Setelah Hampir 3 Tahun Vakum, Ruwahan Makam Josari Kembali Digelar

beritabernas.com – Tradisi ruwahan Makam Josari kembali digelar setelah hampir 3 tahun vakum karena adanya badai pandemi Covid-19. Acara yang digelar hari Sabtu dan Minggu (18-19/3) ini diharapkan bisa memberikan semangat kepada masyarakat ahli waris Makam Josari untuk terus berkarya dalam seni budaya dan tidak melupakan para leluhur. 

“Dalam acara ruwahan kali ini kami mengambil tema Nyawiji ing Pakarti Kanthi Niat Suci Hhambangun Nagari,” kata Ketua Panitia Acara Ruwahan Makam Josari Dayat.

Acara ruwahan Makam Josari. Foto: Ari

Acara Ruwahan Makam Josari dilaksanakan dengan agenda acara seni-budaya dan pengajian. Dalam acara tersebut juga menghadirkan Kirab Bregodo dan pawai budaya dengan gunungan. “Kami juga melaksanakan kegiatan kesenian tradisional Ketoprak dari Muda Sekar Budaya, jatilan Turonggo Joyo Aji, Macapat Kontemporer, pentas Karawitan anak dan pemuda, tarian dari dan sanggar Bunda,” kata Dayat.

Kirab Bregodo dalam acara ruwahan Makam Josari. Foto: ari

Dayat mengatakan tema ruwahan kali ini mengandung makn mengajak masyarakat untuk bersatu dengan niat yang tulus dan suci membangun negara kita tercinta Indonesia. Perwujudannya dengan menjaga kelestarian adat istiadat dan budaya para leluhur. 

Sebelumnya, juga telah dilaksanakan acara nyadran untuk mengirim doa kepada para leluhur yang dimakamkan di Makam Josari. Kepala Padukuhan Tanjung Sari, Kalurahan Sukoharjo, Kapanewon Ngaglik, Sleman mengatakan dengan adanya acara ini diharapkan bisa memberikan edukasi budaya bagi para generasi muda dan memunculkan talenta dalam bidang seni dan budaya.

“Saya ingin sejak dini anak-anak kita bisa nguri-nguri budaya karena Jogjakarta adalah kota budaya,” ujar Jamin HS. didampingi Suparno, salah satu sesepuh dan Ketua RT Josari Nuryadi. 

Pawai budaya dengan gunungan. Foto: ari

Lurah Sukoharjo Hadi Subronto memberikan apresiasi dengan adanya acara Ruwahan Makam Josari 2023 ini. “Kelestarian adat istiadat dan budaya semakin terjaga, generasi muda tahu akan sejarah para leluhur,” kata Hadi Subronto.

Dalam kirab budaya juga dilaksanakan perarakan gunungan dan dikawal dengan pasukan Bregodo yang membawa tombak. Dan di akhir kirab juga digelar tradisi rayahan gunungan sebagai simbol untuk mendapatkan berkat setelah ke empat gunungan berisi makanan itu didoakan.

Pawai budaya dengan gunungan. Foto: ari

Empat gunungan tersebut berisi sesajen tumpeng, apem ketan, buah-buahan dan makanan tradisional lainnya. Ruwahan ditutup dengan pengajian umum oleh Ustad Ahmad Fanani dari Bojonegoro, Jawa Timur. Selain itu ada tarian tradisional, macapat dan karawitan para remaja dan anak.

Salah satu pengunjung acara Ruwahan, Rhema sangat senang dengan adanya acara seni budaya ini. “Tadi saya melihat jatilan dan ketoprak bersama saudara sepupu saya dari Bandung,” kata Rhema. (ari)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *