Oleh: Saiful Huda Ems
beritabernas.com – Calon presiden (Capres), Calon Wakil Presiden (Cawapres) atau Calon Anggota Legislatif (Caleg) ada yang kalah ada pula yang menang dalam Pemilu itu bukan karena takdir Tuhan. Namun, karena ada rakyat yang mau memilih dan ada pula rakyat yang tidak mau memilih.
Ada Capres, Cawapres dan Caleg yang kalah karena jujur, tidak mau curang atau memang pada dasarnya mereka lemah atau kalah, namun ada pula Capres, Cawapres dan Caleg yang menang karena pada dasarnya mereka memang kuat, berpotensi menang atau bisa pula mereka menang karena main curang.
Jadi hasil Pemilu tidak ada hubungannya dengan takdir Tuhan, melainkan karena ada hubungannya dengan kontestan peserta Pemilu dan penyelenggara Pemilu serta manipulator yang memiliki kekuasaan. Contoh, yang memutuskan Gibran bisa lolos memenuhi syarat Cawapres bukan Malaikat, bukan pula Tuhan, melainkan Sang Paman (Anwar Usman) yang ketika itu jadi Ketua Mahkamah Konstitusi, dan berkat keputusan KPU yang main memutus perkara tanpa mempedulikan peraturan yang dibuat sendiri sebelumnya.
Lalu ketika ada pihak atau orang yang memprotes hasil Pemilu karena curang, jangan kemudian selalu dituduh sebagai wujud rasa benci atau sakit hati. Sebab belum tentu orang atau pihak yang protes hasil Pemilu karena benci tapi bisa jadi karena mereka memang tahu dan memiliki bukti bahwa proses dan hasil Pemilu sarat dengan kecurangan atau manipulasi.
BACA JUGA:
- Mau Selamatkan Jokowi atau Negara?
- Sirekap KPU Terbongkar, Pemilu Bisa Ambyar
- Operasi Senyap Kecurangan Pemilu
Hukumnya orang atau pihak yang protes atau menggugat hasil Pemilu bisa Sunnah (bila dikerjakan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa), bisa pula wajib atau fardlu’ain (harus dikerjakan, jika tidak dikerjakan berdoasa), tergantung siapa orang yang dimintai fatwa politiknya.
Kalau saya yang dimintai fatwa politik, hukumnya jelas wajib alias fardlu’ain. Kenapa demikian? Karena membiarkan kecurangan dan ketidakadilan, bagi saya sama halnya dengan kemunafikan. Masak orang atau pihak yang capek-capek kampanye, mengorbankan waktu, tenaga dan uang yang banyak, kok kemudian begitu muda hasilnya dipermainkan oleh rezim yang kurang ajar, main manipulasi dan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, ya protes dan gulingkan saja!
So, ayo mari beragama dan bernegara yang rasional, jangan beragama dan bernegara secara irasional, emosional dan sentimentil. Percayalah Tuhan itu bukan manipulator dan secara sembarangan mau ikut campur dalam persoalan Pemilu. Sebab Pemilu itu persoalan negara, penyelenggaranya pemerintah yang mendelegasikan kewenangan pada KPU, BAWASLU dan MK.
Maka sangat realistis jika hanya pada pemerintah baik dalam arti luas (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) dan pemerintah dalam arti sempit (eksekutif saja) serta pada KPU, BAWASLU dan MK, semua protes maupun pujian itu lebih layak untuk diarahkan. Kalau sudah paham terhadap persoalan ini, pemerintah berserta semua aparaturnya dilarang baperan dan mengerahkan intel untuk memata-matai rakyatnya sendiri. Memalukan tau!
Bagi intel (TNI) itu seharusnya diarahkan untuk memata-matai pihak asing yang sedang melakukan infiltrasi yang mengancam kedaulatan dan pertahanan negara, dan bagi Intel (Polri) seharusnya diarahkan untuk memata-matai mereka yang mau melakukan kejahatan pidana yang sangat membahayakan warga negara, seperti para perampok, penjahat narkoba, perdagangan perempuan dan lain-lain.
Coba pahami ini semua agar rakyat mau secara ikhlas dan sungguh-sungguh berpartisipasi bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ingin terus bergerak maju dan berjaya. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Pengamat Politik)
There is no ads to display, Please add some