beritabernas.com – Saat ini biaya riil penyelenggaraan ibadah haji terus meningkat, sementara setoran awal dan pelunasan yang dibayarkan oleh para jemaah haji cenderung tetap. Hal tersebut diperkirakan dapat mengancam keberlangsungan dana haji.
Menurut Anggota Badan Pelaksana bidang Kesekretariatan dan Kemaslahatan (BPKH) Amri Yusuf, Kamis 8 Desember 2022, mengatakan ada dua terminologi terkait dengan biaya untuk melangsungkan ibadah haji.
Pertama, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang merupakan sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, Biaya Perjalanan Ibadah Ibadah Haji (Bipih) merupakan sejumlah dana yang harus disetorkan oleh jemaah haji.
Menurut Amrih, selama ini setoran awal dan setoran lunas yang dibayar jemaah merupakan Bipih. Dan Bipih hanya cukup untuk bayar tiket pesawat, bayar visa dan dikembalikan dalam bentuk living cost.
Dalam acara sosialisasi BPIH 1443 H dan Keuangan Haji di Hotel Pandanaran Prawirotaman, Kota Yogyakarta, Kamis 8 Desember 2022, Amrih mengatakan bahwa selama jangka waktu 2015-2022, Bipih tertinggi yang dibayarkan oleh jemaah sebesar Rp 39 juta. Jumlah ini jauh lebih rendah dari BPIH atau biaya riil ibadah haji.
Padahal biaya riil orang berangkat haji tahun 2022 berkisar Rp 98 juta per jemaah. Kekurangan biaya perjalanan haji disubsidi dari hasil investasi BPKH. Jadi, jemaah haji yang berangkat membayar biaya perjalanan ibadah haji dengan jumlah yang lebih rendah dari subsidi yang diberikan BPKH.
Menurut Amrih, berdasarkan Keppres Nomor 8/2022 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 2022 tentang BPIH 1443 H/2022 M yang Bersumber dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, Nilai Manfaat dan Dana Efisiensi di Embarkasi Jakarta, biaya riill yang harus dibayarkan sebesar Rp 97,9 juta per jemaah. Jumlah tersebut terbagi dalam mekanisme biaya Bipih sebesar Rp 39,89 juta/jemaah dan nilai manfaat hasil pengelolaan keuangan haji sebesar Rp 58,03 juta/jemaah.
Amri mengatakan, Bipih hanya dapat membayar biaya penerbangan berkisar 30,2 persen, biaya visa berkisar 1,1 persen, living cost berkisar 5,8 persen dan sebagian untuk akomodasi selama menjalankan ibadah haji berkisar 3,5persen.
Sementar nilai manfaat yang diberikan untuk dibayarkan biaya akomodasi, katering, transportasi berkisar 35,5 persen, biaya prokes, biaya pelayanan di sana berkisar 23,8 persen.
Menurut Amrih, untuk menutupi kekurangan biaya riil ibadah haji yang harus dibayarkan, maka setiap tahun digelontorkan subsidi yang bersumber dari nilai manfaat. Subsidi tersebut setiap tahun ikut naik sebesar 31 persn tahun 2017, 45persen tahun 2018, 50 persen tahun 2019, 49 persen tahun 2020 dan 59 persen tahun 2022.
Karena itu, Amri berharap melalui sosialisasi tersebut masyarakat dapat memahami kondisi pengelolaan keuangan haji saat ini. Bila nanti pemerintah mengambil keputusan melakukan penyesuaian setoran awal dan setoran lunas masyarakat diminta tidak terkejut.
“Jadi bukan karena pengelolaan haji tidak benar (penyebab kenaikan setoran ibadah haji), itu realitas di lapangan (kenaikan biaya) yang tidak bisa dihindari, biaya itu meningkat,” kata Amri.
Beban Jemaah
Amrih pun berharap nilai manfaat yang diberikan untuk membantu keberangkatan jemaah haji tidak sebesar sekarang. Selain itu, sebagian beban biaya perjalanan haji juga menjadi beban jemaah dan BPKH akan membantu dari hasil investasi yang dilakukan BPKH.
Sementr Anggota Komisi VIII DPR RI Ibnu Mahmud Bilalludin yang ikut dalam sosialisasi itu mengatakan bahwa dana subsidi yang digunakan untuk menambah kekurangan biaya BPIH menggunakan dana manfaat. Artinya, tidak mengambil dana yang disetor jemaah.
Ibnu Mahmud pun berharap, melalui sosialisasi ini masyarakat memperoleh informasi terkait pengelolaan keuangan haji terkini.
“Tolong betul disampaikan, yang sering berhadapan dengan masyarakat, yang berhadapan secara langsung dengan tetangga, dapat menyampaikan dengan sebaik-baiknya, supaya tidak ada pengertian yang salah yang tersampaikan ke masyarakat,” kata Ibnu Mahmud. (lip)
There is no ads to display, Please add some