CLDS FH UII: Dakwaan dan Putusan Hakim Terhadap Tom Lembong Sangat Tidak Tepat

beritabernas.com – Tim Eksaminasi Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) FH UII secara tegas menyatakan bahwa sangat tidak tepat dakwaan dan putusan hakim yang menyatakan Tom Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum atas dasar melanggar pasal-pasal dalam UU bidang administrasi seperti UU Pangan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, lebih-lebih atas dasar pasal-pasal Kepmenperindag dan Peraturan Menteri Perdagangan.

Seharusnya Majelis Hakim menyatakan Terdakwa Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Karena itu, membebaskan Terdakwa Tom Lembong dari seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Tom LembongI dari segala tuntutan hukum.

Kemudian, memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk membebaskan Terdakwa Tom Lembong dari tahanan seketika setelah putusan dibacakan, memulihkan Terdakwa dalam kedudukan, kemampuan, dan harkat serta martabatnya seperti semula serta memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengembalikan seluruh barang bukti Terdakwa tanpa pengecualian yang sebelumnya telah disita oleh Jaksa Penuntut Umum.

Tim Eksaminasi Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) FH UII. Foto: Philipus Jehamun/ beritabernas.com

Demikian kesimpulan Sidang Eksaminasi Publik yang dilakukan oleh Tim Eksaminasi CLDS FH UII terhadap Putusan Perkara Tindak Pidana Korupsi Nomor 34/PID.SUS-TPK/2025/PN.JKT.PST atas nama Terdakwa Tom Lembong. Sidang eksaminasi yang dilaksanakan di Kampus FH UII, Sabtu 11 Oktober 2025, diikuti oleh Tim Eksaminasi CLDS FH UII yang terdiri dari para ahli hukum pidana dan administrasi negara yang sangat kompeten yakni Prof Dr Rusli Muhammad SH MH, Prof Dr Ridwan SH M.Hum, Prof Hanafi Amrani SH MH LLM PhD, Prof Dr Muhammad Arif Setiawan SH MH dan Wahyu Priyanka Nata Permana SH MH, Ari Wibowo SHI SH MH dan Dr Marisa Kurnianingsih SH MH MKn.

Dalam kesimpulan hasil sidang eksaminasi yang dibacakan oleh Prof Dr Muhammad Arif Setiawan SH MH, Tim Eksaminasi CLDS FH UII menyatakan, Kementerian Perdagangan, seperti halnya kementerian lain, dibentuk untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, atau menjalankan kewenangan untuk dan atas nama Presiden.

Dalam sistem presidensial para Menteri tidak memiliki kewenangan mandiri. Kedudukan hukum (rechtspositie) Menteri adalah di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Menteri-menteri negara adalah pembantupembantu Presiden, maka kedudukannya adalah di tangan Presiden atau dengan kata lain menteri-menteri negara bertanggungjawab kepada Presiden. Hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia menganut sistem presidensial dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Berdasarkan doktrin Hukum Administrasi, ketentuan tersebut menunjukkan bahwa hubungan hukum (rechtsverhouding) antara Presiden dengan Menteri c/q Menteri Perdagangan adalah hubungan mandat, yaitu hubungan atasan-bawahan dalam suatu lingkungan jabatan. Mandat itu terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

Dalam sistem presidensial hubungan hukum antara Presiden dengan Menteri-menteri adalah hubungan mandat, oleh karena itu pejabat yang memikul pertanggungjawaban adalah Presiden, selaku pemegang
kewenangan. Untuk hubungan mandat ini, mandataris tidak dapat bertindak selaku orang yang menyuruh melakukan tindakan (doenpleger), turut serta melakukan perbuatan (medepleger), ataupun orang yang menganjurkan (uitlokker) kepada mandans.

Baca juga:

Tom Lembong dalam perkara a quo adalah selaku Menteri Perdagangan. Sebagai Menteri Perdagangan, tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukannya, termasuk ketika membuat kebijakan dan menyetujui impor gula kristal mentah adalah tindakan hukum yang bersifat administratif (administratiefrechtelijk rechtshandeling) atau tindakan yang didasarkan pada norma-norma Hukum Administrasi.

Oleh karena itu, penilaian dan pengujian terhadap tindakan hukum yang dilakukan Tom Lembong adalah juga menggunakan konsep dan norma-norma Hukum Administrasi. Dakwaan dan putusan bahwa Tom Lembong apakah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum seharusnya pula menggunakan konsep dan norma-norma Hukum Administrasi.

Dengan merujuk pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (overtreding van de wet) pada varian bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat prosedural/formal, memang tindakan Menteri Perdagangan menyetujui impor gula kristal mentah itu melanggar aspek prosedural, yakni tanpa melalui rapat koordinasi dengan kementerian terkait dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, namun tindakan yang dilakukan Menteri Perdagangan (Tom Lembong) dalam hal ini tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat
dibebani tanggung jawab hukum secara pribadi (prive persoon).

Sebab Tom Lembong hanya melaksanakan “arahan Presiden Jokowi dalam Rapat Kabinet sebagai respons atas lonjakan harga pangan saat itu, agar segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk meredam
gejolak harga”. Tom Lembong menjalankan diskresi yang diambil Presiden. Diskresi (vrije bevoegdheid) adalah wewenang atau kekuasaan yang tidak terikat secara tegas pada peraturan, instruksi, atau pengawasan, yaitu kehendak bebas pemerintah, yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.

Prof Dr Muhammad Arif Setiawan SH MH yang membacakan hasil sidang eksaminasi CLDS FH UII. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Melalui diskresi ini alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada
berpegang teguh kepada ketentuan hukum. Tom Lembong bertindak untuk dan atas nama jabatan (ambtshalve) yaitu dalam kapasitas sebagai Menteri. Tindakan yang dilakukan untuk dan atas nama jabatan membawa konsekuensi hukum berupa tanggung jawab jabatan. Tom Lembong tidak melakukan kesalahan pribadi (fautes personalles) atau tidak ada unsur mensrea dalam memberikan persetujuan impor gula kristal mentah itu. Sesuai dengan asas hukum“pertanggungjawaban atas dasar kesalahan” (schuldaansprakelijkheid) atau (liability based on fault), Tom Lembong tidak dapat dibebani tanggung jawab pribadi.

Dengan demikian tindakan Menteri Perdagangan ketika memberikan izin impor gula tanpa persetujuan kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan/atau rapat koordinasi Kementerian terkait itu tergolong perbuatan melawan hukum dalam varian bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat prosedural/formal, namun karena alasan; menjalankan diskresi Presiden, bertindak selaku mandataris Presiden, dan tidak melakukan kesalahan pribadi, Tom Lembong tidak dibebani tanggung jawab hukum.

“Pelanggaran hukum yang sifatnya administratif tidak dapat dikenai sanksi pidana, kecuali di dalamnya dicantumkan sanksi pidana,” demikian Tim Eksaminasi CLDS FH UII. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *