatkan untuk memperbanyak amal saleh dan mendekatkan diri pada Allah, Tuhan Sang Pencipta.
Walaupun lekat dengan unsur Jawa dan Islam, tradisi Ruwahan dan Nyadran di Kampung Miliran dimaknai sebagai momentum kebersamaan seluruh warga. Tidak seluruh warga Miliran merupakan etnis Jawa dan tidak semua adalah muslim. Namun, seluruh warga menyadari bahwa mereka hidup dalam ruang bersama, yang di dalamnya kultur bersama juga diciptakan.
“Semangat kebersamaan dan prinsip kewargaan ini menjadi pesan yang akan terus digaungkan oleh komunitas Kampung Miliran. Sesepuh kampung, seperti Mbah Warto, menjadi sumber pengetahuan yang dihargai dan akan dilestarikan pemaknaannya oleh generasi muda kampung kota di Yogyakarta ini,” kata Dodok, warga Kampung Miliran, dalam rilis yang dikirim kepada beritabernas.com, Minggu 19 Maret 2023.
Berada tak jauh dari pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi pariwisata, Kampung Miliran terus berupaya untuk tidak terlena dengan perubahan. Jati diri sebagai warga kampung yang akrab, rukun dan terbuka akan terus dipupuk, memanfaatkan setiap momentum yang dapat hadir di tengah masyarakat. Seperti saat ini, nilai-nilai tradisi ruwahan diharapkan menjadi sarana perekat komunitas, yang kemudian akan terus dijahit dengan kesempatan-kesempatan lain berikutnya. (lip)
There is no ads to display, Please add some