Amandemen UUD 1945 Melenyapkan Pokok-pokok Pikiran Preambule UUD 1945

Oleh: Cinde Laras Yulianto

beritabernas.com – SETIDAKNYA ada dua bagian penting dan fundamental terkait dengan kesepakatan sistem bernegara yang runtuh dengan Amandemen UUD’45.

Pertama, runtuhnya sistem demokrasi yang disepakati oleh para founding fathers yang tertuang dalam Sila IV Pancasila yaitu sistem demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Pasal 6A UUD ’45 hasil Amandemen (UUD “A”) menyatakan bahwa Presiden & Wakil Presiden  dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kemudian,Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, kepala daerah dipilih secara “demokratis”.

Frasa “Demokratis” ditafsirkan bahwa pemilihan Presiden dan kepala daerah dipilih secara langsung. Tafsir ini jelas bertentangan dengan Sila IV Pancasila: …..hikmat dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang mengandung arti bahwa demokrasi yang dianut oleh Pancasila adalah “Demokrasi Perwakilan”.

Sehingga frasa “demokratis” pada UUD’45 harus ditafsirkan bahwa: Presiden dan Wakil Presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR, bertanggungjawab kepada MPR dan menjalankan GBHN sesuai mandat dari MPR. Demikian pula pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD “mewakili” atau representasi rakyat.

Kedua, runtuhnya sistem pendidikan nasional. Pasal 31 UUD 1945 sebelum Amandemen:
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Dua ayat dalam UUD ’45 (sli) ini searah dan sejalan dengan salah satu tujuan dan fungsi pendirian Negara Indonesia yang tertuang dalam Alinea IV Preambule UUD’45: “Mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Pasal 31 UUD ’45 (asli) ini jelas sekali sesuai dengan maksud dari pikiran politik pendidikan dari para founding fathers bahwa pendidikan itu adalah hak warga negara dan penyelenggaraannya sepenuhnya menjadi urusan negara.

Praktek Pendidikan Nasional domainnya adalah “Public Service” atau tempat negara melayani publik. Itu sebabnya label program yang dipakai adalah “Nasional”…. “Program/Sistem Pendidikan Nasional” . Bandingkan dengan isi Pasal 31 UUD ’45 hasil amandemen dan dalam prakteknya. Pendidikan kini diliberalisasi, bahkan dikomersialisasi karena tidak lagi sepenuhnya menjadi urusan/kewajiban negara penyelenggaraan dan pembiyaannya. Urusan pendidikan kini menjadi private service bukan lagi public service.

Dengan uraian tersebut di atas penulis sependapat dengan frasa bahwa “pahlawan reformasi membiarkan runtuhnya fondasi UUD ’45”. (Cinde Laras Yulianto, Pengamat Politik dan Konstitusi, tinggal di Yogyakarta)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *