beritabernas.com – Durrotul Mas’udah, Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengungkap sejumlah catatan buruk komunikasi publik pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Buruknya komunikasi publik pemerintahan Prabowo-Gibran itu dinilai Durrotul Mas’udah sebagai bentuk kemunduran demokrasi, mulai dari absennya etika etika komunikasi, etika demokrasi hingga superiotas politik.
Dalam diskusi Perilisan Buku Islam Indonesia 2025 yang diadakan Embun Kalimasada UII di Auditorium Lantai 3 Kampus FTSP UII, Selasa 20 Mei 2025, Durrotul Mas’udah menyebut beberapa contoh buruknya komunikasi publik pemerintahan Prabowo-Gibran. Seperti ungkapan ndasmu oleh Presiden Prabowo, ucapan Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut yang gelap kau, bukan Indonesia untuk menanggapi demo mahasiswa dengan tema Indonesia Gelap dan ucapan Wamenaker Immanuel Ebenezer atau Noel yang menyebut Kabur sajalah, kalau perlu jangan balik lagi sebagai tanggapan atas tagar atau hastag #kaburajadulu dan sebagainya.

“Komunikasi pemerintahan Prabowo-Gibran dilakukan dengan serampangan, autopilot, tidak strategis, irrespectful dan insensitive,” kata Durrotul Mas’udah.
Menurut Durrotul Mas’udah, speech atau wicara adalah sebuah kualitas yang membedakan manusia dari makhluk lainnya (other animals). Dengan kata lain, wicara adalah sebuah human quality. Wicara meliputi kemampuan menggunakan bahasa untuk berpikir dan memaknai peristiwa, encoding-decoding dan untuk mempersuasi individu dan publik.
BACA JUGA:
- Prof Gunadi Brata: Illiberalisme Menolak Prinsip-Prinsip Dasar Demokrasi
- Pusat Studi Agama dan Demokrasi UII Ingin Melantangkan Pesan Adanya Pembajakan Demokrasi
Sementara itu, bahasa merupakan simbol, tidak bersifat netral. Bahasa bukan sekadar cermin realitas, tapi juga merupakan pembentuk realitas. Bahasa mempengaruhi cara pandang kita terhadap realitas. Retorika menekankan pada kekuatan dan keindahan bahasa untuk menggerakkan publik secara emosional.
“Realitas atau kultur kehidupan bernegara seperti apa yang ingin dibentuk oleh pemerintahan Prabowo- Gibran?” tanya Durrotul Mas’udah.
Dikatakan, public address yang baik dan efektif dalam forum-forum demokratis seharusnya bisa menjadi solusi bagi berbagai permasalahan politik, alih-alih menggunakan paksaan dan kekerasan. Hanya sebuah retorika adalah sebuah mitos.

“Pemerintahan Prabowo-Gibran tidak menunjukkan upaya public address yang baik dan efektif dan justru membiarkan tindakan represif aparat terhadap masyarakat,” kata Durrotul Mas’udah.
Menurut Durrotul Mas’udah, kemampuan retorika (seni meyakinkan publik) adalah salah satu fondasi kepempimpinan yang efektif. Karena itu, tidak boleh ada pemakluman terhadap background pejabat, karena kemampuan retorika adalah hal yang mutlak. Tentunya retorika dilakukan untuk tujuan yang baik, bukan untuk propaganda dan dominasi (buzzer).
Selain Durrotul Mas’udah, tampil sebagai penanggap atas buku yang diterbitkan Embun Kalimasada UII ini adalah Shinta Maharani (Jurnalis Tempo) dan Dr Jaya Addin Linando, Dosen FBE UII. (lip)
There is no ads to display, Please add some