beritabernas.com – Ketika menjadi Hakim Konstitusi, Dr Inosentius Samsul SH M.Hum ingin menjaga Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan yang merdeka, akuntabel dan terpercaya. Merdeka dalam arti bebas dari pengaruh atau intervensi dari pihak atau kelompok tertentu serta bebas dari asumsi bahwa pendapat kalangan tertentu selalu benar dan DPR selalu menghasilkan UU yang tidak berkualitas.
Sedangkan akuntabel, menurut Dr Inosentius Samsul, adalah menghasilkan putusan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan dari sisi dasar konstitusionalitas, rasionalitas, penalaran hukum, kemanfaatan dan keadilan masyarakat.
Sementara yang dimaksudkan dengan terpercaya adalah Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi tempat harapan bagi pemenuhan keadilan bagi beberapa pihak, pertama, bagi warga negara yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan akibat proses pembentukan atau substansi dari undangundang; kedua, bagi lembaga negara dalam penyelesaian sengketa kewenangan; ketiga, bagi penyelenggara dan peserta
pemilu; dan keempat, bagi partai politik dalam perkara pembubaran.
Hal ini merupakan visi Dr Inosentius Samsul SH M.Hum sebagai Calon Hakim Konstitusi yang disampaikan dalam Fit and Proper Test Hakim Mahkamah Konstitusi di Komisi III DPR RI, Rabu 20 Agustus 2025. Setelah mengikuti Fit and Proper Test, Komisi III DPR RI yang dipimpin Habiburokhman dari Fraksi Gerindra pun menyetujui Dr Inosentius Samsul SH M.Hum sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi usulan DPR RI. Ia akan menggantikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang memasuki masa pensiun.
Baca juga:
- Catat Sejarah Baru, Putra Manggarai Flores Terpilih jadi Hakim Mahkamah Konstitusi RI
- Maqdir Ismail: Perkara Hasto Kristiyanto Merupakan Balas Dendam Politik
- Dosen UIN Sunan Kalijaga Ungkap Catatan Buruk Komunikasi Publik Pemerintahan Prabowo-Gibran
Sementara misi Dr Inosentius Samsul sebagai Hakim Konstitusi adalah menjaga integritas sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi dengan taat pada aturan, memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar aturan dan menerima sanksi
apabila ada pelanggaran dan menjadi contoh bagi hakim serta pegawai di lingkungan Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, menguatkan kemandirian Hakim Mahkamah Konstitusi, meningkatkan kualitas putusan dalam ari mudah dipahami, dapat dilaksanakan, menjadi solusidan tidak menimbulkan kontroversi. Misi lainnya adalah menciptakan peradilan yang transparan.
Selain menyampaikan visi dan misi, dalam Fit and Proper Test itu, Inosentius Samsul, pria kelahiran Pembe, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Provinsi NTT, 10 Juli 1965 dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia (UI) yang lulus tahun 2003 ini menyampaikan sejumlah rekomendasi.
Pertama, melakukan penyempurnaan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. Kedua, sosialisasi terkait “pendidikan kewarganegaraan” Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi atau bukan sebagai lembaga alternatif pembentuk undang-undang, atau kamar kedua pembentukan undang-undang seperti dalam sistem bikameral.
Ketiga, perlu ada dismissal process dalam perkara pengujian undang-undang. Keempat, perlu ada formulasi yang menggambarkan kualitas atau gradasi pelanggaran proses pembentukan undang-undang, mulai dari UUD NRI tahun 1945 sampai dengan kesepakatan di Alat Kelengkapan Dewan yang ditugaskan
membahas Rancangan Undang-Undang.
Pada kesempatan itu, Inosentius Samsul yang meraih Sarjana Hukum (SH) dari Fakultas Hukum UGM tahun 1989 dan Magister Hukum dari Universitas Tarumanegara Jakarta tahun 1997 ini menyebutkan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final sesuai Pasal 24C ayat (1) UUD NRI tahun 1945.
Pertama, menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945; ketiga, memutus pembubaran partai politik; dan keempat, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (Pasal 24C ayat (2) UUD NRI tahun 1945),” tegas mantan Kepala Badan Keahlian DPR RI yang sejak Januari 2025 hingga sekarang menjadi Perancang Peraturan Perundang-Undangan Ahli Utama berdasarkan Keputusan Presiden Prabowo Subianto Nomor 8/M/2025, tertanggal 24 Januari 2025, serta Dosen pada Program Pasca Sarjana (Program Magister Hukum dan Co-Promotor Program Doktor) Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak 2000 sampai sekarang ini. (lip)
There is no ads to display, Please add some