beritabernas.com – Perkembangan teknologi digital yang demikian pesat tidak akan menghambat apalagi mematikan seni kaligrafi. Dengan demikian, seni kaligrafi akan tetap eksis di tengah era teknologi digital yang berkembang pesat.
Sebaliknya, kehadiran teknologi modern termasuk kecerdasan buatan justru mempermudah para seniman kaligrafi dalam membuat karya. Sehingga seni kaligrafi akan tetap eksis.
Hal itu disampaikan Didin Sirojuddin, pengasuh Pondok Qurani Kaligrafi Sukabumi dalam acara bincang seni budaya Islam di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Senin 22 Mei 2023. Selain bincang seni budaya Islam, juga digelar lomba Video Dakwah dan Lomba Kaligrafi berskala nasional secara daring dan luring.
BACA JUGA:
- Pertama di Asia, Jurusan Arsitek UII Mendapat Sertifikat Validasi Internasional LAM
- Pidato Pengukuhan Guru Besar UII, Prof Widodo: Iptek Lingkungan Berkontribusi pada Pencapaian SDGs
- Memberdayakan Figur-figur Inspiratif, Ibisma UII dan BRI Gelar Program Figur Inspirasi Lokal 2023
- Melantangkan Gagasan Diskusi Sehat, The Conversation Indonesia Buka Kantor di UII
Menurut Didin Sirojuddin, teknologi adalah sebuah alat, tidak berbeda dengan kuas atau pulpen yang biasa digunakan untuk melukis. Sehingga perkembangan IT tidak menghalangi seniman, namun justru mempermudah kinerja para seniman kaligrafi.
Ia memberi contoh ketika menghitung desain kaligrafi pada bagian tertentu yang sulit seperti kubah, kini bisa dengan mudah dihitung menggunakan teknologi. “Dulu penghitungan hanya dilakukan secara manual membutuhkan waktu lama untuk memperoleh hasil akurat,” katanya.
Meski demikian, menurut Didin, perkembangan teknologi digital memberikan pengaruh terhadap pilihan penikmat kaligrafi. Mereka bisa memilih antara karya yang dicetak dengan mesin atau dibuat langsung dengan tangan. Hal ini tidak beda dengan karya batik yang menyuguhkan alternatif karya produk lukis dan printing.
“Mungkin sebagian orang tertarik membeli produk cetak karena lebih murah. Tapi ada pula juga yang menginginkan karya orisinal, tidak masalah meski harganya mahal,” ujar Didin.
Sementara itu, perupa internasional Robert Nasrullah yang turut menjadi narasumber sepakat dengan pernyataan itu. Menurut Nasrullah, jika tidak mengikuti perkembangan digital, seniman justru akan kesulitan. “Kaligrafer harus menyambut teknologi. Kaligrafi sifatnya sangat struktral, bisa dibentuk sesuai bentuk dan ruang,” kata Nasrullah.
Panitia event, Rifqi Sasmita Hadi, mengatakan, acara yang dirangkai dengan perlombaan kaligrafi dan video dakwah ini merupakan bagian dari agenda milad ke-80 UII. Lomba video dakwah digelar secara daring sedangkan lomna kaligrafi tingkat nasional dilaksanakan secara luring. Kegiatan ini menargetkan peserta dari kalangan generasi muda terutama pelajar SMA, dan mahasiswa.
“Sejak pendaftaran dibuka pada 14 April-10 Mei 2023, kami mencatat 140 peserta lomba video dakwah dan 82 peserta lomba kaligrafi yang dinyatakan memenuhi syarat. Peserta tidak hanya dari lingkup regional Jawa Tengah dan DIY tapi juga luar Pulau Jawa,” kata Rifqi Sasmita Hadi.
Menurut Rifqi, kegiatan lomba yang telah dimulai sejak bulan Ramadan 1444 H ini diharapkan dapat menghidupkan kreativitas di bidang seni dan budaya di kalangan generasi muda. Dengan mengusung tema Menjemput Cahaya, Merengkuh Ketakwaan, kegiatan ini mendorong generasi muda untuk menunjukkan karya terbaik masing-masing tanpa menghapus nilai ketakwaan.
Dalam event ini, peserta juga diberikan mimbar apresiasi karya kreativitasnya tersebut. Sebagai wujud ekspresi perayaan Milad ke-80 tahun UII, kegiatan ini juga mengandung esensi rasa syukur, hingga saat ini UII turut merawat seni dan budaya.
Esensi rasa syukur tersebut, tidak hanya dilihat dari aspek lahiriyah. Di balik itu, juga terdapat makna batiniyah. Spirit kegiatan ini juga memantik perhatian generasi muda, nampak dari tingginya peserta yang turut serta dalam kegiatan dari tahun ke tahun.
Dalam penilaian karya, panitia kegiatan mengundang dewan juri yang berkompeten di bidangnya masing-masing guna menjaga kredibilitas dan kualitas dari perlombaan. Para juri berasal dari kalangan akademisi, praktisi dan seniman. Metode penilaian juga dibuat seadil mungkin di mana para dewan juri menilai karya peserta dengan metode blind review. (lip)
There is no ads to display, Please add some