Analisa Kejanggalan Hasil SIREKAP Pemilu 2024

Oleh: Dr Yudi Prayudi M.Kom

beritabernas.com – Hasil hitung cepat (Quick Count) dari berbagai lembaga survei telah mencapai prosentasi data masuk 100%. Setelah mengetahui hasil hitung cepat, maka semua pihak beralih perhatiannya kepada hasil real count dari KPU.

Dalam hal ini, quick count atau hitung cepat adalah metode perhitungan suara pemilihan umum yang dilakukan oleh lembaga survei independen menggunakan sampel data dari sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang dipilih secara acak dan representatif. Dari sampel tersebut, dilakukan penghitungan suara yang kemudian diekstrapolasi untuk memberikan estimasi hasil pemilu secara keseluruhan.

Quick count dilakukan segera setelah pemungutan suara selesai, sehingga hasilnya bisa diketahui dalam waktu yang relatif singkat. Keakuratan quick count sangat bergantung pada metodologi yang digunakan, termasuk ukuran dan distribusi sampel. Quick count dianggap memiliki tingkat akurasi yang tinggi bila
dilakukan dengan metodologi yang tepat.

Sementara itu, real count atau hitungan resmi adalah proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu di Indonesia. Proses ini melibatkan penghitungan semua suara yang masuk dari setiap TPS di seluruh wilayah pemilihan. Real count dilakukan secara bertahap, dimulai dari tingkat TPS, kemudian kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan terakhir tingkat nasional. Hasil dari real count adalah resmi dan menjadi dasar untuk menentukan pemenang pemilu.

BACA JUGA:

Proses real count memakan waktu lebih lama dibanding quick count karena melibatkan penghitungan suara yang sangat detail dan menyeluruh dari seluruh TPS. Untuk mendukung proses real count, maka KPU telah menyiapkan sebuah aplikasi yang diberi nama Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (SIREKAP). Sistem ini adalah merupakan sebuah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi yang berfungsi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan hasil perhitungan suara Pemilu.

Ada dua jenis Sirekap, yakni:

  1. Sirekap Mobile yang digunakan oleh KPPS untuk melakukan perhitungan atau rekapitulasi hasil pemungutan suara di masing-masing TPS. Fungsinya sebagai sumber data utama perolehan suara yang tertuang dalam Formulir C.Hasil-KW.
  2. Sirekap versi web digunakan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan anggota KPU di Kota/Kabupaten dan Provinsi. Fungsinya untuk menghimpun dan menjumlah seluruh sumber data utama. Secara umum cara kerja pengisian data laporan hasil dari TPS dilakukan melalui sejumlah tahapan, yaitu:
  • Petugas KPPS menghitung hasil perolehan suara dan menuliskan hasilnya pada
    Formulir C.Hasil-KWK;
  • Petugas KPPS melakukan pemotretan terhadap Formulir C.Hasil-KWK yang sudah
    terisi;
  • Aplikasi Sirekap menampilkan hasil pembacaan OCR/OMR. KPPS memeriksa hasil
    pembacaan tersebut serta memastikannya sesuai dengan Formulir C.Hasil-KWK;
  • KPPS mengirimkan foto dokumen dan hasil pembacaan OCR/OMR pada saksi dan
    pengawas yang sudah terdaftar, berupa link atau barcode yang tersedia dalam aplikasi
    Sirekap.
  • Sejak perhatian beralih pada data real count KPU, maka animo masyarakat untuk mengakses
    web rekapitulasi KPU melonjak tinggi. Hal ini tidak lepas dari adanya keraguan terhadap hasil
    Quick Count yang telah disampaikan oleh sejumlah Lembaga survey dan memilih untuk
    mengawal hasil rekapitulasi langsung dari situs rekapitulasi KPU melalui alamat website:
    https://pemilu2024.kpu.go.id/.
  • Berdasarkan informasi yang tersebar di sejumlah media sosial, maka muncul laporan adanya dugaan kecurangan dan kejanggalan hasil perhitungan di website rekapitulasi hasil KPU. Memperhatikan laporan yang viral di medsos, maka secara umum terdapat 2 katagori kesalahan hasil yang muncul pada website rekapitulasi KPU tersebut.
  • Pertama adalah kesalahan yang berasal dari sumber data Formulir C Hasil yang tidak sesuai
    dengan kondisi yang sesungguhnya. Kesalahan ini meliputi kesalahan penulisan hasil
    perhitungan yang didapat oleh para paslon, kesalahan dalam hal jumlah yang tidak konsisten
    antara pemilih dengan total hasil. Kesalahan-kesalahan ini lebih pada adanya human error
    dalam hal mengisi formulis C Hasil.
  • Sumber kesalahan bisa jadi karena kurangnya sosialisasi KPU terhadap petugas KPPS terkait dengan cara pengisian Form C Hasil yang benar. Kesalahan bisa juga terjadi karena kelalaian dalam hal validasi dan verifikasi data TPS oleh KPPS.
  • Kedua adalah kesalahan dalam hal akurasi pembacaan informasi pada foto Formulir C Hasil
    yang diunggah oleh petugas KPPS. Kesalahan ini bisa jadi bersumber dari kualitas foto yang
    diunggah oleh KPPS, misalnya tidak focus dan buram. Kesalahan bisa juga terjadi karena
    kurangnya akurasi penerapan algoritma OCR dan OMR dalam mengekstraksi informasi data
    dan angka yang termuat pada foto Formulir C Hasil.
  • Optical Mark Recognition (OMR) dan Optical Character Recognition (OCR) untuk membaca
    unggahan dokumentasi Hasil C Plano. OMR dan OCR adalah dua teknologi yang disiapkan
    dalam SIREKAP. Teknologi ini memungkinkan perangkat untuk menginterpretasikan dan
    memproses informasi dari gambar atau dokumen yang di foto atau di scan oleh Handphone.
    Dalam hal ini, handphone dengan spek kamera resolusi tinggi akan menghasilkan gambar
    yang lebih detail dan jelas, dan akan memudahkan deteksi marka (OMR) dan pengenalan
    karakter (OCR) dengan lebih akurat.
  • Kualitas kamera handphone memang berperan dalam menentukan akurasi hasil OMR dan
    OCR, tetapi faktor-faktor lain seperti kualitas dokumen, software pengolahan data,
    lingkungan pengambilan gambar, dan interaksi pengguna juga sangat penting. Oleh karena
    itu, untuk mendapatkan hasil yang akurat, diperlukan kombinasi dari perangkat keras yang
    baik dan teknik pengambilan gambar yang tepat, serta software pengolahan yang efektif.
    Software testing terhadap SIREKAP tentunya sudah mempertimbangkan kualitas gambar
    yang dihasilkan oleh berbagai macam type handphone yang dimiliki oleh KPPS di seluruh
    Indonesia.
  • Sistem Informasi Rekapitulasi (SIREKAP) yang memanfaatkan teknologi Optical Character
    Recognition (OCR) dan Optical Mark Recognition (OMR) untuk mengkonversi gambar menjadi
    data teks dapat mengalami kesalahan pembacaan data karena beberapa faktor, antara lain:
  1. Kualitas Gambar yang Rendah: Kualitas gambar yang buruk seperti gambar yang buram, terlalu gelap atau terang, atau memiliki resolusi yang rendah dapat menyulitkan sistem OCR dan OMR dalam mengenali teks atau marka dengan akurat.
  2. Sudut Pengambilan Gambar: Gambar yang diambil dari sudut yang tidak tepat dapat menyebabkan distorsi teks atau marka, sehingga sistem kesulitan untuk melakukan pengenalan dengan benar.
  3. Format Teks atau Marka: Variasi dalam format teks (seperti jenis font, ukuran, dan gaya) atau cara marka dibuat (misalnya, tanda silang atau bulatan yang tidak jelas) dapat mengganggu proses pengenalan oleh sistem OCR dan OMR.
  4. Kesalahan Manusia saat Pengunggahan: Kesalahan manusia, seperti memilih file yang salah atau memotong bagian penting dari gambar, juga dapat mempengaruhi hasil pembacaan data.
  5. Interferensi atau Noise pada Gambar: Kehadiran noise seperti bercak, lipatan kertas, atau objek asing lainnya pada gambar dapat mengganggu proses pengenalan karakter atau marka.
  6. Limitasi Teknologi OCR dan OMR: Meskipun teknologi OCR dan OMR telah berkembang pesat, masih terdapat batasan dalam akurasi dan kemampuannya untuk mengenali teks atau marka dalam kondisi tertentu.
  7. Variabilitas dalam C Plano: Perbedaan dalam cara C Plano diisi atau ditandatangani (misalnya, tinta yang luntur atau tanda tangan yang menutupi teks) bisa menyulitkan sistem untuk menginterpretasi informasi dengan akurat.
  8. Kesalahan dalam Algoritma Pengolahan Data: Kesalahan dalam desain algoritma yang digunakan untuk memproses data dari gambar ke teks atau marka dapat menyebabkan kesalahan dalam interpretasi hasil. Maka bila kejanggalan yang terjadi pada hasil SIREKAP disebabkan oleh dua factor kesalahan yaitu aspek human error pengisian data dan akurasi dalam hal pembacaan hasil OCR/OMR. Formulir C Hasil, kesalahan tersebut tidak dimaknai sebagai bentuk kecurangan dalam proses Rekapitulasi Hasil Pemilu. Proses verifikasi dan validasi data berjenjang dari mulai tingkat Kecamatan hingga Nasional menjadi control terhadap adanya ketidak sesuaian data yang muncul di webite rekapitulasi KPU. Petugas Validator dan Supervisor di setiap jenjang rekapitulasi seharusnya dapat melakukan perbaikan data apabila ditemukan adanya kesalahan tersebut dan kemudian melakukan perbaikan data sesuai dengan fakta yang sesungguhnya. Selain kejanggalan data karena aspek human error dan teknis dari SIREKAP, kejanggalan data sangat dimungkinkan terjadi karena aktivitas yang mengarah pada kecurangan. Kecurangan dalam pengisian data pada sistem seperti SIREKAP, yang digunakan untuk melaporkan hasil perhitungan suara pemilu dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan dapat dilakukan baik oleh individu maupun melalui manipulasi sistem. Potensi kecurangan tersebut meliputi:
  9. Manipulasi Foto C Plano: Individu dapat mengubah atau memanipulasi foto C Plano
    sebelum diunggah ke SIREKAP, misalnya dengan mengedit gambar untuk mengubah
    jumlah suara atau dengan mengambil gambar C Plano yang tidak sesuai (misalnya
    yang belum ditandatangani atau belum diisi dengan benar).
  10. Pengunggahan Data Palsu: Pelaku dapat mengunggah data yang sepenuhnya palsu
    atau yang telah dimanipulasi, yang tidak mencerminkan hasil penghitungan suara
    yang sebenarnya dari TPS.
  11. Penggunaan Teknologi untuk Menggagalkan Proses Validasi: Teknologi canggih
    seperti AI atau software editing bisa digunakan untuk menghasilkan foto C Plano yang
    terlihat sah tapi sebenarnya telah dimanipulasi, hal ini dapat mengelabui sistem
    validasi SIREKAP.
  12. Akses Ilegal ke Sistem: Individu atau kelompok dengan akses ilegal ke sistem SIREKAP
    dapat mengubah hasil yang telah diunggah, baik dengan menambah, mengurangi,
    atau mengubah jumlah suara untuk paslon tertentu.
  13. Kesalahan Sistem atau Bug: Sistem SIREKAP sendiri mungkin memiliki kelemahan atau
    bug yang dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi hasil, baik secara sengaja oleh
    pengembang dengan niat buruk atau secara tidak sengaja yang dapat dimanfaatkan
    oleh pihak lain.
  14. Serangan Siber: Sistem yang terhubung ke internet dapat menjadi sasaran serangan
    siber, seperti serangan denial-of-service (DoS) yang dapat mengganggu akses ke
    sistem, atau serangan lain yang bertujuan untuk mengubah data.
  15. Kolusi: Kolusi antara petugas yang bertanggung jawab mengelola SIREKAP dengan
    pihak tertentu dapat memfasilitasi manipulasi data, baik selama proses pengumpulan,
    pengiriman, atau pengolahan data di sistem. Untuk mengatasi potensi kecurangan ini, penting untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang ketat, termasuk verifikasi independen terhadap data yang diunggah, audit keamanan sistem, enkripsi data, serta memiliki sistem pelaporan dan pemantauan yang efektif untuk mendeteksi dan mengatasi setiap upaya untuk melakukan manipulasi data.
    Melakukan kecurangan dalam hasil rekapitulasi pemilu melalui sistem seperti SIREKAP
    membutuhkan langkah-langkah yang terorganisir dan masif, yang melibatkan koordinasi
    antara berbagai pihak serta eksploitasi celah dalam sistem. Kecurangan semacam ini bila
    memang terjadi maka akan berdampak pada rusaknya integritas pemilu dan mempengaruhi
    kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
    Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pemilik dan pengelola Sistem Informasi
    Rekapitulasi (SIREKAP) memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan integritas dan
    kepercayaan terhadap proses pemilu. Menghadapi laporan yang mengarah pada dugaan
    kecurangan dalam rekapitulasi hasil pemilu melalui SIREKAP, KPU perlu mengambil langkah-
    langkah strategis dan komprehensif sebagai berikut:
  16. Penghentian Sementara Sistem (jika diperlukan): Jika ada indikasi serius kecurangan yang dapat mempengaruhi integritas sistem, KPU dapat mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penggunaan SIREKAP sambil melakukan investigasi.
  17. Penginvestigasian Laporan Kecurangan: Melakukan investigasi yang cepat, transparan, dan menyeluruh terhadap semua laporan kecurangan. Hal ini mungkin melibatkan pihak ketiga independen untuk memastikan objektivitas.
  18. Audit Sistem: Melakukan audit komprehensif pada sistem SIREKAP, termasuk keamanan siber, prosedur pengunggahan data, dan proses validasi OCR dan OMR. Audit ini dapat dilakukan oleh lembaga independen untuk memastikan akurasi dan integritas sistem.
  19. Transparansi dan Komunikasi Publik: Menyediakan informasi yang transparan tentang langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasi laporan kecurangan serta perkembangan investigasi kepada publik. Transparansi ini penting untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.
    Langkah-langkah ini harus dijalankan dengan komitmen penuh untuk memastikan proses pemilu yang adil, transparan, dan dapat dipercaya oleh semua pihak. Integritas pemilu adalah fondasi demokrasi, dan KPU memiliki peran kritis dalam menjaga fondasi tersebut. (Dr Yudi Prayudi M.Kom, Kepala Pusat Studi Forensika Digital UII)

There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *