Antisipasi Ancaman Gempa Mega Thrust di Indonesia

Oleh : Prof Sarwidi

beritabernas.com – Untuk merespons isu kekhawatiran yang beredar luas di masyarakat tentang ancaman gempa megathrust di Selatan Pulau Jawa, Simpul Pemberdayaan Masyarakat untuk Ketangguhan Bencana (SPMKB) / UIIPeduli bersama asosiasi MaTTa Bencana Indonesia mengadakan kegiatan Webinar dengan tema Menjawab Isu Megathrust di Selatan Pulau Jawa pada Jumat 31 Mei 2024 siang.

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan Refleksi 18 Tahun Bencana Gempa Yogyakarta-Jawa Tengah 27 Mei 2006 di BPBD Bantul pada 27 Mei 2024.

Dalam webinar yang dipandu moderator Dr Ir Dwi Handayani ST MSc IPM, Ketua SPMKB/UIIPeduli, menghadirkan 2 narasumber senior di bidangnya yakni Dr Daryono S.Si MSi (Kepala Pusat Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami, BMKG) dengan tema Eksistensi dan Ancaman Gempa MegaThrust di Indonesia dan penulis Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD. IP-U ASEAN Eng (Guru Besar Rekayasa Kegempaan Universitas Islam Indonesia) dengan tema Antisipasi Ancaman Gempa Mega Thrust di Indonesia.

UURI Penanggulangan Bencana

Dalam webinar itu, penulis menyampaikan gagasan tentang perlu adanya UURI tentang penanggulangan bencana yang sudah digulirkan sejak awal tahun 2000-an. Pemicu percepatan terbitnya UURI Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana di Indonesia adalah peristiwa Bencana Gempa Aceh 2004 dan Bencana Gempa Yogyakarta-Jawa Tengah tahun 2006. 

    Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD IP-U. Foto: Dok pribadi

    Dengan lahirnya UU tersebut, penanggulangan bencana di Indonesia diarahkan pada, pertama, mempunyai paradigma baru yang lebih bersifat antisipatif daripada bersifat responsif sebelumnya, kedua, bersifat tersistem, dan ketiga terukur.

    Dalam hal penanggulangan bencana yang tersistem, Sistem Nasional Penanggulangan Bencana (Sisnas PB) tersirat dalam UU tersebut yang terdiri atas 6 komponen, yaitu Legislasi, Kelembagaan, Perencanaan, Pendanaan, IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), dan Implementasi.

    Tumbukan lempengan tektonik raksasa Indo-Australia yang bergerak berlawanan dan menunjam dengan lempengan tektonik raksasa Eurasia dapat mengumpulkan akumulasi energi benturan sangat besar dari waktu ke waktu. Mekanisme akumulasi energi subduksi tersebut sewaktu-waktu dapat dilepaskan dalam bentuk gempa yang biasa disebut gempa megathrust. 

    Potensi gempa megathrust di selatan Jawa merupakan segmen dari zona subduksi yang memanjang dari lepas pantai Sumatra hingga Sumba. Beberapa ahli terkait memprediksikan, bahwa gempa megathrust selatan Jawa dapat mempunyai magnitudo 8,0 hingga 8,9.

    Potensi kekuatan gempa bermagnitudo sebesar itu dapat menimbulkan bencana besar terutama melalui 3 mekanisme berikut ini. Pertama, guncangan gempa sangat kuat yang dapat menjangkau hingga wilayah pedalaman Pulau Jawa sehingga dapat menghancurkan permukiman yang padat. Kedua, tsunami besar yang dapat menyapu permukiman pesisir selatan Pulau Jawa.

    Selain itu, ketiga, guncangan yang kuat yang menjangkau hingga pedalaman Pulau Jawa juga dapat menyebabkan tebing longsor yang dapat menimbun permukiman penduduk di sekitarnya. Untuk mengantisipasi gempa megathrust yang berkekuatan besar, maka penanggulangan bencana yang terukur perlu dilakukan, yaitu menggunakan konsep pengurangan risiko bencana (PRB).

    Dalam konsep PRB, mengukur risiko bencana (R) mempertimbangkan  3 parameter, yaitu pertama adalah parameter Ancaman (Hazard, H) dan kedua adalah  parameter Kerentanan (Vulnerability, V) yang berbanding lurus dengan Risiko Bencana (R), serta ketiga adalah parameter Kapasitas (Capacity, C) yang berbanding terbalik dengan Risiko Bencana (R). Dengan kata lain, penanggulangan bencana menggunakan pendekatan konsep PRB berarti kegiatan yang berupaya mengurangi Ancaman dan Kerentanan serta kegiatan yang berupaya meningkatkan kapasitas.

    Ada 6 kelompok kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka upaya mengantisipasi bencana oleh guncangan gempa, tsunami, dan longsor akibat gempa megathrust dengan menggunakan pendekatan konsep PRB. Pertama, untuk yang terkait dengan penurunan parameter ancaman, penguatan IPTEK geologi, seismologi, geoteknik melalui riset dan kajian perlu terus digalakkan, agar prediksi ke depan semakin akurat dan pemetaan zonasi tingkat ancaman dapat selalu terkinikan.

    Kedua, untuk yang terkait dengan penurunan parameter kerentanan, penguatan IPTEK bangunan dan infrastruktur yang aman bencana melalui riset dan kajian juga perlu terus ditingkatkan, agar diperoleh bangunan dan infrastruktur yang semakin tangguh bencana, namun biaya dan durasi pembuatan dapat diturunkan.

    BACA JUGA:

    Sistem peringatan dini gempa, tsunami, dan longsor harus selalu dikembangkan dan diterapkan secara luas. Ketiga, terkait dengan penurunan kerentanan, pemanfaatan hasil kemajuan IPTEK kebencanaan harus digunakan untuk menyusun tata ruang yang semakin detail, dan kedisiplinan dalam menaati penerapan tata ruang zona bencana harus selalu ditegakkan. Keempat, terkait dengan peningkatan kapasitas masyarakat, sosialisasi dan pelaksanaan program ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana, seperti Keluarga Tangguh Bencana, Desa/Kelurahan Tangguh bencana harus terus menerus dijalankan hingga mencakup segala lapisan masyarakat.

    Selain itu, pendidikan tentang kesadaran bencana oleh masyarakat perlu dilakukan baik melalui jalur formal maupun tidak formal, misalnya melalui program-program wisata edukasi kegempaan dan kebencanaan. Kelima, terkait dengan peningkatan kapasitas, penyusunan rencana evakuasi dan pelaksanaan kegiatan simulasi dan geladi lapang kebencanaan harus dilakukan secara rutin oleh segenap unsur penta-helix, yaitu pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan para awak media massa. Keenam, yang sangat penting dalam meningkatkan kapasitas, 6 unsur sistem nasional penanggulangan bencana harus diperkuat dari waktu ke waktu.

    Karena upaya mitigasi bencana adalah tanggung jawab bersama dan bencana datang tidak menunggu kesiapan kita, maka semua pihak harus berkontribusi semaksimal mungkin untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan siap menjadi bangsa yang tangguh menghadapi bencana. (Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD IP-U ASEAN Eng, Guru Besar senior bidang rekayasa kegempaan/ bangunan tahan gempa Jurusan Teknik Sipil UII dan Anggota Aktif SPMKB UII; Pengarah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI; Inventor dan Inovator SIMUTAGA (Alat Simulasi Ketahanan Gempa) dan BARRATAGA (Bangunan Rumah Rakyat Tahan Gempa)


    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *